Recommended

sharbat

Titik Nol 128: Sharbat dan Tamasha

Sharbat (AGUSTINUS WIBOWO) Semarak tari-tarian di malam yang gelap, memecah kesunyian pegunungan bisu Karakoram, mengawali hidup baru sepasang pengantin di Karimabad. Karim adalah seorang kawan Hussain si juru masak. Rumah Karim hari ini sibuk sekali, karena keluarga besar itu sedang menyiapkan acara pernikahan. “Makanlah ini,” Karim menyuguhi saya semangkuk makanan yang nampak seperti bubur. Namanya sharbat, makanan wajib pesta pernikahan di Hunza. Sharbat selalu dimasak oleh laki-laki, terbuat dari mentega yang direbus dengan air dalam wajan besar dengan api kecil, dicampur tepung kasar sampai mengental. Hangat, lembek, sedikit hambar. Di tengah kesibukannya membersihkan rumah, Karim bercerita bahwa kakaknya, Amin Khan, akan menikah besok lusa.. Pernikahan di Hunza selalu jatuh hari Sabtu. Tetapi sehari sebelumnya, hari Jumat, baik di keluarga pengantin pria dan wanita pesta sudah dimulai. Masing-masing keluarga mengundang tetangga, kerabat, dan kawan-kawan untuk makan siang. Menunya adalah sharbat, makanan kental yang barusan saya santap. “Acara besok dan besok lusa pasti meriah,” kata Karim, “Besok adalah acara tamasha, acara pesta dengan tari-tarian. Hari Sabtu lusa adalah puncak dari semua perayaan ini – nikah. Nikah akan dilaksanakan di jemaatkhana di dekat rumah pengantin perempuan. Nanti kami akan berombongan berangkat ke sana.” Untuk urusan jumlah tamu dan rombongan di Hunza ada aturan [...]

February 18, 2015 // 0 Comments