Articles by Agustinus Wibowo
The Eagle Hunters (Olgii, Mongolia, 2009) The tradition of eagle hunting (burkutchu) is not about hunting eagles, but using eagle as their weapon when hunting in wilderness. Eagle hunting is regarded as unique tradition of the Kazakh (and also Kyrgyz) in Central Asia, but actually is better preserved in western Mongolia, where environment is comparatively less changed and the people is relatively more isolated to the outside world. Pemburu Elang (Olgii, Mongolia, 2009) Tradisi berburu elang (burkutchu) bukanlah untuk memburu elang, melainkan menggunakan elang sebagai senjata untuk berburu di alam liar. Berburu elang dianggap sebagai tradisi khas bangsa Kazakh (dan juga Kirgiz) di Asia Tengah, tetapi sebenarnya tradisi ini justru lebih terpelihara di Mongolia Barat, di mana alamnya masih relatif tidak terjamah, dan orang-orangnya relatif terisolasi dari dunia luar. [...]
Selimut Debu 4: Penyakit Hunza
Barisan pegunungan “Katedral” di Pasu (AGUSTINUS WIBOWO) Lepas dari penyakit SARS, aku kini berhadapan dengan penyakit lain yang tidak kalah seram: Penyakit Hunza. Perjalanan menuju Hunza diawali barisan puncak menjulang di tepian sungai Hunza di dusun Pasu. Puncak-puncak ini punya bentuk yang aneh, lancip-lancip dan rapat seperti duri durian. Tetapi deskripsi yang lebih cocok mungkin julukan dari para turis asal Eropa yang menyebut pegunungan Tupopdan ini sebagai “Katedral”—bentuk kerut-kemerut puncak itu seperti ratusan menara lancip yang menusuk angkasa pada ketinggian 5.828 meter. Aku berjalan kaki menyusuri jalan-jalan kecil di dusun, menghirup segarnya udara pegunungan Himalaya. Siapa yang tidak terpekur di bawah kegagahan dan kebesaran Gunung-gunung Agung, yang seakan mendendangkan melodi-melodi nyanyian bisu dan megah, membahana menebarkan jala kesunyian di sepanjang barisan gunung dan lembah Karakoram? Pasu adalah sebuah dusun kecil yang dianugerahi mukjizat alam yang paling istimewa: barisan gunung raksasa yang tak henti bernyanyi, aliran sungai yang deras membelah bumi, gletser mahabesar yang putih bersinar (konon gletser ini termasuk tiga gletser terbesar di seluruh dunia!). Kalau kau mengira, pemandangan Pasu yang paling memabukkan ini sudah klimaks dari perjalanan Karakoram, kau salah! Ini masih belum ada secuil dari kecantikan alam yang disohorkan oleh Pakistan Utara. Gunung-gunung raksasa masih berbaris hingga ke [...]
#1Pic1Day: Parade Bangsa | Parade of Nation (Olgii, Mongolia, 2009)
Parade of Nation (Olgii, Mongolia, 2009) The western province of Bayan Olgii in Mongolia is dominated by the Muslim Kazakh minority. They still preserve distinctive culture and are proud of their strong identity among the Mongolian community. Parade Bangsa (Olgii, Mongolia, 2009) Provinsi Bayan Olgii di Mongolia Barat didominasi bangsa minoritas Muslim Kazakh. Mereka masih mempertahankan kebudayaan khas dan identitas yang kuat di tengah masyarakat Mongol. [...]
Selimut Debu 3: Nyanyian Bisu
Perempuan Tajik dari Tashkurgan, China (desa terakhir sebelum Khunjerab Pass), punya kebiasaan memakai topi di bawah kerudung. (AGUSTINUS WIBOWO) Gunung-gunung itu bisu, tapi mereka seakan bernyanyi begitu merdu. Perjalanan dari Kashgar menuju Pakistan bisa ditempuh dalam waktu dua hari dengan menggunakan bus internasional. Karakoram Highway, yang diklaim oleh Pakistan sebagai keajaiban dunia kedelapan, dianggap sebagai mahakarya bikinan manusia. Jalan raya yang menghubungkan Kashgar dengan Islamabad itu menembus gunung-gunung tinggi mencapai ketinggian lebih dari 5.000 m di atas permukaan laut. Banyak orang yang mengatakan, Karakoram adalah jalan perbatasan yang paling indah di dunia. Perbatasan China-Pakistan terletak di Khunjerab Pass. Ada sebuah patok yang menandai batas itu, di puncak sebuah bukit yang berangin kencang. Di sisi China, tergambar lambang negara China dan tulisan nama negara. Demikian juga di sisi Pakistan. Nampaknya wabah SARS di China cukup menyeramkan bagi Pakistan yang tidak mempunyai fasilitas kesehatan semodern China. Karena itu mereka sangat berhati-hati, bisa juga dibilang berlebihan, terhadap semua pendatang dari China. Perbatasan China-Pakistan baru saja dibuka dua hari lalu, dan aku termasuk salah seorang turis asing pertama yang menyeberang dari China menuju Pakistan. Dalam bus yang aku tumpangi ini, hanya akulah satu-satunya orang asing. Sebagian besar penumpang adalah para pekerja China yang hendak [...]
Selimut Debu 2: Kota Kuno Jalur Sutra
Sepasang suami istri Uyghur (AGUSTINUS WIBOWO) Dari Urumqi aku langsung melanjutkan perjalanan menuju Kashgar, 30 jam dengan kereta api kelas kambing yang paling murah. Apakah ini masih di China? Aku bertanya-tanya. Di tengah hiruk-pikuk ini, yang ada cuma orang-orang yang berbicara bahasa yang begitu asing. Lihatlah mata mereka yang besar dan bercahaya itu! Lihatlah betapa mancung hidupnya! Juga topi tradisional besar yang dipakai para lelaki, kerudung warna-warni dari para perempuannya. Sementara aku, yang selama ini tidak pernah merasa jadi orang asing di China karena perawakanku, kini seperti sudah berada di negeri lain. Para penumpang kereta termurah ini mungkin hanya orang Uyghur. Mereka bilang, orang China Han tidak akan berani menumpang kereta ini. Semula pandangan mereka sangat sinis ketika aku memasuki gerbong. Setelah aku memakai kopiahku dan menjelaskan pada mereka aku orang “Indonosia”, seketika itu pula mereka menjadi sangat ramah dan berusaha berbagi cerita denganku. Tapi sungguh sulit memahami apa yang mereka ucapkan, sebab bahasa Mandarin mereka jauh lebih buruk daripada aku yang orang asing ini, walaupun mereka adalah warga negara Republik Rakyat China. Orang-orang Uyghur adalah orang-orang yang riang dan bersahabat. Tiada waktu tanpa tawa, dan mereka sangat suka berkenalan dengan orang-orang tak dikenal. Perjalanan bukan hanya sekadar perpindahan yang [...]
#1Pic1Day: Membeku | Freezing (Tsagaan Nuur, Mongolia, 2009)
Freezing (Tsagaan Nuur, Mongolia, 2009) Mongolia is identical with harsh winter. But once in several years, the people suffer from “extremely harsh winter”, known as zud, in which temperature can drop down below minus 60 Centigrade and animals (also people) are dying because of the extreme condition. Membeku (Tsagaan Nuur, Mongolia, 2009) Mongolia identik dengan musim dingin yang tidak bersahabat. Walaupun demikian, setiap beberapa tahun sekali, orang Mongolia masih harus mengalami “musim dingin ekstrem” yang jauh lebih ganas. Dikenal sebagai zud, musim ini adalah saat di mana suhu bisa turun hingga di bawah -60 derajat Celcius yang menyebabkan kematian hewan-hewan ternak (juga manusia) dalam jumlah besar. [...]
Selimut Debu 1: Sebuah Kisah Cinta
Impian tentang lembah hijau di negeri perang (AGUSTINUS WIBOWO) Sayup-sayup dia berbisik memanggil dan menyapa, dengan suara yang lemah, lembut, namun dalam, dari balik cadar birunya. Sebuah suara yang menggetarkan hati siapa pun yang mendengarnya. Aku tahu pasti, ada sepasang mata besar yang indah yang tersembunyi di balik sana, menatap tajam penuh pengharapan. Ada seraut wajah putih berhiaskan dandanan cantik, terselubung dalam cadar biru yang kelam. Dan aku berbisik padanya,“Izinkanlah aku menyingkap cadarmu …” Kisah cintaku dengannya di tengah kengerian perang sebenarnya dimulai dari sebuah mimpi. Tentang sepasang mata. Tentang ekspresi misterius di balik cadar pekat. Tentang suara lembut di lembah hijau yang dikelilingi kegersangan padang membentang. Mimpi itulah yang membawaku berjalan ribuan kilometer, untuk menemukan rahasianya, menikmati kecantikan wajahnya, ikut merasakan air matanya yang mengalir di kedua belah pipinya. Saat itu aku masih seorang pelajar di sebuah universitas ternama di kota Beijing. Kengerian baru melanda seluruh negeri. Penyakit misterius merebak, orang-orang meninggal begitu saja. Setiap hari televisi sibuk menyiarkan, berapa kasus tertular, berapa kasus tewas. Kita bahkan tak berani menghirup udara, karena virus-virus penyebar penyakit berbahaya itu bisa saja tiba-tiba hinggap di tubuh, membunuh tanpa ba-bi-bu. Siapa yang tidak takut mati? Virus yang tak sampai sepersejuta meter itu membuat [...]
#1Pic1Day: Kekosongan Sempurna | Total Emptiness (Khovd, Mongolia, 2009)
Total Emptiness (Khovd, Mongolia, 2009) With land area not so much different with Indonesia, Mongolia is inhabited by not more than 3 million people (compared to 240 million in Indonesia). Vast and empty is the dominant impression of Mongolian pastureland. Kekosongan Sempurna (Khovd, Mongolia, 2009) Dengan luas area yang tidak jauh berbeda dengan Indonesia, Mongolia hanya dihuni tidak lebih dari 3 juta jiwa (bandingkan dengan 240 juta penduduk Indonesia). Luas dan kosong adalah impresi dominan dari padang rumput Mongolia. [...]
Jawa Pos (2013): Perjalanan Akbar Musafir Lumajang
27 Oktober 2013 Perjalanan Akbar Musafir Lumajang Oleh J. SUMARDIANTA REPUBLIK Mauritius merupakan kasus tidak lazim multikulturalisme. Pulau kecil di Samudra Hindia, terapat bermukim bagi lebih dari sejuta orang keturunan Afrika, Eropa, India, dan Asia Tenggara. Di situ pelbagai agama, bahasa, dan. tradisi etnis bergabung dalam kultur harmonis. Tiada negeri lain di belahan dunia mana pun bisa seotentik Mauritius. Negeri mungil itu merdeka dari Inggris pada 1968. Sumber daya yang terbatas dan keragaman etnis mengancam kelangsungan perdamaian. Mayoritas penduduk keturunan India. Kaum minoritas khawatir dikesampingkan. Sedari awal Mauritius diprediksi bakal hancur terjerumus kekisruhan politik, agama, ras, dan etnis. Namun, warga Mauritius, dengan komitmen dasar merayakan perbedaan, merancang konstitusi yang menyantuni semua orang di sekujur negeri. Sebagian besar kursi parlemen diberikan kepada para wakil terpilih dalam pemilu. Delapan kursi dicadangkan buat “peserta kalah pemilu” yang menduduki peringkat terbaik. Kursi cadangan menjamin keterwakilan seimbang kaum minoritas. Keragaman agama dan budaya membuat masyarakat Mauritius memiliki banyak hari libur. Mereka sampai kesulitan membereskan pekerjaan karena setiap kelompok tidak bersedia menghapus hari libur mereka. Dibuatlah kesepakatan: bila suatu kelompok merayakan hari libur, semua ikut merayakan. Hari-hari libur keagamaan tertentu dirayakan rakyat seluruh negeri. Semua orang menghormati Diwali Hindu, [...]
Garis Batas 96: Good Boy
Agustinus Wibowo di Perbatasan Pakistan dan Afghanistan. Tentara perbatasan Uzbekistan memang terkenal sangat merepotkan. Penggeledahan barang-barang bawaan sudah menjadi prosedur wajib. Tetapi masih ada yang lebih melelahkan dan menjengkelkan dari ini. Sudah hampir satu jam saya berdiri di hadapan tentara muda itu, dengan semua barang bawaan saya tertata amburadul di atas meja bea cukai. Kaos dan celana-celana lusuh bertumpuk-tumpuk seperti gombal, membuat dia mirip pedagang keliling baju bekas, dan membuat muka saya merah padam. Puas mengobrak-abrik semua isi tas ransel, tentara itu langsung memerintah saya cepat-cepat mengemas kembali semua barang itu. Seperti diplonco rasanya. Saya disuruh mengikutinya, ke sebuah kamar kecil dan tertutup di pinggir ruangan. Ukurannya cuma 2 x 3 meter, sempit sekali, dengan sebuah kasur keras di sisinya. Begitu saya masuk, dia langsung mengunci pintu. Apa lagi ini? Saya berduaan dengan tentara tinggi dan gagah yang mengunci pintu di sebuah kamar dengan ranjang yang nyaman, dan sekarang dia menyuruh saya menungging. Dia mulai menggerayangi tubuh saya dengan kedua tangannya. Jangan berpikir yang aneh-aneh dulu. Setelah barang bawaan yang diperiksa, kini giliran tubuh saya yang diteliti habis-habisan. Dari ujung kepala sampai ke ujung kaki. Dan ini dalam arti harafiah. Ujung sepatu saya diketok-ketok. Kebetulan sepatu yang saya pakai ini [...]
#1Pic1Day: Hampir Menghilang | Almost Disappear (Darkhad, Mongolia, 2009)
Almost Disappear (Darkhad, Mongolia, 2009) For thousands of years, the reindeer herders have roamed the taiga of northern Mongolia—a stretch of beautiful wilderness of mountains, taiga forest, and ice at the country’s border with Siberia. Researchers say, Mongolia’s last nomadic reindeer people could disappear soon along with natural destruction and climate change. Hampir Menghilang (Darkhad, Mongolia, 2009) Selama ribuan tahun, para penggembala rusa salju telah menjelajah hutan-hutan taiga di Mongolia utara, yang merupakan barisan gunung liar yang indah berselimutkan es di daerah perbatasan dengan Siberia. Menurut para ahli, para penggembala rusa salju ini adalah yang terakhir di Mongolia dan tradisi ini bisa hilang sama sekali karena perusakan alam dan perubahan iklim. [...]
Jakarta Post (2013): What Writers Think About Travel Writing
http://www.jakpost.travel/news/what-writers-think-about-travel-writing-SDjzu7QgZ6JLP83q.html What writers think about travel writing By Raditya Margi, The Jakarta Post, Ubud | Oct 24, 2013 The Ubud Writers & Readers Festival (UMRF) 2013 in Bali brought several renowned travel writers such as Tony Wheeler, the founder of Lonely Planet publications, and Don George, who writes for many top-tier travel media like National Geographic Traveler. The two, along with Indonesian travel writers and book authors Trinity and Agustinus Wibowo, appeared on a panel discussion titled “The Traveler”, one of 75 main sessions on the UWRF. As the format becomes increasingly popular, masters such as Wheeler and George offered insights into what makes good travel writing. It is more than just a whimsical description of a faraway place. Wheeler said the content must be accurate, while Agustinus said that it must always be honest non-fiction. “Travel writing is fundamentally about a place – it’s about illuminating a place,” said George to The Jakarta Post Travel on the sidelines of the main panel session. According to George, there are two types of travel writing: the guidebook style and storytelling. “Guidebook writing is about giving central information – like where to stay and where to eat; and then there’s [...]
#1Pic1Day: Bocah dan Rusa Salju | Reindeer Boy (Darkhad, Mongolia, 2009)
Reindeer Boy (Darkhad, Mongolia, 2009) In most herding communities, usually it’s the duty of young boys to take care flocks of cows and sheep, and known as “cowboys”. But for the reindeer herding community of Tsaatan people living in northern taiga of Mongolia, it’s not the ordinary flocks they have to take care of, but the white and mystical reindeers. Bocah dan Rusa Salju (Darkhad, Mongolia, 2009) Dalam kebanyakan masyarakat penggembala, biasanya sudah menjadi kewajiban anak lelaki untuk menjaga kawanan sapi dan kambing, sehingga dikenal istilah koboi. Tetapi bagi masyarakat Tsaatan yang merupakan penggembala rusa salju di hutan taiga di Mongolia utara, bocah-bocah ini bukan menjaga hewan ternak biasa, melainkan rusa salju putih dan mistis yang konon merupakan kendaraan Sinterklas itu. [...]
Garis Batas 95: Tangan Tuhan
Belajar menembak (AGUSTINUS WIBOWO) Saya ingat, tak sampai dua bulan yang lalu, saya datang ke KBRI Tashkent dengan bercucuran air mata. Empat ratus dolar saya tiba-tiba raib dari dompet, yang saya sendiri pun tak tahu bagaimana ceritanya. Ceroboh, ceroboh, ceroboh, saya memaki-maki sendiri. Satu per satu diplomat dan staf KBRI duduk di hadapan saya, memberikan penguatan. “Gus, mungkin Tuhan memang punya kehendak,” kata Pak Pur, seorang diplomat, “mungkin dengan kejadian ini Tuhan mengingatkan kamu supaya lebih rajin bekerja, lebih rajin memotret, lebih rajin menulis. Semua itu ada hikmahnya.” Pak Pur kemudian bercerita tentang puluhan ribu dolar yang dicuri orang waktu naik kereta di Rusia. Lebih sakit rasanya. Tetapi akhirnya beliau juga bisa mengikhlaskan. Bicara tentang Tuhan, mengapa Tuhan tak mengizinkan saya melanjutkan perjalanan lagi, saya ingin sekali melihat negeri-negeri Kaukasus yang dilupakan orang, eksotisnya padang pasir Timur Tengah, serta Afrika yang liar. Apa daya, Tuhan tak mengizinkan, uang saya tak banyak lagi tersisa. Empat ratus dolar, begitu besar artinya bagi saya. Mungkin Pak Pur benar, Tuhan berkehendak lain. Setelah meratap berhari-hari, saya akhirnya berusaha bangkit dari keterpurukan. Saya mencari lowongan kerja di sana-sini, mengontak kawan ini dan itu, hingga pada akhirnya, hari ini, saya tersenyum kecil melihat sebuah visa Afghanistan [...]
DailySylvia (2013): Yang Tersisa dari Ubud Writers & Readers Festival
http://www.dailysylvia.com/2013/10/23/yang-tersisa-dari-ubud-writers-readers-festival/ Yang Tersisa Dari Ubud Writers & Readers Festival 23 Oct 2013 agustinus wibowo, daniel ziv, goenawan mohamad, laksmi pamuntjak, ubud, uwrf 2013 by oldy Merayakan “Buku, pesta dan cinta” di tanah dewata. Sejak berdomisili di Ubud beberapa tahun terakhir, Ubud Writers & Readers Festival (UWRF) masuk dalam agenda wajib tahunan dan paling saya nantikan. Tema UWRF 2013 sama dengan UWRF yang digelar pertama kalinya pada 2004 silam, ‘Through Darkness to Light’ (Habis Gelap Terbitlah Terang), sebagai tema perayaan 10 tahun festival yang dilaksanakan pada 11 – 15 Oktober 2013 lalu. Seperti di UWRF sebelumnya, tahun ini saya melompat dari satu sesi ke sesi lain. Mayoritas diskusi panel yang saya hadiri sangat baik – terorganisir, moderator proaktif, panelis yang tampil pun komprehensif dan alur diskusi sejalan dengan tema. Tetapi beberapa sesi diskusi masih perlu perbaikan, baik dari segi tema maupun panelis yang berpartisipasi. Saatnya Wanita Angkat Bicara Sesi ‘Women in Ancient Text’ yang dipimpin Laksmi Pamuntjak menampilkan Helen Creese – profesor bahasa dan penulis, dan I Nyoman Darma Putra – dosen sastra Indonesia di Universitas Udayana, dengan tema perempuan dan perannya dalam sastra lama. Helen memberi rangkuman tentang bagaimana cara perempuan berpikir, merasa dan menempatkan diri di masa [...]
#1Pic1Day: Dukun | Shamanism (Darkhad, Mongolia, 2009)
Shamanism (Darkhad, Mongolia, 2009) The Tsaatan people living in the northern taiga of Mongolia are known as among the most powerful shamans in the country. Shamanism has rooted in Mongolian tradition far before the arrival of religions, and is still significant in the people’s life until today. Dukun (Darkhad, Mongolia, 2009) Bangsa Tsaatan yang tinggal di hutan-hutan taiga di Mongolia utara dikenal sebagai dukun terkuat di negara itu. Shamanisme, atau perdukunan, telah mengakar kuat dalam tradisi bangsa Mongol jauh sebelum datangnya agama-agama, dan masih punya peran signifikan dalam kehidupan masyarakat Mongol hingga hari ini. [...]
Garis Batas 94: Kembali ke Dunia Normal
Pagi di Turkmenabat (AGUSTINUS WIBOWO) Eksodus. Lima hari di negeri yang penuh keanehan dan keajaiban sudah lebih dari cukup untuk mendorong setiap bintik sel dalam tubuh saya menggelegak, tak sabar lagi untuk kembali ke dunia normal. Ruhnama memang punya gaya gravitasi yang tiada duanya. Para penumpang kereta bak magnet tertarik ke arah saya, orang asing dari negeri seberang yang begitu khusyuk membaca Ruhnama. Ada yang antusias melantunkan lagu kebangsaan Turkmenistan, “Ciptaan agung Sang Turkmenbashi, tanah air, negeri berdaulat, Turkmenistan cahaya dan nyanyian jiwa, berjayalah selama-lamanya…” Saya jadi akrab dengan Kalkali, seorang tentara muda berumur 20 tahun. Dia adalah minoritas etnik Azeri, wajahnya tampan, alisnya tebal, hidungnya mancung, mata lebarnya hitam pekat, dan perawakannya sangat gagah perkasa. Orang-orang Azeri, pemilik negara Azerbaijan di seberang Laut Kaspia sana, adalah salah satu kaum minoritas terbesar di Turkmenistan. Kalkali bukan orang Turkmen biasa, dunianya bukan cuma Ruhnama. Dia sudah pergi ke Kyrgyzstan, Uzbekistan, India, Sri Lanka, sebagai atlet sepak bola nasional. “Saya juga sudah melihat dunia,” katanya bangga. Sekarang Kalkali jadi tentara. Semua pria Turkmen harus menjalani wajib militer selama dua tahun. Tentang kehidupannya sebagai tentara, Kalkali cuma bilang lumayan dan tidak terlalu buruk. Gajinya 5 dolar per bulan. Masih jauh lebih bagus daripada [...]
#1Pic1Day: Bahkan Sinterklas pun Pakai Hape | Even Santa Has Mobile (Darkhad, Mongolia, 2009)
Even Santa Has Mobile (Darkhad, Mongolia, 2009) The taiga in northernmost Mongolia is inhabited by the Tsaatan people, famous for being the only reindeer breeding people in the world. They live in northern isolated mountains bordering with Russia, but modern technology has starts to show its existence. Blank CD hung on the window is believed to gather strong mobile signal, at least enough to say hello and send text message. Bahkan Sinterklas pun Pakai Hape (Darkhad, Mongolia, 2009) Daerah hutan taiga di ujung paling utara Mongolia dihuni oleh bangsa Tsaatan, yang terkenal sebagai satu-satunya bangsa penggembala rusa salju di dunia. Mereka tinggal di pegunungan terpencil yang berbatasan dengan Rusia. Namun teknologi modern sudah mulai menunjukkan diri di sini. CD yang digantung di jendela dipercaya dapat memperkuat sinyal telepon genggam, setidaknya cukup untuk mengucap halo dan berkirim SMS. [...]
Garis Batas 93: Histeria
Penuh sesak (AGUSTINUS WIBOWO) Sepeninggal Sang Pemimpin Agung, kehidupan di negeri Turkmenia perlahan-lahan kembali seperti sedia kala. Pengganti Turkmenbashi, Gurbanguly Berdimuhammedow, menjanjikan perubahan besar-besaran. Orang Turkmen sudah terbiasa dengan kehidupan macam ini bertahun-tahun. Tak ada yang mengharap perubahan drastis. Ruhnama masih tetap menjadi bacaan wajib, dan foto Turkmenbashi masih menjadi emblem semua saluran televisi. Turkmenistan, masih menjadi negerinya Turkmenbashi. Tetapi bayang-bayang Sang Turkmenbashi, tiga bulan setelah kematiannya, masih terlalu kuat. Foto-foto Gurbanguly perlahan-lahan mengisi sudut-sudut kota, dengan wajah, sorot mata, ekspresi, dan emosi yang mirip pendahulunya. Gurbanguly mungkin juga akan menjadi Turkmenbashi jilid II. Siapa tahu? Lima belas tahun telah membuat sebuah dunia Turkmenia, yang khas Turkmen dan hanya ada di Turkmenistan. Sebuah dunia utopia penuh fantasi yang tak akan pupus begitu saja sepeninggal Sang Pemimpin. Hari ini, dengan berat hati saya harus meninggalkan Kota Cinta Ashgabat, meninggalkan semua kenangan indah tentang kota antah berantah yang diciptakan oleh Sang Pemimpin. Kontras-kontras kehidupan yang sama sekali berlawanan tiba-tiba saja terpampang di hadapan saya. Sisi kehidupan berbeda yang diciptakan oleh Pemimpin yang sama. Hiruk pikuk lautan manusia yang memenuhi stasiun kereta Ashgabat sore ini. Mulai dari bisik-bisik, tangisan, hingga pekik lantang, semua terdengar bercampur baur mengisi [...]
#1Pic1Day: Musim Pindahan | Moving Season (Khovsgol, Mongolia, 2009)
Moving Season (Khovsgol, Mongolia, 2009) As winter is not so far away, river streams are drying and grass in pastureland is yellowing, the Mongolian nomads start to pack their yurt and animals to move to their winter encampment. The nomadism is still way of life for many Mongolians, moving out is part of their nomadic routine. Musim Pindahan (Khovsgol, Mongolia, 2009) Musim dingin sudah menjelang, sungai-sungai pun mulai mengering dan rerumputan di padang sudah menguning. Para penggembala nomaden Mongolia sudah mulai mengemas kemah dan mengumpulkan semua ternak mereka untuk berpindah ke tempat permukiman musim dingin. Nomadisme masih merupakan cara hidup utama bagi kebanyakan orang Mongolia, dan berpindah adalah bagian dari rutinitas bangsa nomaden. [...]