Recommended

Covid-19

[Detik.com] Filosofi Tembok di Balik Lockdown China

https://travel.detik.com/travel-news/d-5018485/filosofi-tembok-di-balik-lockdown-china Minggu, 17 Mei 2020 18:30 WIB Johanes Randy Prakoso, detikTravel Jakarta – Kebijakan Lockdown di China jadi salah satu rujukan untuk menahan COVID-19. Di baliknya, ada filosofi tembok yang lekat dengan budaya China. Merunut ke tahun 2003 silam, China sudah terlatih menghadapi pandemi SARS jauh sebelum COVID-19 muncul akhir tahun 2019 silam. Sehingga ketika virus corona muncul, China kembali menerapkan ‘tembok’ miliknya yang jauh lebih ketat. Hal itu pun dikisahkan oleh penulis dan penjelajah Agustinus Wibowo (Penulis Selimut Debu dan Titik Nol) dalam sesi Live Instagram bersama Pulau Imaji, Minggu (17/5/2020). Kala itu, Agustinus yang akrab disapa Agus memang tengah mengenyam pendidikan di Beijing. “Waktu SARS di Beijing 2003 bukan lockdown total seperti di Wuhan, tapi lockdown bercluster. Perumahan di lockdown, ada satpam yang jaga,” kenang Agus. Kala itu, sejumlah daerah atau titik ditutup sedemikian rupa. Siapa saja yang berada dalam titik penutupan, tidak diperkenankan keluar dari wilayahnya. Hal itu dilakukan untuk mengkarantina penderita SARS di suatu wilayah. Berbekal dari pengalaman itu, China pun kembali melakukan lockdown untuk skala yang lebih besar ketika corona menyerang “Ketika di Wuhan 400 kasus positif, lockdown total dan levelnya jauh lebih ketat dari Beijing tahun 2003. Bahkan orang tidak boleh [...]

May 22, 2020 // 0 Comments

[Detik.com] ‘Seharusnya Pandemi Corona Menyatukan NKRI’

https://travel.detik.com/travel-news/d-5024130/seharusnya-pandemi-corona-menyatukan-nkri h Jumat, 22 Mei 2020 04:03 WIB Femi Diah, detikTravel Jakarta – Pandemi virus Corona menghantam siapa saja tanpa mengenal negara, ras atau agama. Penulis perjalanan Agustinus Wobowo menyebut seharusnya situasi ini menjadi momen persatuan NKRI, bukan memecah belah. Wabah virus Corona telah melumpuhkan berbagai sektor di dunia, termasuk Indonesia. Tak sedikit industri yang berhenti total sehingga ribuan karyawan harus cuti tanpa bayaran ataupun kehilangan pekerjaan. Penerbangan dan pariwisata boleh dibilang mati suri. Pemilik usaha pun tak berkutik. Sementara itu, tenaga medis dan mereka yang bekerja di rumah sakit harus mengeluarkan tenaga ekstra. Jika awalnya disebut sebagai virusnya orang Asia, tapi COVID-19 telah melampaui batas negara hingga ke Eropa, Amerika, hingga Afrika. “Pandemi ini sifatnya universal, tidak peduli dari negara apa, ras apa, agamanya apa. Sebelum pandemi ini menjadi universal ada yang mengolok-olok, negara A suka makan yang aneh-aneh makanya muncul virus ini atau virus ini merupakan azab. Tapi, kemudian ketika ini menjadi universal kita sama di depan penyakit ini. Kita sama-sama rapuhnya di depan penyakit ini,” kata Agustinus dalam IG Live bersama bukgpu, tengah pekan ini. “Ketika menyadari kerapuhan ini seharusnya kita bekerja sama dan menunjukkan solidaritas karena kita berbagi masa depan yang sama, berbagi [...]

May 22, 2020 // 1 Comment

Lockdown ala Wuhan (4): Haruskah Kita Mengikutinya?

Kota Wuhan, episentrum pertama Covid-19, mulai memberlakukan lockdown pada 23 Januari 2020, ketika jumlah kasus positif di kota itu mencapai 495 orang. Tiga minggu pasca diberlakukannya lockdown yang disebut-sebut sebagai yang paling ketat di seluruh dunia itu, wabah Covid-19 di Wuhan mencapai puncak, dan setelah itu, jumlah kasus baru harian berangsur menurun hingga akhirnya menjadi nihil. Setelah dikurung selama 11 minggu, warga Wuhan pun akhirnya dibebaskan dari lockdown. Wuhan kini telah menjadi tempat yang aman ketika dunia justru sedang diterjang badai pandemi. Jadi, haruskah kita meniru lockdown ala Wuhan untuk memenangi perang atas pandemi ini? Lockdown total ala Cina adalah hal yang sangat sulit dibayangkan di negara lain, dan sempat dipandang skeptis oleh banyak pengamat dunia. Alih-alih melakukan lockdown seperti Cina, sejumlah negara Eropa dan Amerika pada mulanya berpandangan bahwa Covid-19 akan berlalu dengan sendirinya ketika masyarakat telah mencapai herd immunity (kekebalan kawanan) secara alami. Biarkan saja penyakit itu menyebar bebas di tengah masyarakat, nanti lama-lama mereka akan kebal sendiri. Ini pada hakikatnya adalah sebuah seleksi alam yang kejam. Masalahnya, dibutuhkan setidaknya setengah dari populasi telah terpapar virus untuk menghasilkan kekebalan kawanan secara alami. Kita tidak tahu berapa lama itu bisa terwujud, namun yang pasti, akan terjadi bencana kemanusiaan yang mengerikan. [...]

April 23, 2020 // 2 Comments

Lockdown ala Wuhan (3): Teknologi Pelacakan Modern

Warga Wuhan diwajibkan untuk memindai Kode Kesehatan untuk bisa naik MRT. (Foto: AP) Lockdown tidak mungkin dijalankan terus-terusan. Kehidupan masyarakat yang normal perlahan-lahan harus dipulihkan. Seiring dengan semakin terkendalinya wabah corona di Wuhan dan Provinsi Hubei pasca diberlakukannya lockdown, pemerintah Cina kemudian berusaha menggerakkan warganya untuk kembali bekerja secara normal. Tentu ini sangat berisiko, mengingat pandemi Covid-19 belum sepenuhnya berlalu.   Demi mencegah wabah kembali merebak luas, pemerintah Cina telah menerapkan mekanisme pemantauan yang sangat sistematis terhadap pergerakan warganya. Para petugas di dikerahkan di stasiun kereta api, hotel, maupun gerbang kompleks hunian, untuk mencatat data semua orang yang bepergian, mulai dari nama, nomor KTP, nomor telepon, sampai histori perjalanan terkini. Di sejumlah kota, warga bahkan diwajibkan meregistrasi nomor telepon melalui aplikasi sebelum diizinkan menggunakan transportasi publik.    Belakangan Cina juga menggunakan inovasi teknologi mutakhir untuk memperkuat kemampuan mereka dalam melacak penyebaran virus. Melalui telepon pintar masing-masing, setiap warga Cina akan mendapatkan “Kode Kesehatan” (健康码) berbentuk kode QR dalam tiga warna. Warna kode ini menunjukkan status kesehatan orang tersebut dan seberapa bebas dia boleh bepergian: Hijau berarti bebas bepergian ke mana pun. Kuning berarti harus tinggal di rumah selama 7 hari. Merah berarti harus karantina 14 [...]

April 21, 2020 // 0 Comments

Lockdown ala Wuhan (1): Mengapa Cina Bisa?

Wuhan sunyi di masa lockdown (Foto:Weibo) Kota Wuhan, episentrum pertama virus corona di Cina, mulai memberlakukan lockdown pada 23 Januari 2020. Pada hari itu, di Wuhan sudah ada 495 orang yang terinfeksi, dan 23 meninggal. Lockdown Wuhan ini menjadi karantina yang paling akbar dan paling ketat sepanjang sejarah modern. Dalam bahasa Cina, lockdown disebut fengcheng (封城), secara harfiah berarti penyegelan atau penutupan kota. Lockdown sendiri ada beberapa level, dan diterapkan secara bertahap. Tahap pertama adalah mengisolasi kota Wuhan. Semua akses jalan keluar-masuk ke kota itu ditutup, termasuk jaringan pesawat terbang, kereta api, dan bus antarkota. Layanan transportasi publik di dalam kota juga dihentikan. Lockdown langsung berlaku dalam beberapa jam setelah diumumkan. Wuhan pun mendadak lengang dan sunyi bak kota mati. Lockdown ini mengurung 11 juta warga Wuhan di dalam kotanya. Pada hari-hari berikutnya, lockdown terus diperluas hingga akhirnya mencakup semua kota di Provinsi Hubei, mengurung 57 juta dalam karantina raksasa. Hari keempat lockdown, 26 Januari, mobil pribadi dilarang turun di jalan. Hanya kendaraan dengan surat izin khusus yang diizinkan beroperasi, seperti kendaraan angkutan barang, kendaraan pengangkut staf, dan sebagainya.  Kebetulan pada saat diberlakukannya lockdown itu sudah mendekati masa Tahun Baru Imlek, sehingga sekolah dan universitas sudah libur. Libur sekolah ini [...]

April 18, 2020 // 8 Comments

Virus yang Mengikatkan Takdir Kita Semua

Beberapa tahun sebelum Covid-19 menjadi momok yang merajalela di seluruh penjuru dunia seperti sekarang ini, saya sudah pernah mengalami getirnya hidup bersama virus corona.  Di musim semi tahun 2003 itu, kota Beijing yang saya tinggali menjadi episentrum wabah penyakit SARS. Ada virus misterius berbentuk seperti mahkota yang konon menyebar di udara, menyebabkan radang paru-paru aneh yang sangat menular dan sangat mematikan. Menghadapi situasi yang tidak biasa ini, pemerintah Beijing menerapkan kebijakan “isolasi kota”. Perpindahan antar-kota dan antar-provinsi dihentikan total, dan para pendatang dari kota lain harus terlebih dahulu dikarantina selama dua minggu. Penduduk juga dilarang meninggalkan kompleks perumahan masing-masing. Sekolah dan universitas ditutup, transportasi publik ditiadakan, kantor dan toko berhenti beroperasi, kendaraan tidak boleh berlalu-lalang di jalanan. Beijing mendadak menjadi kota mati.   Hidup dalam karantina selama berminggu-minggu tentu sangat menyiksa, sangat sulit untuk tetap menjaga kewarasan di tengah belenggu yang memenjara kebebasan kita. Namun isolasi yang sangat ketat yang diterapkan oleh pemerintah Cina itu—metode yang kini populer dengan istilah lockdown—terbukti paling efektif untuk menghentikan wabah penyakit baru yang sangat mengerikan itu. Pada musim panas 2003, hanya beberapa bulan sejak merebaknya wabah, pemerintah Cina sudah bisa mengumumkan kemenangan umat manusia atas virus yang menewaskan tujuh ratusan [...]

April 11, 2020 // 13 Comments

[Destinasian] Lima Travel Writer Bicara tentang Dunia Tanpa Travel

Juga tentang pariwisata pasca-pandemi dan destinasi yang ingin didatangi. Searah jarum jam, dari kiri atas: Kenny Santana, Trinity, Fatris MF, Agustinus Wibowo, Ayos Purwoaji 10 April, 2020 Wawancara oleh Cristian Rahadiansyah Destinasian.co.id AGUSTINUS WIBOWO Mantan jurnalis di Afghanistan ini sudah menulis tiga buku: Selimut Debu: Impian dan Kebanggaan dari Negeri Perang Afghanistan (2010), Garis Batas: Perjalanan di Negeri-Negeri Asia Tengah (2011), dan Titik Nol: Sebuah Makna Perjalanan (2013). Dia kini menggarap buku tentang nasionalisme Nusantara. agustinuswibowo.com Selain sulit bepergian, dampak terbesar pandemi?Kesulitan berkomunikasi dengan orang, dan hidup menjadi penuh kecurigaan. Saya pernah menghadapi epidemi SARS di Beijing pada 2003, dan harus hidup dalam karantina kota selama berbulan-bulan. Pandemi Covid-19 seperti membangkitkan memori itu: hidup dibayangi kecemasan. Kita dicurigai sebagai pembawa virus, sekaligus waspada terhadap orang yang kita jumpai. Dampak psikologis ini cukup besar dalam memengaruhi pola interaksi. Aktivitas favorit selama isolasi?Membaca buku, menulis, meditasi, menikmati koleksi prangko, berkontak kembali secara virtual dengan kawan-kawan lama di berbagai penjuru dunia. Jika ada, sisi positif dari bencana virus?Punya lebih banyak waktu untuk mengenali diri sendiri, mendekatkan diri dengan orang-orang terdekat di rumah, serta merenungkan makna hidup. Pandemi ini juga membuat orang jadi lebih sadar akan pentingnya menjaga [...]

April 11, 2020 // 13 Comments