Selimut Debu 41: Ketika Semua Telah Menjadi Normal
Semua tampak normal di Kandahar (AGUSTINUS WIBOWO) “Di sini semua mahal. Yang murah cuma satu: nyawa manusia.” Kandahar adalah kota terbesar kedua di Afghanistan, telah membayangi imajinasi para musafir sejak ratusan tahun silam. Deskripsi dari kisah-kisah kuno tentang Kandahar berkutat pada gelombang panas yang mematikan, gurun yang kejam, juga tentang keramahtamahan bangsa Pashtun yang tiada bandingannya. Anehnya, deskripsi itu masih tetap valid hingga hari ini, walaupun perang berkepanjangan dan fundamentalisme telah mengubah wajah kota ini. Hidup di Kandahar di tengah puncak dari tren “war on terror” tentu didominasi perhatian pada masalah keamanan. Bom bunuh diri dapat terjadi di mana pun. Juga penembakan di jalanan bisa terjadi secara random, langsung mengirimkan peluru melesat ke sebelah kakimu. Taliban adalah pihak yang selalu dituding berada di belakang semua teror ini, tetapi tidak seorang pun yang tahu pasti siapa dalang sesungguhnya. Politik di Afghanistan sangatlah rumit. Bukan hanya para ekstremis religius yang mengenakan topeng agama pada setiap aksi mereka, Afghanistan juga merupakan medan permainan dan incaran banyak negara yang mencampuri politik dalam negeri mereka. Hidup di Kandahar banyak berubah setelah itu. Sejak akhir 2004, situasi di kota ini memburuk dan hanya memburuk. Banyak penduduk setempat yang bahkan tidak berani pulang ke kampung mereka di [...]