Selimut Debu 9: Kalashnikov
Gerbang Khyber yang termasyhur itu (AGUSTINUS WIBOWO) Dari balik jendela taksi ini, aku berusaha mengamati keliaran tribal area. Sekilas mata, semuanya nampak begitu normal dari sini. Pria-pria berjalan hilir mudik di pasar, atau perempuan-perempuan bercadar dan berjubah hitam-hitam yang berjalan cepat-cepat di belakang sang suami. Anak kecil yang menangis minta dibelikan sesuatu, sedangkan sang bunda sama sekali tak menghiraukannya. Semuanya nampak sama seperti kota Pakistan lainnya, atau paling tidak, sama seperti Peshawar tanpa bangunan-bangunan modernnya. Tidak tampak sama sekali kengerian tribal area yang tersohor itu, kengerian tentang tembakan-tembakan berdesingan. Mungkin karena aku hanya seorang musafir, yang hanya melintas beberapa menit dan memandang dari balik jendela. Seorang musafir, yang tidak mampu dan tidak berkesempatan merasakan hembusan nafas dan dengusan hidup mereka. Taksi kuning kami pun melintasi Baab-i-Khyber, sebuah gerbang megah yang dibangun untuk menandai tempat bersejarah ini. Nama Khyber, sejak zaman dahulu sudah menjadi momok bagi semua orang. Sudah tak terhitung berapa banyak pertumpahan darah yang dimulai dari sini. Celah Khyber adalah jalur transportasi dan militer penting yang menghubungkan negeri Barat dengan Asia Selatan. Barisan tentara berbagai bangsa yang menyerang India (termasuk juga Pakistan saat itu) pun melintas dari sini, yang kemudian membawa penderitaan berkepanjangan dan pembantaian atas nama agama. Di [...]