Antara Perempuan, Agama, dan Keberagaman
Mata perempuan itu terpejam dalam hening dan damai. Kakinya bersila dalam posisi lotus, dia duduk bermeditasi di atas stupa. Sikap tangannya membentuk dharmachakra mudra, perlambang kebijaksanaan sebagaimana ditunjukkan Sang Buddha ketika mengajarkan dharma. Tapi yang membuatnya istimewa, kepala perempuan itu dibalut kerudung Islami. Ini adalah patung luar biasa, yang menjadi alasan utama saya mengunjungi Jakarta Biennale, yang digelar di Museum Nasional, Jakarta. Patung dari batu dan resin ini dinamai Sri Naura Paramita, merupakan karya seniman muda Alfiah Rahdini. Kepada saya, Alfi mengatakan bahwa karya ini terinspirasi dari arca Prajnaparamita yang dilihatnya di Candi Gayatri, Tulungagung. Arca ini sering dianggap menggambarkan kecantikan sempurna perempuan Jawa kuno. Arca yang dia saksikan itu sudah kehilangan kepala dan tangannya, namun itu membuat Alfi tersadar, betapa awamnya dia terhadap kesenian Hindu-Buddhis peninggalan Majapahit itu. Juga betapa asingnya dia terhadap budaya dan peradaban luhur leluhurnya sendiri. Sepulang dari perjalanan itu, Alfi kemudian mulai melakukan riset, dan menemukan bahwa pembuatan patung itu didasarkan pada kitab suci Prajnaparamita Sutra, yang mengajarkan “kesempurnaan dalam kebijaksanaan”. Riset itu mengilhaminya membuat patung menyerupai Prajnaparamita versi modern, dengan menggunakan cetakan dirinya sendiri. Dia duduk dalam postur meditasi, mengenakan celana panjang dan hijab, tanpa melepas kacamata yang selalu menemaninya [...]