Recommended

China

Traveler【旅行家】(2013):视觉

巴彦乌列盖(Bayan Olgii)是蒙古最西部且海拔最高的省份,如果从乌兰巴托前往,需忍受长达70 多个小时、十分颠簸的车程,但仍值得一去。在当地生活的哈萨克族人至今保留着伊斯兰传统生活方式,由于穆斯林在饮酒上的限制,犯罪事件相对较少,因此在当地旅行比在蒙古其他地方安全许多。每年在乌列盖都会举办金鹰节(Golden Eagle Festival),当地数百名猎鹰高手参与角逐,成千上万的国际游客也会前来观赛。节日期间,还会举行哈萨克族的传统服饰狂欢秀。

September 15, 2013 // 0 Comments

Garis Batas 64: Di Sini Sutra di Sana Sutra

Selamat datang di negeri sutra (AGUSTINUS WIBOWO) Saya menghela nafas lega ketika berhasil melepaskan diri dari Halim, yang masih ingin terus menempel ke mana pun saya pergi. Tetapi, petualangan kemarin ke kantor polisi cukup sudah, dan saya tidak mau setiap malam harus tidur merangkul erat-erat tas kamera. Akhirnya Halim hanya minta 5.000 Sum untuk ongkos pulang, dan pergi dengan tertunduk lesu. Masih dengan jantung yang berdebar-debar, saya memutuskan melanjutkan perjalanan untuk menemukan apa yang saya cari-cari selama ini. Kota Ferghana adalah kota besar di seluruh Lembah Ferghana, dengan barisan gedung yang semuanya berbentuk kotak, di pinggir jalan yang diteduhi pohon-pohon rindang. Tetapi Lembah Ferghana, bukan hanya kota Ferghana. Orang yang datang ke sini pasti bertanya-tanya, “Mana lembahnya?” Sejauh mata memandang, ke segala penjuru, tak tampak sama sekali gunung apa pun. Lembah ini luas sekali, sampai 22 ribu kilometer persegi, sampai orang pun lupa berada di lembah.  Kota-kota berdiri di dasar lembah, mulai dari Margilan kota Sutra, Andijan tempat lahirnya Raja Babur, hingga Kokand kesultanan agung Asia Tengah, semakin menyemarakkan lintasan sejarah Uzbekistan. Lembah Ferghana ini adalah salah satu perhentian utama di zaman Jalan Sutra, oasis bagi karavan-karavan unta berduyun-duyun melintasi gunung-gunung surgawi, barisan Pegunungan Tien Shan dan Pamir, membawa segala [...]

September 11, 2013 // 0 Comments

#1Pic1Day: The Yellow Mountains (China, 2011)

Gunung Kuning / Yellow Mountains (China, 2011)   The Yellow Mountain (2011) The Yellow Mountain or Huangshan, located in Anhui province, has special place in the heart of Chinese people. Believed as the best mountains on earth, the mountain range is praised by a famous sentence from Xu Xiake, a poet and travel-writer from the Ming Dinasty about 4 centuries ago: “Returning from the five Top Mountains, you don’t need to see other mountains; Returning from Huangshan, you don’t need to see any of the Top Mountains.”   Gunung Kuning (2011) Gunung Kuning atau Huangshan menempati posisi penting di hati masyarakat China. Pepatah mengatakan, “Siapa pun yang pernah melihat Huangshan, tidak perlu melihat gunung-gunung lainnya.” Bait tersohor penuh pujian tinggi ini adalah tulisan seorang pujangga sekaligus penulis perjalanan dari zaman Dinasti Ming, sekitar 400 tahun lalu.   [...]

August 30, 2013 // 1 Comment

Garis Batas 40: Kazakhstan Memanggil

Stasiun kereta api Karaganda (AGUSTINUS WIBOWO) Negeri luas ini sedang bergelimang kemakmuran. Penghasilan luar biasa dari produksi minyak ratusan ribu barel per hari membuat apa yang dulu tak mungkin sekarang menjadi mungkin. Sebuah ibu kota baru dibangun di tengah padang kosong. Ribuan orang asing berdatangan, mencoba mencicipi kue yang ditawarkan Kazakhstan.  Saya termasuk dalam ratusan orang yang berdesak-desakan masuk ke gerbong kereta api di stasiun Almaty II sore itu, ketika langit biru bersih akhirnya menghiasi angkasa setelah hampir seminggu kota ini dirundung mendung dan siraman salju. Tujuan saya adalah Astana, ibu kota baru Kazakhstan, sebuah kemewahan yang dibangun di tengah padang kosong. Perjalanan selama 20 jam dari Almaty menyajikan pemandangan yang membosankan. Yang tampak dari jendela hanyalah tanah datar, padang rumput yang membentang tanpa batas. Di musim dingin ini, sejauh mata memandang, yang terlihat hanya warna putih dan kelabu. Padang luas itu berubah menjadi lapisan salju tebal. Cerahnya Almaty kemarin telah berubah menjadi mendung yang muram hari ini. Saya duduk satu kompartemen dengan dua orang pria dari China dan seorang wanita Kazakh. Kedua pria China ini etnis Mongolia, dan salah satunya malah sudah punya paspor Kazakhstan.             “Sekarang bikin paspor Kazakhstan sangat mudah,” kata Ye Shunde, pria 40 [...]

August 8, 2013 // 1 Comment

Garis Batas 34: Dungan

Muslim Kirghiz dan masjidnya (AGUSTINUS WIBOWO) Perkenalan saya dengan Dungan (baca: Dunggan) berawal dari ketertarikan saya terhadap makanan China yang banyak bertebaran di kota Bishkek. Bukannya berpapan nama “Chinese Restaurant“, warung-warung ini malah berjudul “Dunganskaya Kukhnia“, artinya “Depot Dungan”. Begitu memasuki ruangan bawah tanah semua warung masakan Dungan di dekat Kedutaan Iran, saya merasa seakan kembali lagi ke negeri China. Makanan yang disajikan sama persis dengan yang ada di Tiongkok sana. Baunya. Hiruk pikuknya. Asapnya. Wajah orang-orangnya. Bahkan sayup-sayup terdengar para koki yang berteriak-teriak dalam bahasa China. Siapakah orang-orang Dungan ini? Rasa ingin tahu membawa saya ke Tokmok, sebuah kota kecil 70 kilometer di sebelah timur Bishkek, yang merupakan basis komunitas Dungan terbesar di seluruh negeri Kyrgyzstan. Terletak di dekat Sungai Chuy yang menjadi perbatasan dengan Kazakhstan di utara, Tokmok adalah kota kecil tempat berkumpulnya berbagai bangsa – Kazakh, Kirghiz, Uzbek, Uyghur, dan Dungan. Di dekat pasar kota terdapat sebuah masjid kecil, tempat beribadahnya Muslim Dungan. Di Asia Tengah, dimana konsep negara-bangsa sangat kuat (Tajikistan negaranya orang Tajik, Kyrgyzstan negaranya orang Kirghiz, dan sebagainya), masjid pun dibeda-bedakan berdasar ras. Orang Dungan hanya sembahyang di masjid Dungan. Orang Kirghiz punya masjidnya sendiri di dekat terminal yang kubahnya mungkin mengilhami [...]

July 31, 2013 // 0 Comments

Garis Batas 24: Cita Rasa Osh

Restoran Laghman Uyghur (AGUSTINUS WIBOWO) Osh, kota terbesar kedua di Kyrgyzstan, adalah sebuah kejutan luar biasa setelah mengalami beratnya hidup di GBAO-nya Tajikistan. Kota ini, walaupun dikelilingi gunung-gunung, suhunya sangat hangat. Osh adalah kota dalam definisi yang sebenarnya, dengan hiruk pikuk manusia dan segala kesibukannya. Bukan kota-kota di GBAO macam Khorog dan Murghab yang hanya menyimpan kisah sedih pegunungan terpencil. Arus mobil dan bus kota berseliweran tanpa henti. Jalanan pasar penuh sesak oleh orang-orang yang berbelanja. Gedung-gedung tinggi berbentuk balok berbaris sepanjang jalan. Penduduk Osh adalah percampuran berbagai suku bangsa. Ada orang Kyrgyz yang berwajah Mongoloid. Ada orang Uzbek yang berwajah keturki-turkian. Ada gadis-gadis Korea yang berpakaian modis. Banyak juga orang Rusia dan Tatar yang berkulit putih pucat. Dering ringtone telepon seluler seakan tak pernah putus di tengah riuh rendahnya pasar kota Osh. Tetapi kejutan yang paling menggembirakan setelah meninggalkan GBAO adalah, saya tidak akan pernah kelaparan di Osh. Dalam bahasa Tajik, Osh memang berarti makanan. Apakah memang ada hubungan antara kata ini dengan melimpahnya makanan lezat di Osh? Duduk di atas dipan, sambil menghirup panasnya secangkir teh hitam dan menyaksikan mengalirnya sang waktu adalah kebiasaan kakek-kakek Uzbek dan Kyrgyz melewatkan hari mereka di Osh. Sambusa, pastel kecil berbentuk segitiga [...]

July 17, 2013 // 0 Comments

Garis Batas 23:Perbatasan di Puncak Gunung

  Jalan mendaki menuju Kyrgyzstan (AGUSTINUS WIBOWO) Saya bagun pagi-pagi sekali, sekitar pukul tujuh. Udara masih teramat dingin meski langit baru mulai terang. Rasa cemas karena visa saya bakal berakhir hari ini membuat tidur saya tidak lelap. Setiap detik yang terbayang hanya penjara Tajikistan.  Mungkin memang karena bintang jatuh, di tengah udara pagi yang dingin saya melihat dua truk Kamaz melintas. Saya melompat kegirangan. Sementara anak buah Khurshed memeriksa rombongan kedua truk itu, suami Tildahan membantu saya ber-chakchak, bernegosiasi dengan para supir, yang bersedia mengangkut saya sampai ke Sary Tash di Kyrgyzstan. Sary Tash adalah kota pertama Kyrgyzstan dari perbatasan Tajikistan. Negosiasi berjalan lancar. Deal, 20 Somoni.  Dengan perasaan lega, saya lemparkan backpack ke dalam truk dan melompat naik. Saya duduk dengan manis sambil tersenyum-senyum sendiri mengingat kegelisahan tadi malam. Di kejauhan gunung-gunung raksasa berbaris sepanjang jalan. Kamaz berjalan pelan. Supir-supir tidak berbicara bahasa Tajik sama sekali. Mereka juga bukan orang yang ramah. Saya berusaha memecah kekakuan dengan berbagai gurauan kecil, tetapi mereka hanya memandang saya sinis dari sudut mata mereka yang lancip. Tak apalah. Pemandangan di luar sana begitu agung. Barisan gunung-gunung bersalju sambung-menyambung. Jalan beraspal terkadang merayap mendaki dengan sudut kemiringan yang nyaris tegak. Tak dinyana, kendaraan sebesar [...]

July 16, 2013 // 6 Comments

Garis Batas 21: Danau Kematian

Karakul, danau besar di puncak atap dunia, adalah sebuah danau raksasa. Tak ada kehidupan di dalamnya.  Dalam bahasa Kirghiz, Karakul berarti danau hitam. Danaunya sendiri tidak hitam, malah biru kelam memantulkan warna langit yang cerah. Yang hitam adalah kehidupannya. Dalam danau yang sangat asin ini, tak ada satu pun makhluk yang bisa hidup. Danau ini tercipta oleh sebuah meteor yang jatuh menghantam bumi, jutaan tahun silam. Biksu Buddha Xuanzang, ribuan tahun yang lalu, pernah lewat sini. Marco Polo pun pernah melintas. Kini, danau ini masih menyimpan misteri dalam keheningannya. Di dekat danau ada sebuah dusun kecil. Penduduknya berasal dari etnis Kirghiz , hanya ada satu orang Tajik. Saya sebenarnya dikenalkan oleh orang-orang di Murghab untuk menginap di rumah orang Tajik yang polisi ini. Tetapi, ketika saya sampai di Karakul, si polisi sudah tidak tinggal di sini lagi. Saya pun menginap di sebuah rumah keluarga Kirghiz yang memang sudah dipersiapkan oleh organisasi Perancis, Acted, di Murghab, sebagai losmen untuk melayani orang asing. Keluarga ini tidak bisa bahasa Tajik, tetapi si suami bisa sedikit-sedikit. Setidaknya mereka bisa menyanyikan lagu kebangsaan Tajikistan dengan bangga, “Zindabosh e vatan Tajikistan e azadi man…,” walaupun tidak tahu artinya sama sekali. Tildahan, istrinya, seorang wanita muda yang [...]

June 9, 2013 // 1 Comment

Garis Batas 20: Bagaimana Caranya Keluar dari Sini?

Bazaar Kota Murghab (AGUSTINUS WIBOWO) Bagaimana caranya keluar dari Murghab? Saya sudah tak sabar lagi ingin keluar dari kota yang penuh dengan kemuraman hidup ini. Apalagi, visa Tajikistan saya hanya tersisa empat hari. Saya harus selekasnya masuk ke Kyrgyzstan sebelum visa kadaluwarsa. Murghab memang bukan tempat yang nyaman untuk menunggu kendaraan. Sudah dua hari saya menunggu di pasar Murghab yang sepi dan malas itu. Begitu pula dua orang backpacker bule, orang Israel dan Amerika, yang saya temui di sana. Di sini, tidak seperti di Langar, banyak sekali mobil. Tetapi, tidak ada penumpang. Orang tidak mampu membayar karcis perjalanan yang melambung. Harga bensin di Murghab 3.40 Somoni per liter, lebih murah daripada di Langar yang terpencil. Selain kami bertiga, tidak ada lagi yang berniat pergi ke Kyrgyzstan. Melihat backpacker bule  para supir tidak mau melewatkan kesempatan berharga. Tiga ratus dolar, tidak bisa ditawar, untu menyewa jeep sampai ke kota Osh di Kyrgyzstan sana. Saya tidak tertarik untuk menyewa kendaraan. Angka ratusan dolar jauh sekali di atas kemampuan dompet saya. Tapi, Si Turis Amerika sudah tidak sabar lagi. Visanya berakhir hari ini. Kalau dia tidak berada di Kyrgyzstan malam ini juga, nasibnya akan berakhir di tangan para tentara Tajik yang rakus, atau [...]

June 9, 2013 // 0 Comments

Garis Batas 15: Tajikistan Sudah Kuat

Pembukaan jembatan Afghanistan – Tajikistan. Tilo dan seorang komandan Tajik bernegosiasi dengan para pejabat Afghan di tengah jembatan. (AGUSTINUS WIBOWO) Impian orang-orang desa, baik di Tajikistan sini maupun di Afghanistan sana, tentang sebuah pertemuan kembali, masih berupa impian. Bazaar bersama yang disambut dengan penuh suka cita itu ternyata hanya buka sekali saja. Jembatan kembali disegel, dijaga ketat oleh penjaga perbatasan yang tak kenal kompromi. Tiga bulan lalu, saya mengintip-ngintip Tajikistan dari seberang sana. Bersama dengan para petinggi Afghan yang penuh dengan mimpi dan harapan. Saya melihat secuil Tajikistan: beberapa tentara Tajik yang dengan fasih berbicara bahasa Persia, menandatangani surat-surat dan mengucapkan selamat kepada Shah dari Panjah. Saya datang kembali ke jembatan ini. Kali ini dari sisi Tajikistan, mengintip-intip Afghanistan yang berupa barisan gunung gundul di seberang sana. Tempat ini sepi. Mati. Tentara perbatasan Tajikistan menjaga rapat-rapat pintu gerbang menuju jembatan. Mereka juga perlahan-lahan dibunuh kesepian dan kebosanan. Tentunya tentara-tentara muda ini datang ke sini bukan karena pilihan mereka. Sebagian besar mereka datang dari tempat-tempat yang jauh. Ada yang dari kota modern Dushanbe, ada yang dari kota Khojand jauh di utara sana. Mereka datang ke sini karena terpaksa. Anak-anak muda ini sedang menjalani wajib militer. Di Tajikistan semua pemuda wajib mengikuti [...]

June 6, 2013 // 0 Comments

Garis Batas 12: Eid Mubarak

Di dalam Rumah Pamiri (AGUSTINUS WIBOWO) Perjalanan dua jam dengan angkutan umum membawa saya ke desa Tughoz, tak jauh dari Ishkashim. Perjalanan ini menyusuri tepian Sungai Amu, perbatasan dengan Afghanistan. Seiris Afghanistan yang berada di seberang sana adalah Lembah Wakhan yang damai dan tenang. Pedesaan yang tidak pernah tersentuh hingar bingarnya perang dan pertumpahan darah di seluruh negeri. Gunung-gunung berbungkus salju seakan tidak berhenti sambung-menyambung. Desa-desa hijau di kaki gunung berhadap-hadapan dengan desa-desanya Tajikistan seperti bayangan cermin. Tetapi refleksi kehidupan yang di seberang sana, hidup dalam zamannya sendiri. Jalan beraspal dari Ishkashim memang sangat nyaman dilewati dengan mobil. Saya teringat, tiga bulan yang lalu ketika saya berada di seberang sungai sana, di Afghanistan, perjalanan dengan jarak seperti ini harus ditempuh sehari penuh. Berkali-kali mobil yang saya tumpangi tersangkut aliran sungai, karena jalan berdebu tak beraspal seringkali diterjang banjir lelehan salju di puncak gunung. Naik mobil di sana hanya satu setrip saja lebih cepat daripada naik keledai. Di Tajikistan sini, orang tidak perlu bersusah payah naik keledai untuk menempuh perjalanan seperti ini. Mobil tersedia. Yang tidak ada cuma uang dan bensin. Tuloyev Aliboy Jumakhanovich, 33 tahun, misalnya. Dia dulunya adalah supir, tetapi sekarang jadi penumpang yang duduk di samping saya. Dia [...]

June 6, 2013 // 0 Comments

Garis Batas 4: Sejarah Ribuan Tahun

PUNCAK AINY – Para pekerja di Puncak Ainy membersihkan es yang menutupi jalan. (AGUSTINUS WIBOWO) Di antara semua negara Asia Tengah, bisa dibilang Tajikistan adalah negara yang paling artifisial pembentukannya. Negara ini dipisahkan dari Uzbekistan tahun 1929. Tajikistan dilahirkan dan didefinisikan. Sulit memisahkan antara orang Tajik dan Uzbek. Walaupun secara linguistik, orang Tajik bicara bahasa Persia dan orang Uzbek bicara rumpun bahasa Turki, namun secara kultural kedua etnis ini sudah saling membaur dan mempengaruhi sejak berabad-abad dalam khasanah sejarah Asia Tengah. Bahasa Persia pada masa kejayaan Jalan Sutra adalah bahasa pemerintahan. Raja dan petinggi negara semua berbicara bahasa Persia, yang kemudian disebut bahasa Tajik. Raja Turki (Uzbek) pun berbahasa Tajik. Kota Samarkand dan Bukhara yang berkilauan dalam sejarah dunia mayoritas didiami oleh orang-orang yang berbahasa Tajik. Tetapi kedua kota bersejarah ini bukannya masuk wilayah Tajikistan malah menjadi kebanggaan nasional Uzbekistan. Uzbekistan berpendapat bahwa penduduk Samarkand dan Bukhara sebenarnya secara genetis adalah orang Uzbek, hanya saja berbahasa Tajik. Tajikistan beranggapan bahwa Uzbekistan telah merampas warisan budaya mereka. Apa yang harus terus-menerus diperdebatkan, manakala definisi ‘Uzbek’ dan ‘Tajik’ adalah rekaan dan ciptaan ahli etnografis Soviet dari Moskwa? Semua negara ‘Stan’ satu-persatu bermunculan karena Soviet ingin memecah [...]

June 6, 2013 // 4 Comments

Traveler【旅行家】(2012):视觉

巴彦乌列盖(Bayan Olgii)是蒙古最西部且海拔最高的省份,如果从乌兰巴托前往,需忍受长达70 多个小时、十分颠簸的车程,但仍值得一去。在当地生活的哈萨克族人至今保留着伊斯兰传统生活方式,由于穆斯林在饮酒上的限制,犯罪事件相对较少,因此在当地旅行比在蒙古其他地方安全许多。每年在乌列盖都会举办金鹰节(Golden Eagle Festival),当地数百名猎鹰高手参与角逐,成千上万的国际游客也会前来观赛。节日期间,还会举行哈萨克族的传统服饰狂欢秀。

March 23, 2012 // 0 Comments

Traveler【旅行家】(2012):视觉

马背叼羊是阿富汗的国民运动,也深受中亚国家如乌兹别克斯坦、塔吉克斯坦、吉尔吉斯斯坦、哈萨克斯坦、土库曼斯坦的欢迎,多在冬季举行。这种运动类似于马球,但使用的球是无头的牲畜尸体。最大的国家级马背叼羊比赛是在阿富汗的马扎举行的。新年22日这天,标志着冬天的结束,春天的开始。比赛时,骑手通常身穿厚衣服、佩戴头套、脚踏靴子、手持皮鞭。靴子通常带有高跟,紧锁入与马鞍连接的脚踏处,这样有助于骑手倾斜到一侧拾取小牛。马背叼羊运动显示了阿富汗精神:勇气、骄傲、虔诚、公平竞争、力量、耐力、阳刚之气等。人们认为一个好的马背叼羊球员宁愿勇敢地死去,也不懦弱地活着。

January 13, 2012 // 0 Comments

Traveler【旅行家】(2011):视界

位于阿富汗东北部的瓦罕走廊是一个狭长地带,主要居住着Wakhi人,他们讲Wakhi语,并信奉伊斯兰教。与大部分阿富汗穆斯林相比,Wakhi人是相对温和的。这里的女人无须终日蒙面,可以自由地谈论异性。他们的生活主要依靠农业和畜牧业。每天,孩子们会以自己所在的村子为单位,在一起给牲畜喂食青草。在这里,经常能够看到成百上千的牛羊聚合着穿过高山和草原,而孩子们则在平原上等待着牛羊被牧民们带回来。

December 23, 2011 // 0 Comments

Kabul – A Lunch in Chinese Embassy

The grand complex of Chinese embassy. Not big enough? This is just one among dozen of buildings in the complex. It’s grand. It’s just like a Chinese garden from the Middle Kingdom being transported to the middle of dusty Kabul. Mr. Yang, Mr. Li, and Mr. Yu were waiting outside the grand embassy building with strong Chinese-style architecture. Mr. Yang is the ambassador, Mr. Li is the counselor, and Mr. Yu is the protocol staff. They have been waiting for about 30 minutes. We came very late, due to jammed Kabul traffic. And we, two women and two men, felt very much embarrassed. How suddenly an ordinary man like me being invited to have lunch with his Excellency Chinese Ambassador? In a diplomatic function held for the Indonesian National Day, the Chinese Ambassador and his very two staffs paid a visit. A friend of mine, a Chinese Indonesian working in UN, expressed her curiousness on Chinese culture. The hospitable Ambassador then invited her to come to the embassy to have lunch together. A month after it is proved that the invitation was not a mere lip service. She received an email from the protocol staff about the meeting and she [...]

September 24, 2007 // 0 Comments

Tokmok – The Dungan

A Dungan family “Хуэйзу либянди щинфу” – Happiness Among the Dungan Hueimin Bo 26.01.2006 My first interaction with the Dungans was with its food. There is a busy, crowded, small restaurant near the Iranian embassy in Bishkek offering Dungan food. When I entered the underground room, I felt I was thrown again to China. It is Chinese, and only Chinese language, spoken among the cook and servants. The food also resembles Chinese food you eat in mainland China, with slight variation of Central Asia touch. That second I immediately decide: I want to know who the Dungans are. Tokmok is a little town 70 km east of Bishkek. This town is located nearby to Chuy River which now separates Kyrgyzstan and Kazakhstan. Tokmok is a kaleidoscope of ethnics: Kyrgyz, Kazakh, Uzbek, Russian, Uyghur, and Dungan traders stuff its busy Sunday bazaar. Tokmok is home of most Kyrgyzstan’s Dungan population. Not far from the bazaar there is a little Dungan mosque. Here, in Central Asia, as countries are split into ethnic-nation idea (e.g. Kyrgyzstan – the country of the Kyrgyz, Uzbekistan – the country of the Uzbeks, etc) even the mosques are now ethnic-based. The Dungans only go to their own [...]

November 26, 2006 // 1 Comment

Karakul – the Giant Death Lake

The giant death lake of Kara Kul. Karakul in Kyrgyz language means ‘black lake’. The lake itself is not black. In fact, this huge water body was deep blue when the sky is friendly, and turns to be grey when the sun chooses to hide behind the clouds. But the life is as dark as its name. There is no life at all in this huge lake. The lake has high concentration of salt. But despite of the salt, the lake also freezes in winter. The village next to the lake, bears the same name, is a Kyrgyz settlement with only one Tajik man inhabitant – a policeman. I was supposed to stay with the Tajik policeman, as it’s the only chance for me to communicate with my Persian knowledge. But when I arrived there, the Tajik man had left to Khorog. I stayed with a Kyrgyz family, an Acted-arranged guest house. They don’t speak Tajik, but the husband know little bit and can sing the national anthem proudly, “Zindabosh e vatan Tajikistan e azadi man (Long Live o Fatherland, My Free Tajikistan!)” He didn’t understand the meaning of the proud anthem though. Tildahan, the wife, is a young woman, [...]

November 2, 2006 // 0 Comments

Karakul – Out of Murghab

A new day, and a new month, starts in Murghab The new month has just started, and I have only 4 days left on my visa. I met these two guys in the bazaar of Murghab, one with visa expiring today (November 1). The guys were from America and Israel, and they have been waiting for onward travel to Kyrgyzstan. They were there in the bazaar yesterday but failed to depart. Today is the second day (and supposed to be the last day) attempt. Murghab is somehow a depressing place to wait for transport. As now the oil price has skyrocketed, one’s a month salary is only enough to cover the distance from Murghab to Osh or to Khorog in a public transport for one time. People don’t travel anywhere. There are many drivers but not passengers. The drivers hang around the bazaar the whole day to get passengers, and except the two travelers, and me, there is nobody else to share the cost. Some drivers even didn’t have petrol for their vehicles. The cost is always calculated in terms of liters of oil, with 3.40 Somoni/liter standard in Murghab. In Langar I even saw a driver asked the passengers [...]

November 1, 2006 // 0 Comments

Vrang – Life in Vrang

Green, peaceful, and lazy … Vrang Travelling in Tajikistan side of the Wakhan Corridor was as difficult as in Afghanistan side. Public transport was rare, the oil price got higher as the altitude got higher. It was 3.50 Somoni per liter of petrol here. No one was sure when the coming transport would come. And even when it came, it was often full, no space to share. It was indeed luck to be able to travel according to what one has planned. I was patient enough even though I worried about my short visa. Dr Akhmed was a doctor in Tughoz. I was waiting for transport to Vrang, 5 km away from tughoz, in his hospital. As the main doctor in this village, he earned only 50 Somoni per month. You would go nowhere with that amount of money in Tajikistan. But everybody was optimistic with his life. Working with little income was still better rather than begging on the streets. I have heard beggars in Jakarta could earn at least 60 dollars per month, about 280 Somoni, or 4 times higher than Dr Akhmed’s income. You need a lot of money and bunch of patience to travel in Tajikistan. [...]

October 25, 2006 // 0 Comments

1 3 4 5 6