Recommended

Kabul

[Title here 5]

  <caption here>     Back to Photography Album. Back to Pakistan-Afghanistan Journey 2003 Back to 04 The Pass All photography materials in agustinuswibowo.com are copyrights of Agustinus Wibowo, unless specially specified. Any unauthorized use or distribution of these copyrighted works is illegal. Agustinus can be contacted here.   [zoomfolio settings_mode=”masonry” skin=”skin-default” settings_specialgrid=”none” settings_posttype=”post” settings_lightboxlibrary=”zoombox” design_item_width=”” design_thumbw=”” fullscreen=”off” sort_order=”ASC” settings_disablecats=”on” disable_itemmeta=”off” settings_preloadall=”off” design_categories_style=”normal” design_pageContent_pos=”top” settings_specialgrid_chooser_enabled=”off” design_categories_pos=”top” settings_biggalleryall=”off” orderby=”date” settings_ajax=”on” settings_ajax_loadmoremethod=”scroll” posts_per_page=”50″ settings_hide_category_all=”off” settings_uselinksforcategories=”off” settings_uselinksforcategories_enablehistoryapi=”off” cats=”2466″ bgcolor=”transparent” settings_mode_masonry_layout=”masonry” design_total_height_full=”off” [...]

January 6, 2015 // 0 Comments

[Title here 4]

  <caption here>     Back to Photography Album. Back to Pakistan-Afghanistan Journey 2003 Back to 04 The Pass All photography materials in agustinuswibowo.com are copyrights of Agustinus Wibowo, unless specially specified. Any unauthorized use or distribution of these copyrighted works is illegal. Agustinus can be contacted here.   [zoomfolio settings_mode=”masonry” skin=”skin-default” settings_specialgrid=”none” settings_posttype=”post” settings_lightboxlibrary=”zoombox” design_item_width=”” design_thumbw=”” fullscreen=”off” sort_order=”ASC” settings_disablecats=”on” disable_itemmeta=”off” settings_preloadall=”off” design_categories_style=”normal” design_pageContent_pos=”top” settings_specialgrid_chooser_enabled=”off” design_categories_pos=”top” settings_biggalleryall=”off” orderby=”date” settings_ajax=”on” settings_ajax_loadmoremethod=”scroll” posts_per_page=”50″ settings_hide_category_all=”off” settings_uselinksforcategories=”off” settings_uselinksforcategories_enablehistoryapi=”off” cats=”2466″ bgcolor=”transparent” settings_mode_masonry_layout=”masonry” design_total_height_full=”off” [...]

January 6, 2015 // 0 Comments

[Title here 3]

  <caption here>     Back to Photography Album. Back to Pakistan-Afghanistan Journey 2003 Back to 04 The Pass All photography materials in agustinuswibowo.com are copyrights of Agustinus Wibowo, unless specially specified. Any unauthorized use or distribution of these copyrighted works is illegal. Agustinus can be contacted here.   [zoomfolio settings_mode=”masonry” skin=”skin-default” settings_specialgrid=”none” settings_posttype=”post” settings_lightboxlibrary=”zoombox” design_item_width=”” design_thumbw=”” fullscreen=”off” sort_order=”ASC” settings_disablecats=”on” disable_itemmeta=”off” settings_preloadall=”off” design_categories_style=”normal” design_pageContent_pos=”top” settings_specialgrid_chooser_enabled=”off” design_categories_pos=”top” settings_biggalleryall=”off” orderby=”date” settings_ajax=”on” settings_ajax_loadmoremethod=”scroll” posts_per_page=”50″ settings_hide_category_all=”off” settings_uselinksforcategories=”off” settings_uselinksforcategories_enablehistoryapi=”off” cats=”2466″ bgcolor=”transparent” settings_mode_masonry_layout=”masonry” design_total_height_full=”off” [...]

January 6, 2015 // 0 Comments

[Title here 2]

  <caption here>     Back to Photography Album. Back to Pakistan-Afghanistan Journey 2003 Back to 04 The Pass All photography materials in agustinuswibowo.com are copyrights of Agustinus Wibowo, unless specially specified. Any unauthorized use or distribution of these copyrighted works is illegal. Agustinus can be contacted here.   [zoomfolio settings_mode=”masonry” skin=”skin-default” settings_specialgrid=”none” settings_posttype=”post” settings_lightboxlibrary=”zoombox” design_item_width=”” design_thumbw=”” fullscreen=”off” sort_order=”ASC” settings_disablecats=”on” disable_itemmeta=”off” settings_preloadall=”off” design_categories_style=”normal” design_pageContent_pos=”top” settings_specialgrid_chooser_enabled=”off” design_categories_pos=”top” settings_biggalleryall=”off” orderby=”date” settings_ajax=”on” settings_ajax_loadmoremethod=”scroll” posts_per_page=”50″ settings_hide_category_all=”off” settings_uselinksforcategories=”off” settings_uselinksforcategories_enablehistoryapi=”off” cats=”2466″ bgcolor=”transparent” settings_mode_masonry_layout=”masonry” design_total_height_full=”off” [...]

January 6, 2015 // 0 Comments

[Title here 1]

  <caption here>     Back to Photography Album. Back to Pakistan-Afghanistan Journey 2003 Back to 04 The Pass All photography materials in agustinuswibowo.com are copyrights of Agustinus Wibowo, unless specially specified. Any unauthorized use or distribution of these copyrighted works is illegal. Agustinus can be contacted here.   [zoomfolio settings_mode=”masonry” skin=”skin-default” settings_specialgrid=”none” settings_posttype=”post” settings_lightboxlibrary=”zoombox” design_item_width=”” design_thumbw=”” fullscreen=”off” sort_order=”ASC” settings_disablecats=”on” disable_itemmeta=”off” settings_preloadall=”off” design_categories_style=”normal” design_pageContent_pos=”top” settings_specialgrid_chooser_enabled=”off” design_categories_pos=”top” settings_biggalleryall=”off” orderby=”date” settings_ajax=”on” settings_ajax_loadmoremethod=”scroll” posts_per_page=”50″ settings_hide_category_all=”off” settings_uselinksforcategories=”off” settings_uselinksforcategories_enablehistoryapi=”off” cats=”2466″ bgcolor=”transparent” settings_mode_masonry_layout=”masonry” design_total_height_full=”off” [...]

January 6, 2015 // 0 Comments

Selimut Debu 106: Hari Kelam

Ini sungguh hari nahas. Aku dicurigai sebagai teroris dan aku lupa bawa dokumen apa pun untuk membuktikan siapa diriku. Biasanya aku bawa paspor, tapi hari ini aku sengaja meninggalkan di rumah karena takut hilang. Bahkan fotokopinya pun tertinggal. Sekarang aku adalah manusia tanpa identitas. Tapi itu bukan alasan untuk menampar dan memukuliku, bukan? Aku jadi pusat perhatian massa. Belasan orang yang mengerumuni dipenuhi rasa penasaran. Aku seperti maling yang tertangkap. Aku digelandang menuju ruang satpam di depan kementerian. Polisi yang menamparku tadi sudah pergi. Tentara ini masih bersama aku yang menjalani interogasi. “Aku mau menelepon kedutaan.” Aku mengeluarkan telepon genggam. Langsung dirampas oleh polisi. “Ini, ini kartu nama staf kedutaan. Tolong telepon mereka!” Kartu nama itu pun disita. Tanpa reaksi. “Apa sih maumu sekarang?” aku sudah tak kuasa menahan emosi. Sialnya, dalam keadaan panik ini, yang meluncur dari mulut bukan bahasa Inggris melainkan bahasa Urdu, bahasa nasional Pakistan. Mereka sudah curiga akan adanya pelaku pengeboman yang mengincar Kabul, dan  ini semakin menambah kecurigaan mereka bahwa aku teroris dari Pakistan. Mereka tak percaya aku orang Indonesia dan punya hubungan dengan kantor berita. “Hah… ketahuan kamu. Kamu dari Pakistan, kan? Kalau kamu orang asing, tunjukkan paspormu!” bentak tentara itu. Ia kemudian tertawa [...]

March 24, 2014 // 14 Comments

Selimut Debu 105: Bom

Tenteramnya Lembah Bamiyan sudah menjadi kenangan dunia lain ketika aku kembali menginjakkan kaki di Kabul. Di bulan Ramadan ini bukan kedamaian yang terasa, melainkan kengerian sebuah negeri perang. Bom meledak. Letaknya di seberang kantor berita Pajhwok, tempat aku biasa duduk dan menghabiskan waktu bersama para wartawan. Pukul delapan pagi, pegawai kantor Kementerian Dalam Negeri masuk kerja dan murid-murid masuk sekolah. Bus shuttle yang mengantar para pegawai kementerian berhenti di tepi jalan untuk menurunkan para penumpang. Pelaku peledakan melompat ke arah bus, dan meledakkan dirinya. Bersamanya, lima penumpang bus dikirim ke akhirat, juga anak-anak sekolah dan ibu tua. Tak ada api, tetapi ledakan dahsyat ini mematikan. Hingga tengah hari, jumlah korban sudah mencapai empat belas orang, belum lagi ditambah puluhan yang luka parah di rumah sakit. Para pelajar melihat potongan telinga dan anggota tubuh lainnya terlempar sampai ke halaman sekolah mereka, tersangkut di pepohonan dan tersebar di lantai gedung. Anak-anak berteriak histeris. Dalam usia sekecil ini, mereka sudah harus terbiasa dengan ledakan, perang, dan kengerian. Esoknya, bom lain meledak di daerah Mikroyan, blok-blok perumahan yang dulu dibangun oleh pemerintah Uni Soviet ketika menguasai negeri ini. Pelaku bom bunuh diri adalah seorang pemuda berpakaian ala Barat yang sekarang jasadnya terbaring di pinggir [...]

March 21, 2014 // 2 Comments

#1Pic1Day: Simple Happiness

Simple Happiness In a country enraged by wars for decades, people find happiness in the simplest things. These Afghan youngsters of Kabul really enjoy their moments of happiness on a merry-go-around swung by the hand of the owner, during the Naoruz New Year celebration. Kebahagiaan yang Sederhana Di negeri yang dilanda perang berpuluh tahun, orang menemukan kebahagiaan dalam hal yang paling sederhana. Para pemuda Afghan di ibukota Kabul sangat menikmati momen bahagia di atas komidi putar yang digerakkan tangan pemiliknya, di tengah liburan tahun baru Naoruz.     [...]

March 20, 2014 // 3 Comments

#1Pic1Day: The Love We Share #4 (Afghanistan, 2008)

The Love We Share #4 (Afghanistan, 2008) Mom’s Burqa—A young boy is hiding behind his mother’s burqa veil during food distribution by a missionary charity organization, in Kabul. Burqa Ibu—seorang bocah bersembunyi di balik burqa ibunya pada saat pembagian makanan dari sebuah organisasi misionaris kemanusiaan di Kabul.       [...]

March 6, 2014 // 1 Comment

#1Pic1Day: Pengejar Layang-Layang | The Kite Runners (Afghanistan, 2008)

The Kite Runners (Afghanistan, 2008) One of so much cheerful activities during Naoruz New Year celebration in Afghanistan is to run after kites. In Afghanistan, many games have touch of “war”. Even when they fly kites, it’s not for the sake only for flying kites, but to defeat your enemies and be the last one survives in the sky. For people who don’t fly kites, the main purpose is to run after the falling kites, thus known as the kite runners. Pengejar Layang-Layang (Afghanistan, 2008) Keriangan lain dalam perayaan Tahun Baru di Afghanistan adalah permainan berebut layangan. Di Afghanistan, banyak permainan yang bernuansakan “perang”, bahkan saat bermain layangan pun mereka saling beradu layang-layang siapa yang kuat bertahan di angkasa. Sedangkan mereka yang tidak menerbangkan layang-layang akan berlarian berhamburan untuk mengejar layang-layang jatuh.   [...]

January 10, 2014 // 3 Comments

#1Pic1Day: Natal di Kabul | Xmas in Kabul (Afghanistan, 2007)

  Xmas Tree on Kabul Street (Afghanistan, 2007) Decorated Christmas trees dominate the scene of Chicken Street in Kabul, Afghanistan, around the Xmas festivities. With a visible existence of foreign workers in Kabul, Christmas become an event to celebrate in many international organizations or expat activities. Chicken Street is favorite expat place where rows of Afghan authentic souvenir shops are located. Natal di Kabul (Afghanistan, 2007) Pohon natal yang berhiaskan dekorasi warna-warni mendominasi pemandangan Chicken Street di Kabul, Afghanistan, menjelang datangnya hari Natal. Dengan keberadaan pekerja asing yang cukup signifikan di Kabul, Natal dirayakan di banyak organisasi internasional dan kegiatan para ekspatriat. Chicken Street adalah tempat favorit bagi para ekspat, karena di sinilah terletak barisan toko dan kios yang menjual suvenir khas Afghanistan.   [...]

December 24, 2013 // 0 Comments

Selimut Debu 40: Afghan Tourism

Pariwisata ala Afghan (AGUSTINUS WIBOWO) Nama “Afghanistan” dan kata “turisme” sepertinya memang bukan pasangan serasi. Yang satu tentang kemelut perang, yang satu tentang piknik suka-suka. Tapi toh kedua kata itu bertemu di papan gedung tua Afghan Tourism Office (ATO) di pinggiran rongsokan bangkai pesawat di jalan menuju bandara (peringatan seram buat siapa pun yang mau terbang dari bandara ini!). Hasilnya adalah sebuah pengalaman turisme yang khas Afghanistan. Hari kedua mengurus surat di Kementerian Informasi dan Kebudayaan ternyata berlangsung mulus-lus. Wakil Menteri kebetulan ada di kantornya. Dia mewawancaraiku, menanyakan tentang apa yang kulakukan di Kabul, di mana aku tinggal, kemudian menandatangani suratku, dan memintaku pergi langsung ke kantor ATO. Masalahnya, tidak banyak sopir taksi yang sungguh tahu di mana itu kantor dinas pariwisata negeri Afghan. “Memangnya ada kantor seperti itu?” beberapa dari mereka bertanya. “Turis atau teroris?” tanya yang lain. Kedua kata serapan bahasa asing ini memang masih sulit diucapkan oleh lidah Afghan, tapi memang bisa saja turis menyambi jadi teroris, atau teroris menyamar jadi turis. Aku memilih naik kendaraan umum, yang harganya cukup murah, 10 afghani. Bus berhenti tepat di bandara, yang ternyata masih cukup jauh dari kantor ATO. Kantor yang dimaksud adalah bangunan tua, suram, gelap tanpa lampu, bolong-bolong [...]

December 20, 2013 // 1 Comment

Selimut Debu 39: Impian Menuju Wakhan

Awal perjalanan menuju Koridor Wakhan (AGUSTINUS WIBOWO) Live must go on. Perjalanan ini harus dilanjutkan, terlepas dari insiden hilangnya duitku di Bamiyan yang telah cukup untuk memperlambat langkahku dan membuatku membatalkan semua rencana yang pernah kubuat. Berkat membaca buku yang dipinjami Maulana di KBRI, aku jadi ingin menjelajahi Afghanistan, sampai ke sudut-sudut terjauhnya, terutama “lidah panjang” yang menjulur di sudut timur laut Afghanistan, yang memisahkan Pakistan dari Tajikistan. Koridor Wakhan masih merupakan daerah yang liar, tidak tereksplorasi, daerah terpencil di negeri terpencil Afghanistan. Daerah ini juga sensitif, menjadi batas banyak negara. Koridor Wakhan juga terisolasi total dari dunia luar di musim dingin (bahkan di awal musim semi dan akhir musim gugur) karena kondisi alamnya yang ganas, dan bahkan kelihatannya terkunci waktu, terlupakan sejarah. Mungkin udara yang ada di sana masih sama dengan udara ratusan tahun lalu. Tidak ada listrik, bahkan tidak ada generator dan baterai. Apalah artinya listrik bagi kaum penggembala nomaden Mongoloid yang mendiami padang Asia Tengah di abad ke-13? Realita itu masih tetap sama di Koridor Wakhan, hingga hari ini. Aku sudah mengumpulkan sejumlah informasi dari internet mengenai cara pergi ke sana. Pertama-tama yang kubutuhkan adalah selembar surat izin, yang diberikan oleh pejabat di Ishkashim, kota terdekat dari [...]

December 19, 2013 // 2 Comments

Selimut Debu 23: Kantor Berita

  Pengalaman duduk di newsroom (AGUSTINUS WIBOWO) Pajhwok Afghan News adalah kantor berita lokal terbesar di Afghanistan. Aku beruntung diperkenalkan oleh seorang teman jurnalis Indonesia kepada direktur dari kantor berita ini. Mulai hari ini, aku pun mencicip pengalaman bekerja di newsroom. Berita yang dihasilkan Pajhwok dimuat secara Online dan diperbarui setiap menit. Mereka mendapat dana dengan berbasis langganan. Untuk berlangganan berita-berita dari Pajhwok, biayanya masih cukup mahal untuk standar kantong warga lokal. Biaya langganan tergantung dari status pelanggan, bisa mencapai US$200 per bulan untuk perusahaan besar, NGO asing, dan kedutaan. Kantor berita ini menyajikan berita dalam tiga bahasa, yaitu Farsi, Pashto, dan Inggris. Direktur Pajhwok adalah seorang pria etnis Pashtun yang kurus dan tinggi bernama Danish Karokhel. Dia memberikan padaku sejumlah buku yang bisa aku baca sebelum  aku berkeliling negara ini. Dia bahkan menjanjikan akan memberikan bantuan dari seluruh penjuru Afghanistan, karena kantor berita ini mempunyai kantor lokal di berbagai kota di Afghanistan. Danish memintaku datang pagi-pagi ke kantor untuk berjumpa dengan fotografernya. Pajhwok hanya punya seorang fotografer di kota ini, sedangkan sejumlah koresponden di luar kota juga mengirimi mereka foto-foto berita. Peralatan yang mereka gunakan hanyalah kamera digital kecil dengan merek Sony. Danish mengatakan aku bisa berdiskusi dengan Wali, [...]

November 27, 2013 // 1 Comment

Selimut Debu 22: Kabul, Pandangan Pertama

  Para pengunjung Safi Landmark, pusat perbelanjaan termegah di Kabul hari ini. (AGUSTINUS WIBOWO) Tiga tahun berselang… Mimpi berpendar bersama realita, Aku berubah, Afghanistan pun berubah.   Apakah ini sungguh Afghanistan? Aku tak henti bertanya ketika memandang kota Kabul. Setelah melintasi Khyber Pass yang sama seperti tiga tahun lalu, aku kembali datang ke kota ini, ke negeri ini, berbekal sedikit pengetahuan bahasa Farsi demi mendengarkan cerita-cerita langsung dari mulut Afghanistan. Dan begitu asingnya dia sekarang. Kota yang sama, ibukota negeri perang yang selalu membayangi imajinasiku selama bertahun-tahun ini, kini hampir tak kukenali lagi. Kabul hari ini, di hadapanku, adalah kehidupan mewah, pesta foya-foya, kekayaan yang melimpah. Namun semua itu tersembunyi di balik tembok padat yang kumuh dan kusam. Aku tinggal bersama seorang teman dari Indonesia, yang bekerja pada sebuah perusahaan IT di Kabul dengan beberapa warga asing. Teman-teman sekerjanya sesungguhnya adalah orang Afghan yang kini telah menjadi warga sebuah negara Skandinavia. Afghanistan saat ini membuka lebar-lebar pintu investasinya, mengundang diaspora Afghan yang tinggal di berbagai negeri untuk membaktikan diri pada tanah air. Setelah perang berkepanjangan, banyak warga Afghanistan yang mengungsi ke luar negeri dan menjadi warga negara lain. Mereka sekarang boleh bekerja dan tinggal di Afghanistan seberapa lama pun mereka [...]

November 26, 2013 // 0 Comments

Selimut Debu 20: Malam Terakhir

Super Deluxe Bus ala Afghanistan (AGUSTINUS WIBOWO) Beberapa hari ini dilewatkan hanya dengan kunjungan rutin ke Kedutaan Inggris karena masalah visa Adam. Ide-ide gila sempat muncul untuk mendapat visa Pakistan, mulai dari membuat surat dari organisasi palsu yang ditandatangani sendiri, sampai mengurus visa Pakistan di konsulat di Jalalabad, atau pergi ke Iran dan Uzbekistan (yang harga visanya sampai US$100). Tetapi dengan uang Adam yang tidak kalah tipisnya dari punyaku, semua pilihan itu jadi mustahil. Bagaimana pun juga aku tidak bisa terus-terusan di Kabul, dan harus meninggalkan negeri ini dengan kekecewaan mendalam. Waktuku sangat singkat, dan aku hampir tidak berkesempatan mengenal negeri Afghan ini sama sekali. Untuk menebus perasaan bersalah karena membuatku menemaninya setiap hari ke Kedutaan Inggris yang membosankan, Adam mentraktirku makam malam terakhir di restoran China yang segedung dengan Khyber Restaurant. Lumayan mahal makanannya, seporsi sampai US$8, apalagi untuk kami para backpacker kere yang rela melakukan apa pun hanya demi menghemat satu sen. Sial! Bus menuju perbatasan Pakistan berangkat subuh-subuh, tetapi aku baru bangun pukul tujuh siang. Ya, pukul tujuh itu sudah siang kalau ukuran Afghanistan. Sudah mustahil aku berangkat ke Pakistan hari ini. Aku tidak tahu harus senang atau sedih. Rencana tidak terlaksana, tapi setidaknya aku punya satu [...]

November 22, 2013 // 2 Comments

Selimut Debu 19: Beda Negara Beda Nasib

Birokrasi di negeri yang hancur lebur juga membuat kami hancur lebur. (AGUSTINUS WIBOWO) Pergilah ke jalanmu. Go your way adalah kalimat khas yang diucapkan diplomat Pakistan. Seperti doanya, sekarang aku benar-benar go my way, kembali ke Kedutaan Pakistan demi selembar visa. Membaca kekhawatiranku mengenai visa Pakistan, Pak Kasim dari Kedutaan Indonesia berusaha menenangkan. “Jangan khawatir,” ujarnya, “kita akan berusaha yang terbaik.” Aku diajaknya melintasi gedung kedutaan yang begitu luas dan berlantai marmer (mirip museum barang-barang ukiran dan lukisan tradisional Indonesia) dan sudah beberapa kali direnovasi berkat terjangan roket dan peluru nyasar, melongok sebentar ke lapangan tenis dan kebun buah, lalu ke halaman belakang tempat jajaran empat mobil diparkir, lalu mempersilakan aku duduk di bangku depan salah satu mobil, sementara dia menyetir melintasi jalanan panas dan berdebu kota Kabul. Aku yang sejam lalu bahkan tidak tahu harus ke mana, kini sudah duduk di bangku paling terhormat di mobil kedutaan. Pak Kasim, lelaki Indonesia yang baru kutemui hari ini, begitu penuh semangat membantu hanya karena kami adalah saudara sebangsa. Benar saja, kedutaan Pakistan sudah tutup. Tetapi dengan identitas Pak Kasim, para bodyguard penjaga gerbang memberikan kami jalan, langsung meluncur ke kantor visa. Lelaki tinggi berkumis yang sama masih ada di ruang itu. [...]

November 21, 2013 // 6 Comments

Selimut Debu 14: Hari Bazaar

Asap kebab memenuhi udara (AGUSTINUS WIBOWO) Kabul Bazaar, tidak jauh dari Sungai Kabul, seakan melemparkanku ke masa-masa ratusan tahun silam. Asap bertebaran dari sate kebab yang dibakar memenuhi udara. Ratusan orang beserban dan berjenggot berlalu lalang di antara gedung-gedung tua hitam menganga seperti mau ambruk. Belum lagi tatapan misterius dan ingin tahu, dari para pria bermata besar. Di sepanjang Sungai Kabul bahkan ada pasar khusus perempuan yang menjual berbagai barang keperluan kaum hawa. Berbeda dengan di Peshawar yang hampir tidak kelihatan perempuannya, di Kabul kita bisa melihat perempuan di mana-mana. Tapi sebagian besar para perempuan Kabul menutup seluruh tubuhnya dengan burqa biru, tidak kelihatan sama sekali dari ujung kepala sampai ujung kaki. Aku tak tahu mana yang lebih konservatif, Afghanistan atau Pakistan? Di Pakistan perempuan hampir tidak terlihat sama sekali, sementara di Afghanistan memang para perempuan begitu banyak bepergian sendiri di jalanan, tapi seluruh tubuhnya ditutup rapat sampai menjadi makhluk anonim yang bahkan tidak kelihatan wajah dan matanya. Burqa-burqa biru berkibaran bagaikan sayap lebar ketika sang empunya berjalan buru-buru, merupakan pemandangan yang luar biasa bagiku. Burqa sebenarnya sudah ada di Afghanistan sejak berabad-abad lalu, yang fungsi awalnya untuk melindungi pemiliknya yang mengenakan pakaian indah dari sutera atau perhiasan-perhiasan mahal. Burqa [...]

November 14, 2013 // 1 Comment

Garis Batas 36: Raksasa Asia Tengah

Pintu perbatasan Kazakhstan (AGUSTINUS WIBOWO) Menyeberangi Sungai Chui, melintasi perbatasan alami antara Kyrgyzstan dengan Kazakhstan, saya merasakan pergeseran kehidupan yang luar biasa. Dari kantor perbatasan Kyrgyzstan yang terbuat dari tanker minyak bekas yang sudah berkarat ke kantor perbatasan Kazakhstan memamerkan kecanggihan sebuah negeri yang sedang menikmati kemakmuran. Salju terus mengguyur bumi. Sejauh mata memandang yang tampak hanya langit kelabu. Saya masih teringat tentara perbatasan Kyrgyzstan yang dari tadi memberi isyarat minta disogok, gara-gara visa saya tidak distempel ketika memasuki negeri Kirghiz dari perbatasan Bör Döbö. Baru setelah menunjukkan beberapa surat dari KBRI, tentara penjaga perbatasan yang rakus-rakus itu mengizinkan saya lewat menyeberangi jembatan menuju Kazakhstan.  Bendera biru muda Kazakhstan, berhias matahari kuning yang cerah, berkibar di atas gedung balok putih itu. Prosedur imigrasi Kazakhstan, dibandingkan negara tetangga yang berkantor di bekas tanker minyak, nampak jauh lebih modern dan teratur. Bukan hanya harus mengisi Migration Card yang harus disimpan bersama paspor dan visa selama berada di negara ini, semua orang yang masuk Kazakhstan harus dipotret dulu oleh petugas imigrasi ketika mengecap paspor. Tak lama lagi mungkin Kazakhstan juga akan menyimpan sidik jari dan memindai retina mata. Kazakhstan memang kaya. Dibandingkan dengan negara tetangga Kyrgyzstan yang masih harus bergumul dengan frustrasi para [...]

August 2, 2013 // 0 Comments

Garis Batas 2: Selamat Datang di Tajikistan

Perempuan Tajikistan di dalam bus, bebas bercampur dengan penumpang pria. Sebuah kontras dibandingkan Afghanistan di seberang sungai yang sangat konservatif (AGUSTINUS WIBOWO) Kota terakhir Afghanistan adalah Shir Khan Bandar, di tepian sungai lebar bernama Amu Darya. Sungai ini ditetapkan sebagai batas antara Afghanistan dengan Kekaisaran Rusia pada akhir abad ke-19. Sekarang menjadi batas negara Afghanistan dengan Tajikistan, Uzbekistan, dan Turkmenistan. Bandar dalam bahasa Persia artinya pelabuhan. Tetapi jangan bayangkan Shir Khan Bandar sebagai kota pelabuhan yang sibuk dengan berbagai macam aktivitas perdagangan. Yang ada hanya gedung-gedung bolong seperti rumah hantu. Gedung itu ternyata asrama tentara perbatasan Afghanistan. Debu menyelimuti jalanan. Ada barisan reruntuhan sejumlah rumah di tengah padang pasir luas. Ada sekolah yang tak berdaun pintu, tak berkaca jendela, dan tak beratap. Anak-anak belajar dengan bersila di atas lantai dingin. Di Afghanistan dunia adalah milik laki-laki. Sama sekali tak nampak perempuan di jalan, kecuali dua sosok tubuh dibalut burqa biru, dari ujung mata sampai ujung kaki. Saya menghela napas lega. Di seberang sana Tajikistan sudah tampak di pelupuk mata. Di tengah bulan Ramadan ini, keamanan di Kabul justru semakin gawat. Bulan Ramadan malah jadi musim bom, karena Taliban mendorong pengikutnya untuk ‘berjihad’ di bulan suci. Pernah suatu kali bom meledak [...]

June 5, 2013 // 3 Comments

1 4 5 6 7 8 9