Recommended

Tangan Itu Telah Dingin

Tangan itu telah dingin, wajah itu telah mengembang. Tangan yang sama, tangan yang senantiasa membelaiku, tangan yang mencengkeram ranjang ketika merejang melahirkanku, tangan yang begitu terampil membuat kue tart ulang tahunku, tangan yang memukul dan mengajarku, menempeleng sekaligus membelaiku,…. Wajah yang sama, wajah yang senantiasa tersenyum dalam kesakitan, wajah yang begitu jelita, wajah yang lembut namun tidak lemah. Kutatap matanya yang terpejam, begitu tenang, seakan-akan mata itu masih akan membuka perlahan menyambut matahari bersinar.

Tangan itu telah dingin, wajah itu telah mengembang, mata itu tak akan lagi terbuka, selamanya. Tanganku bergetar ketika memasukkan butir-butir mutiara ke tujuh lubang di wajahnya. Kedua mata, tempatku memandang dan mengharap penguatan. Kedua telinga, tempatku membisikkan segala keluh kesah. Kedua lubang hidung, yang teliti mengendusi segala aroma. Bibir yang indah, melantunkan suara emas. Aku tak kuasa. Semua begitu dingin…, dingin yang mati…

Takkan lagi tangan itu menjadi hangat. Takkan lagi wajah itu bercahaya. Takkan lagi mata itu terbuka. Takkan lagi mulut itu berkata-kata. Ia masih cantik, ia tetap cantik. Mama telah beristirahat dengan tenang…, tenang sekali…

Tanganku bergetar. Air mataku membalut ratapan, mengiring ketokan palu yang merapatkan peti matinya. Selamat beristirahat, mamaku tercinta.

Lumajang, 1 Agustus 2010

About Agustinus Wibowo

Agustinus is an Indonesian travel writer and travel photographer. Agustinus started a “Grand Overland Journey” in 2005 from Beijing and dreamed to reach South Africa totally by land with an optimistic budget of US$2000. His journey has taken him across Himalaya, South Asia, Afghanistan, Iran, and ex-Soviet Central Asian republics. He was stranded and stayed three years in Afghanistan until 2009. He is now a full-time writer and based in Jakarta, Indonesia. agustinus@agustinuswibowo.com Contact: Website | More Posts

Leave a comment

Your email address will not be published.


*