Selimut Debu 44: Jantung Negeri Bangsa Pashtun
Perang memang telah mengubah banyak hal tentang Kandahar. Tetapi tidak sedikit pula pernak-pernik kehidupan bangsa Pashtun yang tidak berubah. Tidak adil kiranya jika kita menganggap Kandahar hanyalah kota yang penuh kengerian dan kekerasan. Kota ini sesungguhnya adalah kota yang menyenangkan, terlepas dari panasnya musim panas nan ganas. Ya, suhu udara naik setiap hari. Saat aku datang 45 derajat, lalu besoknya 46, lalu 47, lalu 48, dan hari ini 49 derajat Celcius. Kenapa Kandahar sepanas ini? Ada dongeng tentang Baba Farid, seorang pertapa Sufi yang menghukum Kandahar karena penduduknya yang tidak ramah. Dia menyamar sebagai pengemis, meminta makanan di pinggir pasar. Tapi tidak seorang pun yang sudi mengasihaninya. Dia marah karena kelakuan para penduduk. Dia menangkap ikan dari sungai, mengangkatnya tinggi-tinggi ke langit. Matahari perlahan turun mendekat, memanggang ikan itu sampai matang dan bisa dimakan. Bukan cuma ikan yang dipanggang. Seluruh penduduk Kandahar pun menjadi bangkai gosong. Matahari yang mendekat, inilah alasan kenapa panas musim panas Kandahar begitu ganas. Panas beberapa hari ini semakin tidak tertahankan, karena pasokan listrik begitu buruk setelah Taliban menyerang pembangkit listrik di Helmand. Terlepas dari begitu banyak peringatan keamanan, aku memaksakan diri sendirian berkelana melewati gang-gang sempit di pasar kuno Kandahar. Ada empat bazaar utama: Herat [...]