Titik Nol 147: Turun Gunung
Kota Muzaffarabad pasca gempa (AGUSTINUS WIBOWO) Setiap seminggu atau sepuluh hari, kami mendapat giliran sekali ‘turun gunung’ ke Muzaffarabad. Sebuah kesempatan untuk melepaskan kejenuhan bekerja di pedalaman. Juga kesempatan untuk berhubungan dengan dunia luar, atau setidaknya bertelepon ria dengan sanak saudara di luar sana. Perjalanan dengan jip dari Noraseri tidak selalu lancar. Jalan sempit menukik lancip di pinggang gunung seringkali tertimbun batu dan pasir dari longsoran, gara-gara hujan lebat semalam. Mobil kami berlari sambil melompat, sementara di bawah sana jurang menganga dalam. “Ayo, sekarang kamu hapalkan puisi ini,” kata Aslam, “Puisi ini wajib hukumnya di Kashmir. Namanya Qaumi Tarana, Syair Kebangsaan.” Walaupun berkibar bersama bendera Pakistan, Azad Kashmir bukan Pakistan. Selain punya bendera, lagu kebangsaan, sendiri, ternyata ada puisi kebangsaannya juga. Baris-barisnya mudah diingat, sajaknya cantik, dan maknanya sederhana. Baghon aur baharonwalla (taman dan musim semi) Daryaon aur kohsaronwalla (sungai dan pegunungan) Jannat ki nazaronwalla (pemandangan surgawi) Jammu Kashmir hamara (Jammu dan Kashmir milik kita) Watan hamara, Azad Kashmir, Azad Kashmir, Azad Kashmir! (Tanah air kita, Kashmir merdeka!) Jalan utama Muzaffarabad yang tetap ramai (AGUSTINUS WIBOWO) Syair ini menyebut keindahan negeri Kashmir – taman, musim semi, sungai, gunung, dan pemandangan surgawi. Saya masih bersusah payah menghafal larik-larik syair itu. Di [...]