Articles by Agustinus Wibowo
Tabubil dihidupi oleh emas dan tembaga. Kemakmuran dan kemodernan kota ini dikelilingi kepungan kemiskinan dan keterbelakangan Papua Nugini tentu membuat orang bertanya-tanya: bagaimana kehidupan warga asli pemilik semua kekayaan alam ini? Dalam kultur bangsa Melanesia penghuni asli Pulau Papua, berlaku konsep tanah adat yang sangat kuat. Walaupun kita melihat kekosongan di mana-mana karena penduduk pulau raksasa ini sangat jarang, sesungguhnya tidak ada tanah yang tanpa pemilik. Di mana sebuah suku berladang, di situlah tanah adat suku itu. Di mana mereka berburu, di situ pula tanah adat mereka. Bahkan di mana kakek nenek moyang mereka dulu diceritakan pernah berkunjung atau meminum air dari sebuah sungai, di situ bisa pula diklaim sebagai tanah adat mereka. Pendek kata, di hutan atau sungai atau gunung yang paling terpencil mana pun kita berada, kita harus ingat bahwa tetap selalu ada pemilik tanah itu—yang sering kali entah siapa dan berada di mana. Itulah sebabnya, ketika perusahaan Ok Tedi mau membuka pertambangan emas dan tembaga di daerah pegunungan ini, mereka harus terlebih dahulu mencari suku-suku pemilik tanah adat dan bernegosiasi. Dalam konsep tanah adat bangsa Papua, tidak ada tanah yang dimiliki pribadi—semua tanah adalah milik bersama satu suku tertentu. Dan tanah itu tidak diperjualbelikan, hanya bisa disewakan. [...]
Tabubil 17 Oktober 2014: Apakah Saya Masih di Papua Nugini?
Kota ini mengejutkan saya. Bangunan modern berpagar-pagar berbaris rapi sepanjang dua sisi jalan beraspal mulus. Tidak ada sampah berceceran. Tidak ada bercak-bercak merah ludahan pinang di dinding maupun jalanan. Semua orang menyeberang jalan hanya pada jalur penyeberangan. Sungguh saya bertanya: Apakah saya masih di Papua Nugini? Tabubil adalah sebuah kota kecil dan sunyi di kaki Pegunungan Bintang, dikelilingi barisan pegunungan yang diselimuti rimba tropis yang teramat lebat. Sesungguhnya, dengan lokasi yang terpencil ditambah kondisi geografisnya, Tabubil bukanlah material untuk menjadi kota modern. Curah hujan di daerah ini termasuk yang tertinggi di dunia. Lebih dari 300 hari dalam setahun, Tabubil diguyur hujan. Dan hujan di Tabubil itu sungguh bagai air bah yang mencurah dari langit tanpa belas kasihan. Awan gelap bisa menggelayut di langit Tabubil sampai berhari-hari, dan penduduk selalu pergi ke mana-mana dengan membawa payung. Tabubil ada karena tambang. Pada tahun 1976, perusahaan pertambangan Australia, BHP, mulai bernegosiasi dengan pemerintah Papua Nugini untuk memegang kontrol atas tambang emas dan tembaga di daerah ini. Pada tahun 1981, perusahaan tambang Ok Tedi Mining Limited terbentuk dengan BHP sebagai pemegang kepentingan utama. Perusahaan inilah yang membangun Tabubil menjadi kota pertambangan. Tabubil terletak pada sebuah jalan utama yang belum sepenuhnya beraspal, yang berawal dari [...]
[Kimberley Echo]: Region tantalises travel writer
An article in a local Kimberley newspaper on the fabulous Kimberley Writers Festival, Kununurra, Australia, 2-4 September 2016 Rourke Walsh Indonesian travel writer Agustinus Wibowo likes to immerse himself in the culture of a region before putting pen to paper. Having travelled extensively through Asia for his first three books, he said the “magical and exotic beauty” of the Kimberley could bring him back and feature as the subject of a future work. The writer was one of several authors and playwrights in Kununurra for the 11th annual Kimberley Writers’ Festival at the weekend. Wibowo’s travels include hitchhiking his way across Asia for 18 months on a shoestring budget of $US2000 before spending more than a year living in war-torn Afghanistan. He said before the weekend, he knew little of the Kimberley, despite its relative closeness to his homeland. “The Kimberley is so close to Indonesia, it’s actually closer than it is to Perth,” he said. “The landscape is fabulous and for me there is a magical and exotic beauty about it.” Wibowo said while this was unfortunately just a flying visit before jetting back to Jakarta for other commitments, the Kimberley had left a lasting impression on him. “I [...]
[Dewi] Agustinus Wibowo–Perjalanan Mencari Cerita
Dari pencarian personal, ia tergugah merambah zona-zona konflik dunia dan mendengar cerita-cerita penghuninya. DEWI September 2016 DUNIA PRIA (LINDA CHRISTANTY) IDENTITAS adalah masalah yang menyertai dirinya tumbuh di Lumajang, sebuah kota di Jawa Timur. Ia berbicara Bahasa Jawa dengan orangtuanya di rumah, tetapi mereka bukan keluarga Jawa bagi orang-orang di sekitar. Ajaran dan tradisi Islam dalam masyarakat telah mempengaruhi pikirannya sebagai seorang bocah, sehingga ia meminta kepada orangtuanya agar ia dikhitan seperti teman-temannya yang lain. Tetapi ia dan keluarganya bukan Muslim. Ia tak mengenal kampung halaman yang lain selain kota lahirnya, tetapi ada orang-orang yang menganggapnya orang asing dan meneriakinya, “Cina, Cina….” di jalanan. “Karena itu saya sering merasa tidak aman. Saya memilih naik becak dari rumah menuju tempat yang hanya berjarak sekitar 200 meter sekalipun,” tutur Agustinus Wibowo, penulis buku-buku perjalanan yang mengisahkan zona-zona konflik dunia. Ia pun melewati masa remaja dengan memikirkan hal yang paling mendasarkan dari keberadaan manusia di muka bumi ini, “Siapakah saya?” Pada Mei 1998 kerusuhan anti Cina merebak di Jakarta, mengiringi akhir kekuasaan Presiden Soeharto. Tetapi ia dan keluarganya tidak bisa lari ke luar negeri untuk menyelamatkan diri. “Paspor saja kami tidak punya,” katanya. Perekonomian keluarga mereka pun hanya [...]
Detik.com: Papua Nugini hingga Singkawang, Ini 5 Titik bagi Buku Baru Agustinus Wibowo
Rabu, 14 Sep 2016 16:16 WIB · Tia Agnes – detikHOT tautan Beijing – Lebih dari satu dekade melakukan perjalanan, Agustinus Wibowo kembali menelaah apa yang terjadi di negaranya. Pria kelahiran Lumajang, Jawa Timur itu berencana untuk bepergian ke lima titik lokasi yang merupakan fragmen-fragmen dari proyek buku baru yang kini sedang digarapnya sejak dua tahun lalu. Fragmen pertama adalah perbatasan Papua dengan Papua Nugini yang sudah ditinggalinya selama tiga bulan di sana. Ada empat titik lokasi atau destinasi lainnya yang akan dikerjakan sebagai proyek baru. “Saya berencana akan ke Toraja untuk memahami bagaimana agama tua bertahan di tengah-tengah agama baru. Ada Aceh untuk mempelajari bagaimana penerapan pasca syariat Islam,” ujarnya ketika berbincang di sela-sela Beijing International Book Fair (BIBF) 2016 di China International Exhibition Center, Beijing, belum lama ini. Baca Juga: Agustinus Wibowo Bicara Soal Proyek Buku Baru Selain itu, Agus akan menjelajahi Pulau Dewata untuk mencari tahu identitas Bali bertahan di tengah perubahan globalisasi. Serta Singkawang tentang etnis Tionghoa sampai pasca Reformasi. “Benang merahnya bisa dibilang tentang identitas, dari sudut pandang orang Indonesia sendiri. Bagaimana suara orang Indonesia, bagaimana orang Indonesia menggali negaranya sendiri, itu yang saya gali,” lanjut Agus. Simak: Agustinus Wibowo Kritisi Orang Asing yang [...]
Detik.com: Agustinus Wibowo Kritisi Orang Asing yang Tulis Buku Perjalanan Indonesia
Rabu, 14 Sep 2016 15:43 WIB · Tia Agnes – detikHOT tautan Catatan: Saya rasa saya perlu sedikit mengklarifikasi artikel ini. Tampaknya jurnalis yang mewawancara tidak menyampaikan maksud saya secara tepat. Saya BUKAN mengkritisi orang asing yang menulis buku perjalanan Indonesia, melainkan ketiadaan buku perjalanan tentang Indonesia yang ditulis oleh orang Indonesia sendiri yang mampu menembus pasar internasional. Ini karena tidak banyak penulis perjalanan Indonesia yang menulis tentang Indonesia sendiri, atau masih relatif rendahnya kualitas tulisan perjalanan kita. Beijing – Agustinus Wibowo yang dikenal dengan narasi perjalanan ‘Titik Nol’ tengah menggarap proyek nasionalisme baru tentang Nusantara. Dia pun mengkritisi buku travel writing Indonesia yang ditulis oleh penulis asing. “Kebanyakan buku tentang Indonesia malah ditulis oleh orang asing. Begitu banyak minat orang luar tapi stok buku kita yang sangat terbatas. Itu hal yang sangat miris,” katanya ketika berbincang dengan detikHOT di sela-sela Beijing International Book Fair (BIBF) 2016, belum lama ini. “Bukan masalah siapa yang menulis, tapi perspektif kita yang pasti berbeda. Artinya bangsa kita didefinisikan menurut perspektif orang luar,” lanjutnya lagi. Simak: Agustinus Wibowo Bicara Soal Proyek Buku Baru Atas alasan tersebut, Agus mencoba memahami kembali apa makna nusantara, dan mencoba menelaahnya ke lima titik. Lokasi tersebut yang didatanginya [...]
Detik.com: Agustinus Wibowo Bicara Soal Proyek Buku Baru
Rabu, 14 Sep 2016 13:46 WIB · Tia Agnes – detikHOT tautan Beijing – Perjalanan Agustinus Wibowo melintasi negara-negara di Asia Selatan dan Asia Tengah yang terangkum dalam buku trilogi membuat namanya kian dikenal publik. Dari Beijing, sarjana Ilmu Komputer Universitas Tsinghua itu memulai petualangan perjalanan darat keliling Asia. Kini sebelas tahun kemudian, Agus muncul dengan proyek terbaru, semangat serta antusiasme yang tak kalah seru dari buku-buku sebelumnya. Tak lagi menceritakan tentang negara-negara berakhiran ‘tan’ maupun rencana penaklukan ke belahan benua Afrika, namun kali ini Agus kembali melihat ‘ke dalam’. Negara asalnya yang kaya akan budaya dan beragam cerita di dalamnya. Lewat tema ‘Nusantara’, Agus menjelajahi kawasan-kawasan yang berbeda yang bakal menjadi proyek buku berikutnya. Indonesia dipilihnya sebagai fokus pencarian dengan berbagai alasan. Ditemui di sela-sela kemeriahan stand Nasional Indonesia di ajang Beijing International Book Fair (BIBF) 2016, akhir Agustus lalu, Agus menjelaskan tentang rencana proyek terbarunya tersebut. “Indonesia adalah negara yang secara ajaib masih berdiri dengan utuh, ada ratusan etnik dan bahasa yang beragam. Setelah Reformasi pun Indonesia masih berdiri, itu jadi misteri sekaligus pertanyaan, ada kekuatan apa di balik Indonesia. Saya ingin memahami apa itu Indonesia, apa makna menjadi Indonesia, dan apa yang menyatukan Indonesia sampai sekarang [...]
[Detik] Hak Cipta Buku ‘Titik Nol’ Agustinus Wibowo Terjual ke Penerbit Vietnam
Detik Sabtu, 27 Ags 2016 19:40 WIB · Tia Agnes – detikHOT Beijing – Di hari keempat Beijing International Book Fair (BIBF), hak cipta buku ‘Titik Nol’ atau dalam bahasa Inggris berjudul ‘Zero’ karangan Agustinus Wibowo berhasil terjual. Hak cipta buku bergenre travel writing tersebut dibeli oleh penerbit asal Vietnam, Chibooks. Hal tersebut dikatakan oleh International Marketing Gramedia Publisers, Yudith Andhika RH. “Setelah proses negosiasi, hari ini hak cipta Titik Nol berhasil dijual. Ini pencapaian luar biasa dan kabar bahagia bagi kami,” katanya ketika mengobrol di booth Gramedia di BIBF 2016, Sabtu (27/8/2016). Dalam waktu dekat, buku trilogi setelah buku ‘Selimut Debu’ dan ‘Garis Batas’ segera diterjemahkan. Untuk tahap pertama, lanjut Yudith, akan dicetak sebanyak 2000 eksemplar di Vietnam. “Kepastiaan waktu penerbitan akan dibahas lebih lanjut,” ungkap Yudith. Buku ‘Titik Nol’ atau ‘Zero’ menceritakan tentang perjalanan Agustinus ke tahap berikutnya. Bermula dari perjumpaannya bersama penziarah Tibet, orang-orang Nepal yang tangguh mendaki gunung, tentang Lasha yang menjadi komersial, serta cerita tentang Afghanistan yang pernah disebut Agus di buku pertama ‘Selimut Debu’. Ada juga yang menyebut buku ini sebagai prekuel dari dua buku sebelumnya. Serta buku yang tak hanya menceritakan tentang perjalanan dan pemaknaan yang lebih mendalam, [...]
On Journey and Reconciliation–A Panel with Yu Hua in Beijing International Book Fair
Back in 2011, when the first time I read any of Yu Hua’s work, I would never imagine that one day I would share the same chair with this great man. Yesterday, in Beijing International Book Fair (BIBF)’s Literary Salon, we sit together in front hundreds of audience, discussing about my book, Zero: When the Journey Takes You Home. We shared ideas about the meaning of journey, conflict of identities, search for meaning, and reconciliation. Yu Hua started with a story, quoting a 1001-night story about a boy from Baghdad, who went all the way to Cairo to find a treasure, but then went home to Baghdad to find the real treasure. He mentioned that the boy’s journey is not unlike my journey–that journey is about going out and returning home. We also shared much about Chinese and Indonesian identity. Raised in 1965, when many Chinese-Indonesians were forced to leave and had to return to China because of racial discrimination, he used to hear bad news about Indonesia. The image of Indonesia among Chinese people reach its worst position after the 1998 riots in Jakarta, and it has never fully recovered, until today. In fact, among so many visas in [...]
[Detik]: Panggung Agustinus Wibowo dan Yu Hua di BIBF 2016
Detik Beijing – Bermula dari Beijing, Agustinus Wibowo bermimpi ingin melakukan perjalanan ke Afrika Selatan. Ia pun melakukan perjalanan dari Tibet, Nepal, India, Pakistan, dan negara-negara lainnya. Di ajang Beijing International Book Fair (BIBF) 2016, Agustinus bersama Yu Hua membicarakan tentang identitas, perjalanannya menulis dan soal budaya dua negara. Penulis ‘Titik Nol’ itu membicarakan tentang identitas ketika dirinya lahir. “Saya dibilang orang Cina dan ketika saya belajar di negara ini, saya dibilang Indonesia. Sebenarnya saya ini dari mana. Karena itu saya mau mencoba menjadi traveler. Selalu ada pikiran yang baru di setiap tempat dan saya mencari Indonesia itu seperti apa,” ucapnya ketika berbicara di sesi Writer’s Stage di BIBF 2016, Rabu (24/8/2016). Dengan berjalan mengunjungi banyak negara, Agustinus keluar dari zona nyamannya. Dia menceritakan ketika turis asing dilarang bepergian ke Tibet, pria asal Lumajang Jawa Timur justru ke sana. Saat dia belajar jurusan komputer, dia juga tak mau hanya menjadi sarjana dengan lulusan tersebut. “Saya mau jadi jurnalis tapi kuliah nggak sesuai yang di mau. Tapi saya bisa motret dan menulis, kenapa nggak jadi jurnalis saja. Kita traveling ke mana saja dan bersama siapa itu nggak penting, yang penting adalah merasakan kehidupan baru dan orang lain. Dan itu yang membuat [...]
[Detik]: Diskusi Buku Agustinus Wibowo dan Yu Hua Perkuat Hubungan Dua Negara
Detik Beijing – Duta Besar Indonesia untuk Republik Rakyat Tiongkok Soegeng Rahardjo hadir dalam sesi diskusi ‘Zero: When The Journey Takes You Home’ yang berlangsung hari ini di Beijing International Book Fair (BIBF) 2016. Sesi kali ini menampilkan dua penulis kenamaan dua negara, Agustinus Wibowo dan Yu Hua. Dalam sambutannya, Soegeng mengatakan hadirnya untuk pertama kali Indonesia di BIBF makin membuka peluang pengenalan sastra Indonesia ke publik dunia. Sekaligus, mempererat hubungan antar dua negara. “Dengan adanya Agustinus dan Yua Hua hadir untuk memberikan cerita-ceritanya tentang dua negara dan pesan yang disampaikan akan menyebar ke masyarakat Indonesia dan Tiongkok,” ujarnya di atas Writer’s Stage di gedung China International Exhibition Center (new venue), distrik Shunyi, Beijing, Rabu (24/8/2016). Di diskusi ‘Zero: When The Journey Takes You Home’ yang terselenggara berkat kerja sama Komite Buku Nasional Indonesia dan Paper Republic ini membicarakan tentang pengalaman mereka tentang Tiongkok, baik personal maupun sejarah. Karya Yu Hua ‘To Live’ telah diterjemahkan oleh Agustinus ke dalam bahasa Indonesia. Sedangkan karya lainnya tengah disiapkan untuk segera diterjemahkan dan diterbitkan di Tanah Air. Seperti apa hasil diskusi keduanya? Simak laporan [...]
[BIBF]中印对话的桥梁 ——走近印度尼西亚作家、翻译家翁鸿鸣
2016-08-23 纸托邦 零点——走向回归的远行 作为将余华作品翻译引入印度尼西亚的第一人,如同余华成名作《十八岁出门远行》,翁鸿鸣也在十八岁离开家门,踏上中国的土地,开始了他背负祖辈多代人乡愁的寻根之旅。 始于寻根的旅行 翁 鸿鸣的父辈身在印尼,心念故国。由于印尼过去复杂的政治环境,华裔在印尼处境艰难,他们在印尼被当作外人,始终无法融入印尼主流社会,遭受各种形式的歧视 和排挤。对翁鸿鸣的父辈来说,回归故土是一桩萦绕心头的难了心愿。翁鸿鸣生于印尼从未到过中国的外婆,曾看着一幅中国地图流泪伤心,“我们原来中国是一个 很大的海棠叶啊,现在就是一个鸡的形状了。”正是这份叠加几代人的牵念,牵引着翁鸿鸣在十八岁时离开印尼,来到清华读书,由此也开启了他十余年不停歇的旅 程。 来 到中国的翁鸿鸣发现,真正的中国现实和父辈口中传颂的故国形象之间,有着巨大的鸿沟。父辈对中国的“所有记忆也仅停留当初第一批移民华人离开中国时的样 子”,“当初对中国所有印象和概念都是一片片”,“印尼华人当初对于自己的‘根’只是一个国家的概念,没有那个省市村,就是中国,地图上的那个版块”。他 回到的不是祖辈魂牵梦萦的故土,而是一片崭新又陌生的土地。 [...]
The Weekend West Magazine (Australia): Ground Zero Book Review
Page turners WILLIAM YEOMAN Like so many travellers before him, Agustinus Wibowo left home in search of something intangible —in the case of this young Indonesian of Chinese heritage, who had long felt like a foreigner in his homeland, a place he would feel welcome, a place he could call his own. “In my pocket was an Indonesian passport and two thousand American dollars in cash, and in my heart was the dream of a colossal adventure: to travel overland from Beijing to the furthest destination possible: South Africa. I believed that somewhere out there, when I reached the end of the long and winding road, I would become a completely new man. There would be happiness there.” It was July 2005 and Agustinus had already been away from home for several years, studying computer engineering at university in Beijing, spending his days and nights in pursuit of high marks. This, he decided, was not the life for him. It took him months to wear down his angry father, who had such high hopes for his son in “the land of the ancestors”, but when Agustinus finally received his blessing, he bought a train ticket, loaded his backpack and headed [...]
“ZERO” in Beijing International Book Fair
ZERO—When The Journey Takes You Home Sponsored by: BIBF Curated by: Paper Republic Co-organized by: Paper Republic, Indonesia National Book Committee Date: Aug 24th, Wednesday, 13:00-15:00 Address: Writers’ Stage, BIBF Venue Guests: Agustinus Wibowo, Yu Hua Join Yu Hua and writer Agustinus Wibowo in conversation about stories of the Chinese experience, both personal and historical. Yu Hua needs no introduction: from early works such as To Live, to the more recent blockbuster Brothers, he is among China’s foremost portraitists of modern Chinese society. Wibowo is an Indonesian translator and author of Chinese descent: his translation of Yu Hua’s To Live is already published in Indonesia, and Brothers and Chronicle of a Blood Merchant are forthcoming. At a young age he ventured to China in search of his roots and, finding China not at all as he’d imagined it, embarked on a ten-year journey through the world, which is the subject of his new book, Zero: When the Journey Takes You Home. Yu Hua and Wibowo discuss their authorial relationship, the similarities between China’s recent history and the history of the Chinese in Indonesia, and the role of the individual in historical narrative. “零点:走向回归的远行” 主办:北京国际图书博览会(BIBF) 策划:纸托邦(Paper Republic) 联合协办:纸托邦(Paper Republic)、印尼国家图书委员会 时间:8月24日星期三13:00-15:00 [...]
DETIK: Agustinus Wibowo Hadir di Beijing International Book Fair 2016
Detik.com Jakarta – Sukses di Bologna Book Fair dan London Book Fair pada Maret serta April 2016 lalu, Indonesia akan hadir di ajang Beijing International Book Fair (BIBF) pada 24-28 Agustus mendatang. Salah satu penulis kenamaan Tanah Air Agustinus Wibowo untuk pertama kalinya hadir di pameran buku tersebut. Penulis ‘Titik Nol: Makna Sebuah Perjalanan’ merasa terhormat dapat menghadiri BIBF. “Eksibisi buku ini membawa penulis-penulis dunia untuk mengunjungi Tiongkok. Saya akan hadir menjadi penulis Indonesia pertama yang tampil di BIBF, dalam salah satu acara dari rangkaian program Literary Salon bersama penulis kenamaan Tiongkok, Yu Hua,” ucapnya, seperti dikutip dari situs resmi Agustinus, Senin (15/8/2016). General Manager Gramedia Pustaka Utama, Siti Gretiani mengungkapkan rasa bangganya terhadap salah satu penulis yang karyanya diterbitkan oleh Gramedia. “Ini panggung yang tepat bagi Agustinus Wibowo untuk mewakili Indonesia, karena selain fasih berbicara dalam bahasa Mandarin, Agustinus bisa memperkenalkan literatur Indonesia ke pasar Tiongkok,” katanya kepada detikHOT, belum lama ini. Karya-karya Yu Hua juga diterjemahkan oleh Agustinus ke dalam bahasa Indonesia serta diterbitkan Gramedia. “Sehingga ajang ini juga bisa menjadi semacam pertukaran budaya lewat literatur,” tambah Greti lagi. Di ajang BIBF, Indonesia akan menampilkan 200 judul buku pilihan dan memberikan wawasan tentang industri penerbitan di Indonesia. Agustinus [...]
Pulau Imaji: Penulis Indonesia Agustinus Wibowo Hadir di BIBF 2016
Setelah keberhasilan Indonesia di Bologna Book Fair dan London Book Fair pada Maret dan April 2016 lalu, buku-buku dari Indonesia kini hadir di Stand Indonesia dengan lokasi E2F28 di Bejing International Book Fair (BIBF 2016) pada 24-28 Agustus 2016. Inilah kali pertama penerbitan Indonesia tampil di BIBF secara kolektif karena sebelumnya anggota penerbit Indonesia hanya hadir sebagai pengunjung. Selama lima hari pameran di Beijing, Indonesia menampilkan 200 judul buku pilihan dan memberikan wawasan tentang industri penerbitan di Indonesia. Indonesia akan menghadirkan penulis Agustinus Wibowo yang didampingi penulis terkenal Yu ha dalam acara ZERO: When The Journey. Takes You Home disponsori BIBF bekerja sama dengan Paper Republic pada Rabu, 24 Agustus, pada pukul 13.00-15.00 bertempat di Writers’ Stage, BIBF Venue. Dalam acara Introduction to the Asean Market yang digelar di EAST HALL 2, Rabu 24 Agustus, jam 14.00-15.00, Ketua Komite Buku Nasional, Laura Prinsloo, hadir sebagai pembicara yang mempresentasikan Indonesia “Islands of Opportunity” menjabarkan potensi yang dimiliki negara ini dari berbagai sisi: seperti demografi, ragam bahasa, kebebasan berekspresi, dan pertumbuhan industri penerbitan di Indonesia. “Kami juga akan mengundang Duta besar Indonesia untuk Tiongkok, Soegeng Rahardjo untuk hadir dalam program-program yang kami adakan,” papar laura di kantor KBN, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan [...]
Beijing International Book Fair 2016 作家来袭,讲述永不完结的故事
It’s a great honour for me to be the first Indonesian author featured in the Beijing International Book Fair (BIBF). The Book Fair also organizes the Literary Salon programs, which are a series of events taking placing during and around the BIBF, bringing authors from around the world into close contact with Chinese audiences. This year’s theme is “Never Ending Stories”, highlighting the continuing and essential importance of literary narrative, even as storytelling branches out into other media. The Salons will be conducted in various venues in Beijing, for the week of August 20 to 28. http://book.sina.com.cn/news/c/2016-08-12/1737815998.shtml 作家来袭,讲述永不完结的故事 2016年08月12日17:37 第23届北京国际图书博览会 再过22天,第23届北京国际图书博览会即将开展,图博会今年30岁了,BIBF文学沙龙系列活动也与读者相伴近7年了。今年,我们如约而至。 与往年一样,来自世界各地的几十位作者将齐聚北京。我们举办“文学沙龙”的目的,就是让北京读者与这些作者亲密接触,促成他们与中国作者对话,让所有来自 不同文化背景却对文学、书籍怀着同样热爱的人走得更近 Never Ending Stories [...]
Kiunga 14 Oktober 2014: Penyakit OPM Hanya Satu
Sudah dua minggu ini saya berada di Kiunga menggali kisah kehidupan para pengungsi dari West Papua, atau Papua Indonesia yang kini bermukim di Papua Nugini. Tetapi aktivitas saya telah memancing kecurigaan. Saya mendengar dari seorang pastor di Gereja Katolik, sudah ada rumor beredar di kalangan pengungsi bahwa saya adalah mata-mata yang dikirim Indonesia. Harus saya akui, identitas saya sebagai warga Indonesia menyebabkan saya tidak bebas bergerak di sini. Walaupun Kiunga adalah kota yang sangat aman menurut standar Papua Nugini—hampir tidak ada raskol, dan orang asing bebas berjalan sendiri tanpa khawatir dirampok—saya selalu merasakan ada tatapan tidak bersahabat dari orang-orang tertentu, khususnya di daerah sekitar pesisir sungai yang dihuni para pengungsi. Pernah saya dihampiri seorang pemabuk, yang meneriaki saya dalam bahasa Melayu, bahwa saya mata-mata Indonesia. Pastor kawan saya yang berasal dari Flores itu mengatakan, jangankan saya yang baru datang, dirinya yang sudah bekerja bagi mereka bertahun-tahun pun terkadang masih merasakan kecurigaan itu. Pernah ada seorang pastor yang mengunjungi kamp pengungsi West Papua di Iowara untuk melakukan penelitian tentang kehidupan pengungsi, justru kamera dan komputernya dirampas oleh sekelompok oknum pengungsi yang mencurigainya, sehingga semua hasil kerjanya sia-sia. Tetapi bagaimana pun juga, mereka adalah orang-orang yang bekerja demi ketuhanan dan kemanusiaan, sehingga [...]
Dome 9 Oktober 2014: OPM Juga Manusia(2)
Sudah tiga puluh tahun para pengungsi dari Papua tinggal di desa Dome, Papua Nugini. Seiring waktu, konflik antara para pendatang dengan penduduk setempat semakin meluas. Warga lokal sering menuduh para pengungsi menggunakan perempuan mereka untuk menggoda para lelaki Papua Nugini, dengan tujuan untuk mendapatkan kewarganegaraan Papua Nugini. Kasus itu terjadi pada Jenny Wuring, warga Papua Nugini yang kini sedang mengurus perceraian dengan suaminya. Dia bilang, seorang gadis pengungsi Papua berumur 16 tahun pernah menggoda suaminya yang berumur 40 tahun, sehingga Jenny membawa kasus ini ke pengadilan. Ayah dari gadis itu adalah seorang anggota Organisasi Papua Merdeka (OPM), sebuah gerakan separatis yang memperjuangkan kemerdekaan Papua dari cengkeraman Indonesia. Selain itu, Jenny juga mencurigai para pengungsi itu menguasai ilmu sihir sehingga sering membunuh dengan menyantet warga asli. Dia curiga, ayahnya yang tiba-tiba meninggal sepuluh tahun lalu itu adalah gara-gara sihir dari warga pengungsi. Orang-orang Papua Nugini di Dome memang memanggil para pengungsi dengan istilah bahasa Melayu, sobat. Tetapi itu seperti panggilan tanpa makna. Konflik di antara mereka semakin parah dan belakangan ini sering menjadi kontak fisik. Misalnya, penduduk asli Dome yang marah sering menebangi pohon-pohon pisang yang ditanam para pengungsi. Peristiwa terparah adalah pembakaran sekolah yang dibangun para pengungsi, yang terjadi pada [...]
Dome 9 Oktober 2014: Dilema Pengungsi OPM di Papua Nugini (2)
Sudah tiga puluh tahun para pengungsi dari Papua tinggal di desa Dome, Papua Nugini. Seiring waktu, konflik antara para pendatang dengan penduduk setempat semakin menghebat. Masalah utama adalah tanah, tetapi itu kemudian merembet ke hal-hal yang lain. Misalnya, gadis-gadis pengungsi dituding suka menggoda para lelaki Papua Nugini, dengan tujuan untuk mendapatkan kewarganegaraan Papua Nugini. Kasus itu terjadi pada Jenny Wuring, warga Papua Nugini yang kini sedang mengurus perceraian dengan suaminya. Dia bilang, seorang gadis pengungsi Papua berumur 16 tahun pernah menggoda suaminya yang berumur 40 tahun, sehingga Jenny membawa kasus ini ke pengadilan. Ayah dari gadis itu adalah seorang anggota Organisasi Papua Merdeka (OPM), sebuah gerakan separatis yang memperjuangkan kemerdekaan Papua dari cengkeraman Indonesia. Jenny, sebagaimana dengan banyak penduduk perbatasan Papua Nugini lainnya, paling takut dengan para aktivis OPM. Beberapa kali mereka mendengar OPM menggelar latihan militer di dekat perbatasan, sehingga mereka khawatir akan ada serbuan dari tentara Indonesia. Itu sebabnya, sangat jarang terjadi pernikahan campuran antara warga Papua Nugini dengan pengungsi dari Papua. “Mereka adalah orang tanpa identitas,” kata Jenny, “Lain cerita kalau mereka warga Indonesia, tentu tidak masalah, karena aku bisa berbisnis dengan Indonesia.” Orang-orang Papua Nugini di Dome memang memanggil para pengungsi dengan istilah bahasa Melayu, sobat. [...]