Recommended

Pakistan

#1Pic1Day: Dua Tahun Sebelum dan Sesudah | Two Years Before, Two Years After (Sust, Pakistan, 2006)

Two Years Before, Two Years After  (Sust, Pakistan, 2006) Two years before, I met these five girls of Sust, near the Chinese border. Two years after, again I met four of them and brought them the old photo. Can you see which girl is missing? Dua Tahun Sebelum dan Sesudah  (Sust, Pakistan, 2006) Dua tahun sebelumnya, saya berjumpa dengan lima gadis Sust di dekat perbatasan Pakistan dengan China. Dua tahun sesudahnya, saya berjumpa lagi dengan empat dari mereka dan membawakan mereka selembar foto lama. Bisakah Anda melihat, gadis mana yang hilang?                 [...]

November 6, 2013 // 11 Comments

Selimut Debu 8: Menembus Lubang Singa

Menerjang masuk ke lubang harimau. Entah apa yang menanti di balik sana. (AGUSTINUS WIBOWO) Sinar mentari pagi menyelinap perlahan-lahan dari balik teralis jendela, membangunkanku dari tidurku yang tidak pernah lelap. Semalam suntuk aku tak bisa tidur, memandangi visa Afghanistan yang tertempel di pasporku. Bagaimana ini bisa jadi nyata? Lebih mustahil lagi, hari ini aku akan ke Afghanistan! Kalimat itu selalu menghantui pikiranku sepanjang malam. Nama Afghanistan, dan hanya Afghanistan, yang senantiasa bergema di otakku. Tegang, takut, semangat, antusias,…, semuanya bercampur menjadi satu. Pukul setengah sembilan pagi, aku dan Adam sudah check out dari Peshawar Golden Inn—penginapan yang namanya megah tetapi berupa barisan kamar sempit mirip penjara yang cocok untuk para turis tak berduit seperti kami. Sungguh berat menyiapkan mental menembus gerbang perbatasan yang memisahkan kita dari sebuah dunia lain di sana. Pemilik hotel tersenyum ramah, sembari bertanya, “Sudah siap?” Aku tak bisa menjawab. Dalam hitungan menit, pemilik penginapan sudah membantu kami mencarikan taksi yang akan membawa kami ke perbatasan. Sebagai orang asing, kami tidak diizinkan untuk menggunakan angkutan umum menuju ke Khyber, karena seperti yang selalu dikatakan pemerintah Pakistan, daerah Tribal Area itu ‘teramat sangat berbahaya’. Tawar menawar alot pun sempat terjadi antara supir taksi dan kami, dan akhirnya, “OK! [...]

November 6, 2013 // 2 Comments

#1Pic1Day: Gadis-Gadis Pakistan Utara | Sisters (Sust, Pakistan, 2006)

Sisters (Sust, Pakistan, 2006) In most part of Pakistan, photographing women (including girls) have to be done cautiously, as this might be regarded as violation to their culture and religion. But in some villages in Northern Pakistan inhabited by the followers of moderate Ismaili sect of Islam, the attitude is much more laidback. Women and children might be happily showing in front of your camera if you ask politely. Gadis-Gadis Pakistan Utara  (Sust, Pakistan, 2006) Di mayoritas tempat di Pakistan, memotret perempuan (termasuk anak-anak) harus dilakukan dengan sangat berhati-hati, karena bisa dipandang sebagai pelanggaran terhadap tradisi dan agama mereka. Tetapi di beberapa desa di Pakistan Utara yang dihuni umat Ismaili yang moderat, aturan ini jauh lebih longgar. Para perempuan dan anak-anak bisa bergaya ceria di depan kamera asalkan Anda minta izin dengan sopan.                 [...]

November 5, 2013 // 3 Comments

Selimut Debu 7: Mengintip Afghanistan

Bersama para bodyguards Afghan di Konsulat Afghan di Pakistan (AGUSTINUS WIBOWO) Peshawar adalah satu-satunya jalan bagiku untuk mewujudkan mimpi menuju negeri bangsa Afghan. Apa pun rintangannya, harus aku hadapi. Tidak ada jalan lain untuk mundur. Kantor konsulat Afghanistan di Peshawar buka hanya setiap hari Selasa dan Kamis, konon merupakan tempat yang paling mudah di seluruh dunia untuk mendapatkan visa Afghanistan. Aku datang pagi-pagi sebelum jam kantor buka. Sudah cukup banyak orang Pakistan yang berbaris, namun petugas yang melihat wajahku yang jelas sebagai orang asing ini menyuruhku langsung masuk tanpa mengantre dan menunggu di ruangan dalam. Kantor ini rasanya begitu personal. Para penjaga yang bertubuh kekar seperti atlet binaraga sedang sibuk menikmati sarapan bersama para staf lain. Mendengar aku berasal dari Indonesia, mereka tersenyum ramah dan berkata, “Indonesia? Good! Good! Indonesia, our friend,” sambil menawarkan berbagai macam makanan yang mereka punya. Kemudian dengan bahasa Inggris yang pas-pasan, bodyguard yang berbadan kekar itu menceritakan betapa indahnya negeri Afghan, betapa ramah dan baiknya penduduknya. Dan mereka juga terbelalak melihat gambar-gambar perempuan Indonesia tak berkerudung yang ada dalam buku wisata tentang Indonesia yang aku bawa. “Astagfirullah….” kata mereka berulang-ulang. Di kantor konsulat Afghan ini aku berkenalan dengan Adam Smith, seorang traveler dari Inggris yang [...]

November 5, 2013 // 6 Comments

#1Pic1Day: Penasaran | Curiosity (Chapursan, Pakistan, 2006)

Curiosity (Chapursan, Pakistan, 2006) The Chapursan valley in Northern Pakistan experience extreme winter every year. Due to its location, some villages in the area don’t receive any sunshine for two and half months consecutively. Despite of the cold environment, warm welcome is guaranteed, as the Wakhi Tajik people inhabiting the area always highlight their tradition of hospitality. Penasaran (Chapursan, Pakistan, 2006) Lembah Chapursan di Pakistan Utara mengalami musim dingin yang ekstrem setiap tahunnya. Karena lokasinya, beberapa desa di lembah ini bahkan tidak menerima sinar matahari sama sekali selama dua setengah bulan berturut-turut. Terlepas dari udaranya yang dingin, dijamin Anda akan mendapat sambutan hangat di sini, karena orang-orang Wakhi Tajik yang menghuni tempat ini selalu menekankan tradisi keramahtamahan yang mereka banggakan.               [...]

November 4, 2013 // 0 Comments

Selimut Debu 6: Wild Wild West Peshawar

Seperti kembali ke masa lalu (AGUSTINUS WIBOWO) Dunia barat yang liar. Peshawar, kota berdebu di ujung barat Pakistan adalah gerbang menuju Afghanistan. Atmosfernya, bahayanya, dengusannya, bahkan ketidakberadabannya…. Peshawar terasa begitu liar. Ibukota provinsi North Western Frontier Province (NWFP) ini seakan melemparkan diriku ke zaman puluhan tahun silam. Keledai-keledai mengiring kereta pengangkut barang, menyusuri jalan-jalan sempit di bazaar kota. Wanita-wanita yang juga tidak banyak jumlahnya, berjalan merunduk-runduk sambil menutupkan cadar di wajahnya. Sesekali nampak juga perempuan-perempuan yang berbungkus jubah hitam atau burqa biru dan putih. Burqa adalah pakaian yang menutup sekujur tubuh dari kepala hingga ujung kaki, termasuk kedua mata dan wajah, menyimpan rapat-rapat kecantikan seorang wanita. Hanya dari kisi-kisi kecil di bagian matalah sang perempuan mengintip dunia luar. Ada traveler Hong Kong temanku yang mendeskripsikan burqa seperti “lampion”, para “lampion” itu berjalan mencari arah di tengah keramaian jalanan. Bagiku, burqa terlihat seperti sangkar rapat, terserah engkau mengartikan itu melindungi atau mengurung makhluk yang ada di dalamnya. Pria-pria berjenggot dengan kibaran shalwar qameez yang gagah menguasai seluruh penjuru kota. Para lelaki itu selalu tersenyum ramah dan menyapa dengan pertanyaan yang sama, yang diulang lagi, yang diulang lagi, yang diulang lagi. “Hello, how are you? what’s your good name? Where are [...]

November 4, 2013 // 1 Comment

Selimut Debu 5: Pakistan yang Sesungguhnya

Sambutan hangat orang-orang Pashtun (AGUSTINUS WIBOWO) Meninggalkan gunung-gunung di utara, aku memasuki dunia Pakistan yang sesungguhnya. Padat, ramai, kotor, kumuh, kuno, dan hanya laki-laki. Rawalpindi adalah kota kembar dari ibukota Pakistan, Islamabad. Jarak antara keduanya hanya 15 kilometer, tapi seperti dipisahkan dalam lintasan waktu yang sama sekali berbeda. Islamabad adalah kota baru yang modern, sepi dan lengang, membosankan. Orang bilang, ibukota Pakistan itu letaknya 15 kilometer jauhnya dari Pakistan. Saking tidak alaminya, ibukota mereka sudah seperti bukan negara mereka sendiri. Sedangkan Rawalpindi memang kuno dan padat, kumuh dan ramai, tetapi sungguh hidup. Inilah Pakistan dalam bayanganku, yang kuimpikan selama ini. Para lelaki berjubah panjang berkibar-kibar lalu lalang di sepanjang jalan. Aroma sate kebab yang menyeruak hidung, juga lezatnya teh susu hangat yang dituang ke gelas-gelas. Suara minyak di wajan datar menjerit, menggoreng roti tipis yang renyah lagi panas. Sayang, karena uangku terbatas, aku tidak pernah berkesempatan mencicip rasanya. Setiap hari makananku adalah nasi berminyak polos yang kubeli di pasar, tanpa sayur tanpa daging, dengan air minum gratisan yang gelasnya harus berbagi dengan semua pengunjung pasar. Meninggalkan Northern Areas, kehidupan lengang di Hunza sudah jadi memori. Kita masuk ke Pakistan yang sebenarnya. Di jalanan hanya ada lelaki, dan cuma lelaki. Aku [...]

November 1, 2013 // 19 Comments

Selimut Debu 4: Penyakit Hunza

Barisan pegunungan “Katedral” di Pasu (AGUSTINUS WIBOWO) Lepas dari penyakit SARS, aku kini berhadapan dengan penyakit lain yang tidak kalah seram: Penyakit Hunza. Perjalanan menuju Hunza diawali barisan puncak menjulang di tepian sungai Hunza di dusun Pasu. Puncak-puncak ini punya bentuk yang aneh, lancip-lancip dan rapat seperti duri durian. Tetapi deskripsi yang lebih cocok mungkin julukan dari para turis asal Eropa yang menyebut pegunungan Tupopdan ini sebagai “Katedral”—bentuk kerut-kemerut puncak itu seperti ratusan menara lancip yang menusuk angkasa pada ketinggian 5.828 meter. Aku berjalan kaki menyusuri jalan-jalan kecil di dusun, menghirup segarnya udara pegunungan Himalaya. Siapa yang tidak terpekur di bawah kegagahan dan kebesaran Gunung-gunung Agung, yang seakan mendendangkan melodi-melodi nyanyian bisu dan megah, membahana menebarkan jala kesunyian di sepanjang barisan gunung dan lembah Karakoram? Pasu adalah sebuah dusun kecil yang dianugerahi mukjizat alam yang paling istimewa: barisan gunung raksasa yang tak henti bernyanyi, aliran sungai yang deras membelah bumi, gletser mahabesar yang putih bersinar (konon gletser ini termasuk tiga gletser terbesar di seluruh dunia!). Kalau kau mengira, pemandangan Pasu yang paling memabukkan ini sudah klimaks dari perjalanan Karakoram, kau salah! Ini masih belum ada secuil dari kecantikan alam yang disohorkan oleh Pakistan Utara. Gunung-gunung raksasa masih berbaris hingga ke [...]

October 31, 2013 // 6 Comments

Selimut Debu 3: Nyanyian Bisu

Perempuan Tajik dari Tashkurgan, China (desa terakhir sebelum Khunjerab Pass), punya kebiasaan memakai topi di bawah kerudung. (AGUSTINUS WIBOWO) Gunung-gunung itu bisu, tapi mereka seakan bernyanyi begitu merdu. Perjalanan dari Kashgar menuju Pakistan bisa ditempuh dalam waktu dua hari dengan menggunakan bus internasional. Karakoram Highway, yang diklaim oleh Pakistan sebagai keajaiban dunia kedelapan, dianggap sebagai mahakarya bikinan manusia. Jalan raya yang menghubungkan Kashgar dengan Islamabad itu menembus gunung-gunung tinggi mencapai ketinggian lebih dari 5.000 m di atas permukaan laut. Banyak orang yang mengatakan, Karakoram adalah jalan perbatasan yang paling indah di dunia. Perbatasan China-Pakistan terletak di Khunjerab Pass. Ada sebuah patok yang menandai batas itu, di puncak sebuah bukit yang berangin kencang. Di sisi China, tergambar lambang negara China dan tulisan nama negara. Demikian juga di sisi Pakistan. Nampaknya wabah SARS di China cukup menyeramkan bagi Pakistan yang tidak mempunyai fasilitas kesehatan semodern China. Karena itu mereka sangat berhati-hati, bisa juga dibilang berlebihan, terhadap semua pendatang dari China. Perbatasan China-Pakistan baru saja dibuka dua hari lalu, dan aku termasuk salah seorang turis asing pertama yang menyeberang dari China menuju Pakistan. Dalam bus yang aku tumpangi ini, hanya akulah satu-satunya orang asing. Sebagian besar penumpang adalah para pekerja China yang hendak [...]

October 30, 2013 // 0 Comments

DetikTravel (2013): Wanita Pushtun

Sebelum Bertemu Cewek Pushtun, Ikuti 4 Tips Ini •    Oleh: Putri Rizqi Hernasari – detikTravel •    Jumat, 24/05/2013 18:52 WIB •    Komentar: 2 Komentar Peshawar – Traveler mana yang tak ingin melihat kecantikan gadis Pushtun dengan mata besar dan hidung mancungnya secara langsung? Jika Anda ingin melihatnya, sebaiknya ikuti dulu tips dari penulis buku Garis Batas, Agustinus Wibowo. Agustinus Wibowo dikenal sebagai penulis yang telah menjelajah ke berbagai negara di dunia. Kisahnya diceritakan lewat buku berjudul Selimut Debu, Garis Batas, dan yang terakhir Titik Nol. Dalam salah satu bukunya, Agus menceritakan tentang petualangannya ke tempat tinggal Suku Pushtun. detikTravel pun sempat berbincang singkat dengannya perihal perjalanannya. Dalam perbincangan Jumat (24/5/2013), pria asal Lumajang ini memberikan tips kepada traveler yang ingin traveling dan bertemu gadis Pushtun: 1. Hindari daerah konflik “Daerah yang dihuni Pushtun terkenal sebagai daerah konflik. Afghanistan sangat tidak direkomendasikan untuk didatangi,” ujar Agus. Afghanistan memang salah satu tempat yang dihuni Suku Pushtun, namun Agus tidak menyarankan turis untuk datang ke sana. Negara tersebut dikenal sebagai negara konflik, jadi demi keamanan, Anda sebaiknya menghindari Afghanistan. Hal ini dilakukan demi keamanan turis. Anda tentu tidak ingin membahayakan diri dengan datang ke daerah perang bukan? 2. Bertemu Suku Pushtun di Peshawar [...]

May 24, 2013 // 0 Comments

Traveler【旅行家】(2012):视觉

马背叼羊是阿富汗的国民运动,也深受中亚国家如乌兹别克斯坦、塔吉克斯坦、吉尔吉斯斯坦、哈萨克斯坦、土库曼斯坦的欢迎,多在冬季举行。这种运动类似于马球,但使用的球是无头的牲畜尸体。最大的国家级马背叼羊比赛是在阿富汗的马扎举行的。新年22日这天,标志着冬天的结束,春天的开始。比赛时,骑手通常身穿厚衣服、佩戴头套、脚踏靴子、手持皮鞭。靴子通常带有高跟,紧锁入与马鞍连接的脚踏处,这样有助于骑手倾斜到一侧拾取小牛。马背叼羊运动显示了阿富汗精神:勇气、骄傲、虔诚、公平竞争、力量、耐力、阳刚之气等。人们认为一个好的马背叼羊球员宁愿勇敢地死去,也不懦弱地活着。

January 13, 2012 // 0 Comments

Media Indonesia (2011): Menelusuri Jalur Para Penakluk

Saya melintasi Khyber Pass tiga kali. Dua kali pertama pada 2002, dari Pakistan menuju Afghanistan, dan berselang tiga minggu sesudahnya, dari Afghanistan kembali ke Pakistan. Hanya setahun setelah rezim Taliban runtuh, Khyber Pass masih menyiratkan nuansa misterius dari negeri yang terus-menerus dilanda perang berkepanjangan.

October 4, 2011 // 0 Comments

The Jakarta Globe (2011): An Indonesian’s Lust for Asian Travel

An Indonesian’s Lust for Asian Travel Lisa Siregar | May 26, 2011 http://www.thejakartaglobe.com/lifeandtimes/an-indonesians-lust-for-asian-travel/443364 For Agustinus Wibowo, a travel writer who has explored and lived in some of the most dangerous parts of Central Asia, traveling is all about gaining fresh perspectives — even if it means going unshowered for months or getting kicked out of an Afghan man’s house for refusing the generous offer of a male prostitute. “It’s not about the number of stamps in your passport. It’s the traveler’s point of view that matters,” he said last week during the launch of his new travel book, “Garis Batas” (“Borderlines”). He showed up to the launch proudly wearing a white flowing tunic known as a shalwar kameez from Afghanistan, where he had lived for several years. Agustinus, now a translator based in Beijing, is famed for his travel columns published in Kompas newspaper as well as his first book, “Selimut Debu” (“Blanket of Dust”), published in January last year. Most people like holidays in luxurious, or at the very least comfortable, spots. Agustinus is a bit more adventurous. His new book, for example, details his sometimes nightmarish experiences in Tajikistan, Kazakhstan, Kyrgyzstan, Turkmenistan and Uzbekistan. Once, his things were [...]

March 26, 2011 // 0 Comments

Bam – The Flattened Civilization

From what is left, you still can be amazed by the grandeur of an advanced ancient civilization 27 December 2003, the small town of Bam – located in southeastern Iran, about 300 kilometers from Kerman – was shocked by 6.8 Richter-scale earthquake. More than 40,000 were killed. Asides of the human casualty, Iran has another thing to grieve, as one of its civilization jewels was nothing but flattened. The ancient mud city of Bam used to be one of the strongest tourism magnets in Iran. People claimed it has 3,000 years of history, at least from the Sassanian period. Thousands of interesting old mud houses, sprawl under a giant mud citadel, giving exotic fairytale impression. I adore the old pictures of Bam, which are still hanged everywhere to remind how majestic the place used to be. But, the view of Arg-e-Bam (the ancient citadel surrounded by the mud city) today makes me weeping. The place is in severe desolation. The citadel which was appraised by Marco Polo and other ancient travelers now turned to be rubble. The old town become sad crumbling remains and debris. Workers are everywhere, hoping to restore the old town to its ancient glory, but not [...]

June 14, 2008 // 0 Comments

U-Mag (2008): Hunza – Firdaus di Atap Dunia

U-Mag Magazine (March 2008) Hunza Firdaus di Atap Dunia   Nun jauh di balik lekuk-lekuk pegunungan Himalaya, Karakoram, dan Pamir, tersembunyilah Lembah Hunza. Di bawah bayangan puncak-puncak salju menggapai langit, lembah yang mistis penuh rahasia ini membentangkan keelokan sebuah surga di atap dunia … Nyanyian Bisu Di bawah gunung bertudung salju setinggi 7.790 meter tingginya, desa Karimabad diam dalam keheningan. Di sini waktu mengalir lambat-lambat, ditelan keagungan puncak-puncak raksasa. Di bawah sana terhampar Lembah Hunza – terletak di utara Pakistan, diapit tiga gunung besar: Himalaya, Karakoram, dan Pamir. Jalan raya Karakoram Highway berkelok di pinggang gunung, menghubungkan Islamabad – ibu kota Pakistan – dengan kota kuno Kashgar di negeri Tiongkok. Saya duduk di depan kamar, di penginapan kakek tua Haider. Salju turun deras beberapa hari lalu. Jalanan desa yang naik turun makin berbahaya dengan lapisan es selicin cermin. Tak ada pilihan. Saya hanya bisa menghabiskan hari dengan selimut dan jaket tebal, membaca buku, dan menyeruput teh hijau hangat dari teko Kakek Haider. “Aap kaise hai? Bagaimana keadaanmu?” Kakek itu menyapa saya. Kerut-merut tajam menghias sudut matanya. Tubuhya berbalut selimut tebal, topi pakkol coklat menutup kepalanya, menyembunyikan rambut yang memutih. Kakek Haider menatap bola mata saya dalam-dalam. Sudah tiga hari saya [...]

March 3, 2008 // 1 Comment

Kabul – Shocked

Benazir Bhutto I was terribly shocked by the unexpected news of the assassination of Pakistani Former Prime Minister, Ms Benazir Bhutto. A friend from the UN called me, “Hey, have you heard about Benazir Bhutto? She was shot dead.” “Are you joking?” It was serious, a fact which I really didn’t want to believe. Benazir was shot three times in a political rally in Liaquat Bagh in Rawalpindi, somewhere I used to stay two years before. I couldn’t believe that Pakistan, which I used to love because of the people’s extreme hospitality, turn to boiling hell. I remembered, sometime in winter 2005, in a village in northern Karakoram Mountains, a vertical tricolor flag was hoisted on a pole on top of a house. Black-red-green. “Is that flag of Afghanistan?” “No. That’s flag of PPP,” explained an old villager, “Pakistan People Party. That’s the party of Benazir Bhutto. We loved her very much.” I remembered, deep in Thar Parkar desert town of Umerkot, a Hindu friend of mine was extremely happy to hear from the BBC about Benazir’s plan to come back to the country and joined the election. “Life will change,” said him full of hopes, which deeply marked in [...]

December 27, 2007 // 0 Comments

Kabul – A Failed Mission

http://www.foxnews.com/story/0,2933,312183,00.html A planned attack launched from Pakistan has been foiled, says the spokesman of the ministry. Afghan security forces, meanwhile, arrested a potential homicide bomber as he attempted to board an army bus in Kabul, Interior Ministry spokesman Zemeri Bashary told reporters. Authorities have been wary of attacks targeting army or police buses in Kabul after two such attacks this year. The attacker was from the Pakistani city of Peshawar, Bashary said. Afghan and Western officials say many homicide bombers are trained in neighboring Pakistan and then cross the border into Afghanistan to carry out their attacks. An Afghan soldier kicked the man as he tried to board the bus, and when the attacker fell down, he was unable to detonate his suicide vest, said Kabul police chief Mohammad Salim Hasas. The officials displayed the defused suicide vest for the media and said the attacker was undergoing blood tests because he appeared to be under the influence of drugs. Hasas said the attacker’s identity would not be revealed in hopes he would inform on other attackers. More than 6,000 people have died in insurgency-related violence this year — a record number, according to an Associated Press count based on figures [...]

November 19, 2007 // 0 Comments

Esfahan – Arbain

20 Safar in Islamic lunar calendar is remembered by the Shiite Muslims as Arbain. In Arabic, Arbain means 40. Arbain marks the 40th day after the death of Imam Hossain (10 Muharram, known as Ashura) in the holy war of Qarbala against Muawiyyah dynasty led by Yazid. When I was in Pakistan, I followed the Shiite’s 40 days of mourning, since Ashura (10 Muharram) until Chehlum (20 Safar). In Pakistan, Arbain is known as Chehlum, a Farsi word which means ‘the fortieth’. Interestingly in Iran, the country where Farsi is spoken, they chose to use Arabic word to name the day. Chehlum in Pakistan is a bloody procession. Young boys paraded on streets of earthquake-torn town of Muzaffarabad, while whipping themselves with sharp knives known as zanjir. Check Chehlum Gallery and Chehlum in Muzaffarabad At that time I didn’t speak Farsi and I was unaware that the Shiites in Pakistan used huge amount of terms taken from Farsi language. Interestingly when I attended the procession in Iran, they preferred to use Arabic terms. In Esfahan I experienced a very different way of commemorating Arbain, the end of the mourning period. I went to the Imam Square. Most shops were closed. [...]

March 10, 2007 // 0 Comments

SNAP (2006): Mencari Warna-warni Kehidupan

No. 006/2006 SNAP (Majalah Fotografi) JALAN-JALAN | Asia Selatan Mencari Warna-warni Kehidupan NASKAH & FOTO: AGUSTINUS WIBOWO Ketika saya masih duduk di kelas 1 SD, pernah seorang guru bertanya tentang cita-cita. Saya menjawab dengan polosnya, “Ingin jadi turis!” “Lho, jadi turis, kan, bukan pekerjaan?” katanya terkejut. Hari ini, dua puluh tahun kemudian, saya berada di Afghanistan, setelah satu tahun lebih mengelana melintasi negeri-negeri Asia, dari gunung-gunung tinggi hingga padang pasir tak bertuan. Berjumpa dengan suku-suku terasing di pedalaman, hingga mengunjungi pabrik-pabrik senjata ilegal. Separuh turis, separuh jurnalis. Sama sekali tidak kusangka, cita-cita masa kecil kini tercapai. India Kaya Warna Perjalanan panjang ini adalah perjalanan mencari warna. Menemukan arti kehidupan yang tersembunyi dalam ragam-ragam budaya, serta saling berbagi dengan pembaca yang mungkin tak berkesempatan menengok sendiri. Kamera, bagi saya bukan hanya alat untuk mengabadikan pengalaman, namun juga media berkomunikasi dengan penduduk lokal. Memulai dari Beijing, Cina, setelah tiga bulan perjalanan darat sampailah saya di Nepal, sebuah negeri mungil yang terjepit di antara dua raksasa Asia, India dan Cina. Budaya Hindu begitu mewarnai kehidupan masyarakatnya. Warna mistis dan kepercayaan kuno, disemerbaki oleh harumnya asap dupa yang dibakar oleh para penganutnya, menjadikan Nepal negeri yang penuh misteri, terkunci di antara puncak-puncak salju yang [...]

December 30, 2006 // 5 Comments

Ishkashim – Bodurbekov Family

Alisher (a.k.a Muhammad Bodurbekov) with his cousin “Now you are not guest anymore. You are part of our family. Welcome!” – Muhammad Bodurbekov Since the first minute I arrived in Ishkashim, I was impressed by the hospitality of the people in the Wakhan Valley. I was invited by Muhammad Bodurbekov, 29, to his house in the village. Muhammad, alias Alisher, worked in Dushanbe in Aga Khan’s NGO, MSDSP. He had classes in Khorog and he then had chance to see his family in Ishkashim. He spent a month in the UK for his higher education, and he still maintained his British accent. Alisher was an educated professional and he had so many things to discuss. So before starting, let’s sit on the ‘kurpacha’, the guest welcome matress, which Alisher laid between the pillars of Ali and Muhammad. Sitting on the kurpacha symbolized the acceptance of the welcome gesture from the host. In this house there were Alisher’s father, mother, sister, and some nephews and nieces. Alisher sister was married already but she was staying in her parents’ house. She was married to a man from Shegnon and according to the Shegnon tradition, the first child should be born in the [...]

October 22, 2006 // 0 Comments

1 8 9 10 11 12 15