Den Haag, 24 November 2016: Djainem Moeridjan, Dukun Jawa di Belanda
Sudah hampir 30 tahun orang Jawa bermigrasi dari Suriname ke Belanda. Seiring waktu, tradisi Jawa semakin memudar, perlahan menghilang. Tidak banyak lagi dukun Jawa yang masih bisa melakukan ritual sebagaimana diwariskan leluhur turun-temurun. Tak heran, walaupun Mak Djainem Moeridjan sudah berusia 83 tahun, dia masih sibuk bepergian dari kota ke kota di seluruh penjuru Belanda untuk memenuhi panggilan. Dengan jadwal praktik yang begitu padat, cukup sulit membuat janji temu dengan Mak Djainem. Beruntung, dengan bantuan Ibu Hariette Mingoen—seorang aktivis diaspora Jawa Suriname, saya berhasil menemui Mak Djainem di kompleks apartemen khusus warga lanjut usia Jawa Suriname yang dinamai Wisma Tunggal Karso. Saya langsung merasakan keramahan khas Jawa begitu Mak Djainem membuka pintu rumahnya—kalimat pertamanya adalah permohonan maaf. “Jangan jadi penggalih kalau rumahku agak kotor,” katanya dalam bahasa Jawa Ngoko yang sangat kental. Kisah hidup Mak Djainem berasal dari tanah Jawa. Ayahnya saat itu masih perjaka, sedangkan ibunya semula adalah seorang istri yang sudah punya anak dua. Pada 15 Oktober 1918, mereka bersama-sama naik Kapal Karimata, sebagaimana hampir 600 penumpang yang lain, berangkat dari Semarang menuju Paramaribo, Suriname. Mereka di kapal yang sama, tetapi tidak saling mengenal. Ayah Mak Djainem sebenarnya bernama Satirin, 21 tahun, berasal dari Ngadiluwih, Kediri, naik kapal [...]