Articles by Agustinus Wibowo
29 July 2011 Femina Pilihan Weekend http://www.femina.co.id/shop.dine/pilihan.weekend/garis.batas/007/004/21 Garis Batas Agustinus Wibowo/ Gramedia (2011) Tajikistan, Kirgistan, Kazahstan, Uzbekistan dan Turkmenistan, nyaris tak pernah kita dengar eksistensinya di peta pariwisata dunia. Negeri Asia Tengah pecahan Soviet ini terkesan negeri misterius, ‘ujung dunia.’ Tapi, Agustinus, backpacker yang lebih dari 2 tahun menjelajah Afghanistan, sangat penasaran pada negeri di seberang Sungai Amu Darya, berjarak 20 meter dari Afghanistan, ini. Ia berjalan 2.000 kilometer untuk sampai di negeri perbatasan sungai itu. Agustinus mampu menguak sisi lain negeri-negeri ‘stan’ tersebut. Catatannya yang mendalam tentang keindahan tempat itu makin kaya dengan cerita keseharian dan impian masyarakat ‘stan’ yang tak habis didera konflik dan krisis. [...]
Republika (2011): Hidup Adalah Perjalanan
6 Juli 2011 Republika Wawasan Hidup adalah Perjalanan http://koran.republika.co.id/koran/37/138396/Hidup_adalah_Perjalanan Agustinus Wibowo Backpacker Penulis Sastra Perjalanan Agustinus Wibowo berharap akan semakin banyak orang yang mau melakukan perjalanan dan meresapinya sebagai sebuah kontemplasi. Bagi pria yang lahir dan besar di Lumajang, Jawa Timur ini, melakukan perjalanan dan pengamatan adalah pembelajaran hidup yang luar biasa. Ia menelusuri negara-negara di Asia Tengah dengan cara yang tak lazim ditempuh turis. Perjalanan ke negara-negara berakhiran stan dilakukannya de ngan segala modal transportasi, mulai dari kendaraan umum biasa, menumpang truk, hingga naik keledai. Berpaspor garuda hijau, namun bermata sipit, Agustinus fasih berbahasa Tajik yang diperolehnya saat tinggal di Afghanistan selama tiga tahun. Ditambah, sedikit berbahasa Uzbek, Kirgiz, dan Rusia yang dipelajarinya dari warga setempat. Persentuhannya dengan masyarakat dan kearifan lokal diakui membuatnya makin cinta tanah air. Berikut petikan wawancara Agustinus Wibowo dengan wartawan Republika Wulan Tunjung Palupi. Boleh ceritakan awal petualangan Anda saat memutuskan melakukan perjalanan dan apa yang mendorong Anda menjadi seorang petualang? Juli 2005, saya lulus kuliah, lalu ingin melakukan perjalanan keliling dunia demi menimba ilmu menjadi jurnalis. Kebetulan, saya terinspirasi menjadi jurnalis setelah mengunjungi Aceh pada Januari 2005 pascatsunami. Saat itu, saya melihat bagaimana perjuangan [...]
Travelist : Agustinus Wibowo – Seorang Musafir
Juni-Juli 2011 Travelist Interview Majalah Travelist Edisi Perdana http://the-travelist.com/index.php?option=com_content&view=article&id=51:first-one&catid=34:slideshow-items&Itemid=44 Agustinus Wibowo – Seorang Musafir Gus Weng adalah panggilan akrab seorang Agustinus Wibowo. Ia adalah pelajar IT saat pertama kali mencoba untuk menjelajahi dunia. Destinasi yang ia pilih pun ‘tidak biasa’, sebenarnya apa sih yang membuat ia memilih destinasi tersebut? Dalam buku Selimut Debu, Gus Weng menyebut diri adalah backpacker, tetapi editor anda menyebut anda explorer, bukan traveler. Sebenernya Gus Weng itu tipe traveler seperti apa? Sebenarnya label-label itu tidak penting. Saya tidak menyebut diri saya sebagai backpacker, tetapi kebetulan pada saat menulis perjalanan itu, saya melakukan perjalanan dengan cara backpacking atau traveling secara independen dengan anggaran minim, jadi saya adalah backpacker. Tetapi bukan berarti ada tanda sama dengan antara Agustinus Wibowo dengan backpacker. Demikian juga turis, traveler, explorer, observer, dan sebagainya, buat saya itu adalah label-label saja. Ada backpacker yang menolak dirinya disebut turis dan keukeuh minta disebut traveler. Buat saya lucu juga, karena sebenarnya pada hakikatnya backpacker itu juga turis –mencari hal-hal yang “eksotik” yang berbeda dari kehidupannya demi kesenangannya sendiri. Kalau memang dipaksa harus menyebut, mungkin saya lebih suka disebut sebagai musafir. Ini adalah kata yang [...]
Bukunya (2011): Teman Perjalanan Agustinus Wibowo
21 June 2011 http://bukunya.com/teman-perjalanan-agustinus-wibowo/ Agustinus Wibowo mengisi liburan kuliah di jurusan ilmu komputer di Cina dengan melancong ke Mongolia. Hari pertama perjalanan, pria kelahiran Lumajang 28 tahun silam ini nyaris dirampok pemabuk di kereta. Malam harinya ia dicegat begal di jalan. Tapi pengalaman delapan tahun lalu itu tak membuatnya kapok. Ia terus bepergian ke Tibet, Nepal, dan India. Ia masuk Pakistan lalu menembus ke Afganistan tempat konflik senjata tak pernah berhenti. Ia juga satu dari sangat sedikit orang yang berpetualang ke negara-negara di Asia Tengah, seperti Tajikistan, Turkmenistan, Kazakhstan, dan Uzbekistan. Kisah petualangannya ke negeri “Stan” itu ia bukukan dengan judul Garis Batas terbitan Gramedia Pustaka Utama. Sebelumnya ia juga menerbitkan Selimut Debu yang bercerita soal perjalanannya di Afghanistan. Disebut-sebut beberapa editor media massa sebagai salah satu penulis perjalanan terbaik yang dipunyai Indonesia, Agustinus mendulang kisah travelling yang mendalam lewat buku-buku yang dibacanya sembari menanti truk tumpangan yang tak jelas kapan datangnya. “Buku yang dibaca akan sangat mempengaruhi perasaan dan pikiran saya tentang tempat yang dituju,” ujarnya. Berikut ini petikan obrolan bukunya dengan Agustinus soal buku yang jadi sahabatnya dalam perjalanan: Membawa buku saat travelling, hukumnya wajib atau sekedar pelengkap saja? Wajib. Buku yang dibaca selama bepergian itu akan mempengaruhi [...]
Whiteboard Journal (2011): Interview with Agustinus Wibowo
http://whiteboardjournal.com/features/roundtable/interview-with-agustinus-wibowo.html http://whiteboardjournal.com/old/features/roundtable/interview-with-agustinus-wibowo.html Forming a passion for traveling, Agustinus Wibowo has spent most of his years in a foreign country. Referred as a world backpacker, Agustinus Wibowo whose profession is as a journalist, has taken the road less traveled by going to the depths of China, Mongolia, Afghanistan, India, Pakistan, Iran to the unfamiliar countries of Central Asia. His contemplative nature and literary adeptness has pushed him to compile his travel stories in a publication called ‘Selimut Debu’ in 2010, and ‘Garis Batas’ recently in 2011. Whiteboard Journal had a chance to learn more of his purpose of travels and the turnings points that have defined him as a word traveler. W: How did everything start? What initially drew you to be so engulfed in traveling? Everything started from childhood, when my dad introduced me to philately. I collected stamps from almost all countries, and stamps were my “window” to the world. I always dreamed to visit the countries of which stamps I have collected. I also loved geography, wanted to learn different languages and cultures. As I was raised in a small town, everything seemed just merely a dream. But then when the chance came, I went to Beijing as [...]
Janna (2011): Jadi Travel Writer, Siapa Takut!
June 2011 Majalah Janna Jadi Travel Writer, Siapa Takut! Nyali Agustinus Wibowo melebihi besar tubuh dan tinggi badannya. Bagaimana tidak, pemuda usia 29 tahun ini mengunjungi dan tinggal di Afghanistan ketika negara tersebut sedang dalam kondisi terburuknya. Agus juga menjelajahi negaranegara pecahan Uni Sovyet yang bertetangga dengan Afghanistan seperti Kazakhstan, Kyrgistan, Turkmenistan, dan Uzbekistan. Tidak sekedar berkunjung, Agus menegaskan, dirinya sebagai musafir yang menyelami kebudayaan negeri lain tapi tetap menjaga jarak sebagai pengamat. Di balik itu semua, Agus tetap bisa selamat sampai tujuan dan kembali dan menuliskan pengalamannya kepada pembaca di Indonesia. Sebuah ‘bisnis’, kalau bisa disebut bisnis, yang luar biasa. Menggabungkan kesenangan pribadi dan profesionalitas diri. Berikut wawancara Janna dengan pemuda asal Lumajang, Jawa Timur ini di Bandung: Profesi kamu ini unik. Sebagai penulis perjalanan di daerah-daerah yang berbahaya. Kira-kira profesi ini menjanjikan gak sih buat anak muda? Bisa! Kita memang perlu menggerakkan ini. Kalau saya lihat sih sudah arah ke sana ya. Ada beberapa penulis perjalanan yang menerbitkan buku yang bagus. Ada tapinya? Tapi… Di sisi lain, profesi ini di Indonesia rasanya kurang. Kurang maksudnya kurang rasa aman. Bukan rasa aman ‘keamanan’. Tapi rasa aman untuk masa depan. Maksud saya, kalau dibandingkan dengan di Eropa, di sana banyak [...]
[VIDEO] Liputan6 SCTV: Backpacker Asal Lumajang
Agustinus, Empat Tahun Berkelana dengan Ransel Sosok | oleh Tim Liputan 6 SCTV Posted: 29/05/2011 12:54 Liputan6.com, Jakarta: Kegigihan Agustinus Wibowo membawa dirinya melangkahkan kaki ke berbagai penjuru dunia. Empat tahun sudah Agus mengembara menyandeng rasel. Pengembaraan dimulai dari perjumpaan Agus dengan seorang backpacker Solo asal Jepang. Kala itu Agus sedang kuliah di Universitas Tshinghua, Beijing, Cina. Ia kemudian tergoda dan memulai perjalanannya dari negara tetangga Cina, Mongolia pada 2002. Agus kemudian merambah ke negara-negara lain seperti Tibet, Nepal, India dan Pakistan. Semua itu dilakoni seorang diri. Setelah menjadi relawan pasca-tsunami Aceh pada 2005, Agus menolak beasiswa pendidikan strata dua Ilmu Komputer di Cina. Dia justru memantapkan diri memulai perjalanan ke negara yang penuh konflik dan perang, Afghanistan. Satu tahun tujuh bulan ia menggembara ke pelosok-pelosok Negeri Mullah yang tak pernah dikunjungi orang asing, bahkan penduduk daerah lain. Di balik keberaniannya menyusuri tepian jurang, menyeberangi sungai dan mendaki gunung, Agus sebenarnya menyimpan ketakutan akan ketinggian. Kendati demikian, langkahnya tak pernah surut. Dan, kisah ini dituangkan dalam buku pertamanya bertajuk Selimut Debu. Tak sekadar jalan-jalan, Agus menghindari perjalanan naik pesawat agar bisa mengupas budaya tiap negara yang dikunjungi. Ia kemudian menghubungkannya dengan permasalahan di Indonesia. Tentu saja ini didukung dengan kelebihan [...]
[VIDEO] Kick Andy (2011): Kisah Para Petualang
http://www.kickandy.com/theshow/1/1/2099/read/KISAH-PARA-%20PETUALANG. Jumat, 27 Mei 2011 21:30 WIB KISAH PARA PETUALANG Dalam perjalanan kehidupan seorang manusia, pada suatu saat terkadang memerlukan sebuah proses mencari makna hidup melalui hal-hal yang tidak terduga dan bahkan tidak dapat dimengerti oleh orang lain. Hal tersebut dapat berupa melakukan aktifitas berbeda yang diluar rutinitas, kegemaran yang dilakukan secara total, maupun peristiwa-peristiwa yang dialami ketika berada dalam perjalanan menuju suatu tempat. Sesungguhnya inti dari semuanya itu adalah adanya perjuangan dan proses pembelajaran yang dinikmati dengan ikhlas. Itulah yang telah dilakukan oleh para tamu Kick Andy dalam episode ini, mereka adalah para petualang yang sejenak berbagi kisah perjalanannya dengan kita. Rob Rama Rambini. Pria kelahiran Roma, Italia ini adalah sulung dari 3 bersaudara. Ibundanya adalah seorang pianis dan komposer musik, Trisutji Kamal. Besar di Jakarta dan saat lulus SMA ia ikut ayahnya dan tinggal di berbagai negara di Eropa dan Rusia. Selama hidupnya, Rama mengaku tidak pernah tinggal lama disuatu tempat, karena mengikuti sang ayah yang bekerja di Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI). Perasaan tidak pernah terikat pada suatu tempat, bisa jadi telah membuat sosok Rama akhirnya mampu melakukan solo sailing dari California ke Indonesia selama lebih kurang 11 bulan. Dengan membiayai sendiri pelayarannya dengan kurang lebih [...]
Metro TV (2011): Tionghoa Jelajahi Afghanistan
May 2011 Metro TV (Indonesia) MetroXinwen [youtube]http://www.youtube.com/watch?v=BlGNjYXVz_E[/youtube] [...]
[VIDEO] TVOne (2011): Selimut Debu dan Garis Batas
Talkshow buku Selimut Debu dan Garis Batas, Agustinus Wibowo, Apa Kabar Indonesia, TVOne, Jakarta, 22 Mei [...]
Tempo (2011): Tujuan Berikutnya, Asia Tengah
22 May 2011 Majalah Tempo: Gaya Hidup Tujuan Berikutnya, Asia Tengah Tujuan Berikutnya, Asia Tengah http://majalah.tempointeraktif.com/id/arsip/2011/05/16/GH/mbm.20110516.GH136711.id.html Negara-negara berakhiran “stan” di Asia Tengah makin digemari para backpacker sebagai tujuan petualangan mereka. Mereka ingin menelusuri Jalur Sutra. PERJALANAN Agustinus Wibowo menembus Afganistan membawanya ke tepian Sungai Amu Darya di ujung utara negeri itu. Menunggang keledai di jalan berbatu dan terjal, ia melihat di seberang sungai berseliweran mobil di atas jalan beraspal. Pemandangan itu membuat Agus penasaran dengan kehidupan di negara-negara pecahan Uni Soviet yang berada di seberang sungai. Agus, yang menetap di Beijing, sebenarnya bisa dengan mudah naik pesawat dari Cina. Tapi ia memilih jalan darat dari Afganistan masuk ke Tajikistan. “Jalan darat itu makan waktu lebih lama,” ujar pria berusia 28 tahun ini. “Semakin lama perjalanan, semakin banyak yang bisa saya pelajari.” Dimulai pada 2006, Agus satu tahun lamanya berkeliling Tajikistan, Kirgistan, Kazakhstan, Uzbekistan, dan Turkmenistan. Hitungannya, ia menghabiskan uang US$ 400 per bulan. “Itu relatif lebih murah daripada ke Eropa,” ujarnya. Kisah perjalanan di negara-negara berakhiran “stan” begitu ia menyebutnya-dibukukan dengan judul Garis Batas. Ahad dua pekan lalu, buku itu jadi bahan diskusi Komunitas Back-packer Dunia di Kafe Pondok Penus, Taman Ismail Marzuki, Jakarta. Selama lima jam nonstop, [...]
Pikiran Rakyat (2011) Menembus Garis Batas Asia Tengah
16 May 2011 Menembus Garis Batas Asia Tengah SAAT duduk di bangku sekolah dasar, di Lumajang, Jawa Timur, Agustinus Wibowo ditanya oleh gurunya, “Cita-citamu menjadi apa?” Dengan tegas Agustinus menjawab, “Saya ingin menjadi turis.” Jawaban itu tidak dapat diterima oleh sang guru karena cita-cita seorang anak haruslah menjadi dokter, pilot, insinyur, dan berbagai predikat “bergengsi” lainnya. Menjadi turis tidak boleh menjadi cita-cita. Akan tetapi, Agustinus tetap bersikukuh ingin menjadi seorang turis. Belasan tahun kemudian, pada 2003, pada usianya yang baru 21 tahun, Agustinus memang menjadi turis. Namun, dia bukan seorang turis biasa. Pemuda yang tampak culun itu sedang berada di Afganistan, negeri yang sedang terca-bik-cabik perang untuk keseki-an kalinya. Keberadaan Agustinus di Afganistan bukan tidak sengaja. Dia merencanakan perjalanan itu sejak 2001 ketika dia melihat berita di televisi tentang Taliban yang menghancurkan patung Buddha raksasa. Bukan masalah hancurnya patung Buddha yang membuat Agustinus ingin mengunjungi Afganistan, tetapi gambar panorama alam di sekitar parung itu yang memukau matanya, sampai terbawa ke alam mimpi. “Saya lihat sekilas di televisi. Afganistan begitu indah. Kemudian saya bermimpi datang ke Afganistan, di sebuah tempat yang hijau, dan ada seorang perempuan bercadar di sana. Saya singkap cadar itu, dan mungkin itu pertanda bahwa saya harus menyingkap [...]
Jawa Pos (2011): Agustinus Wibowo dan Petualangan Bertahun-tahun di Afghanistan
16 May 2011 Agustinus Wibowo dan Petualangan Bertahun-tahun di Afghanistan Lolos dari Perampokan, Pernah Ditawar Pria Homo Agustinus Wibowo bisa disebut sebagai petualang langka asal Indonesia. Dia menjelajah daratan Asia Tengah, mulai dari Beijing, Tiongkok, hingga Afghanistan. Setiap selesai berpetualang, dia bukukan pengalaman tersebut. ——————————————————- AGUNG PUTU ISKANDAR, Bandung —————————————————— Secara fisik, orang mungkin tidak akan percaya bahwa lelaki yang karib dipanggil Agus ini pernah blusukan ke kampung-kampung di Afghanistan. Tidak tanggung-tanggung, tiga tahun lebih dia tinggal dan berkumpul dengan masyarakat di negara yang dilanda konflik berkepanjangan itu. Tubuhnya kecil dan tampangnya lugu. Kulitnya putih bersih dan tidak ada kesan sebagai petualang di daerah yang banyak terdapat perbukitan dan padang pasir itu. “Saya di Afghanistan sudah biasa setiap hari dengar ada bom. Bahkan, saya pernah tinggal di daerah paling rawan. Malah kalau sehari nggak ada bom, terasa aneh,” kata Agus lantas terkekeh saat ditemui di toko buku Tobucil, Bandung (13/5). Entah, sudah berapa kali Agus pulang ke Indonesia. Setelah petualangan panjang dia pada 2003 dan disambung 2005?2009 berakhir, Agus tinggal di Beijing, Tiongkok. Dia bekerja sebagai [...]
Jawa Pos (2011): Traveling Tak Sekadar Jalan-Jalan
15 Mei 2011 Jawa Pos Traveling Tak Sekadar Jalan-Jalan JUDUL: Garis Batas, Perjalanan di Negeri-Negeri Asia Tengah PENULIS: Agustinus Wibowo PENERBIT: PT Gramedia Pustaka Utama TERIT: April 2011 TEBAL: xiv, 510 halaman Menceritakan petualangan ke negara-negara yang “tak masuk peta” dengan bahasa yang mengalir. Mendefinisi ulang makna garis batas. SEIRING dengan kemajuan ekonomi dan membaiknya kesejahteraan, traveling kini bukan lagi barang mewah di Indonesia. Entah traveling ikut group tour atau model menggelandang gaya backpacker, semuanya sudah jadi gaya hidup anak muda sampai orang tua. Para pelakunya pun seperti berlomba mendokumentasikan perjalanannya. Baik dalam bentuk buku maupun dipajang di situs jejaring sosial untuk sekadar pamer ke teman atau kolega. Namun, di antara sekian banyak buku yang bertebaran itu, tak ada yang seistimewa Garis Batas, Perjalanan di Negeri-Negeri Asia Tengah, karya Agustinus Wibowo. Istimewa lantaran buku ini tak hanya menginformasikan tempat makan, tempat pelesiran, atau penginapan. Di sini Agustinus mengajak kita bertualang di negara-negara berakhiran Stan yang nyaris jarang mendapat kunjungan. Mulai Tajikistan, Kirgizstan, Kazakhstan, Uzbekistan, dan berakhir di Turkmenistan. Garis Batas adalah buku kedua Agustinus setelah Selimut Debu yang membahas tentang Afghanistan. Saat bertatap muka di Beijing, Tiongkok, akhir April silam, siapa yang menyangka sosok inilah yang berkelana mendaki gunung, mengarungi [...]
MyTrip (2011): Agustinus Wibowo Si Kutu Buku yang Akhirnya Malang-Melintang di Afghanistan
MyTrip Vol 1/2011 Maret 2011 Pewawancara: Mayawati Nur Halim Foto: Dokumentasi pribadi Agustinus Wibowo, Mayawati Nur Halim (foto Agustinus menandatangani buku) Pertama kali melihat sosok Agustinus Wibowo, saya tak mengira dialah petualang pemberani yang mblusuk-mblusuk pedalaman Afghanistan, negeri yang penuh gejolak. Posturnya sedang, kulitnya putih, cara bicaranya lembut. Jauh dari kesan petualang. Padahal bukan cuma Afghanistan; Mongolia, Iran, Tibet, Nepal, India, Pakistan, Tajikistan, Kirghiztan, Kazakhstan, Uzbekistan dan Turkmenistan, juga Laos telah dirambahnya. Semakin besar tantangannya, semakin ia menikmatinya. Di satu kesempatan Juli lalu, Gus Weng, begitu ia dipanggil, berbagi cerita dengan myTrip. Kebetulan saat itu ia tengah kembali ke Indonesia dan datang ke Jakarta untuk memenuhi undangan temu muka dengan anggota milis Jalansutra. Berpuluh halaman pun sebenarnya tak cukup untuk menuangkan kisah-kisah menakjubkan yang dituturkannya. Jadi, bacalah buku pertamanya Selimut Debu jika ingin menikmati ceritanya lebih detil. Tapi yang disarikan pemuda 28 tahun asal Lumajang, Jawa Timur ini, khusus dibagikannya untuk pembaca myTrip. Momentum yang membuat kamu seperti sekarang? “Saat menjadi relawan di Aceh, Januari 2005, setelah tsunami (Desember 2004), beberapa bulan sebelum saya lulus kuliah di Beijing. Sejak saat itu saya memutuskan tidak akan melanjutkan studi S2 di bidang ilmu komputer dan total menjadi jurnalis. Padahal saat itu saya [...]
TraxFM (2011): Selimut Debu
http://www.traxonsky.com/trax-guide/book/1054-selimut-debu Kalau mendengar Negara Afghanistan, pasti yang tertanam di otak kita adalah negeri dengan perang tanpa henti, kemiskinan, kehancuran, dan bom tanpa henti. Dengan segala ancaman yang ada di Afghanistan, negeri tersebut tetap menyimpan banyak misteri. Misteri-misteri itulah yang menyebabkan Agustinus Wibowo, penulis buku ini, untuk menjelajahi negeri Afghanistan untuk menyibak misteri yang tersimpan di dalamnya, dan petualangan itu dia lakukan sendirian! Buku ini menarik banget buat dibaca, dengan alur yang juga nggak ribet dan jalan cerita yang bikin kita penasaran akan endingnya. Highly recommended! [...]
[VIDEO]中国中央电视台CCTV-13:“新春亚洲行”特别节目(走进文莱和印尼)
本期介绍 本期节目主要内容: 1、新春亚洲行–走进文莱和印尼; 2、昨天互动问题的答案:“黄梨”谐音“旺来”喻示好兆头; 3、文莱:新春亚洲行: (1)文莱并不遥远,古称渤泥国; (2)五万华人为社会作出积极贡献; (3)吴尊为您介绍文莱华人过春节; (4)华人新春活动迎来“神秘贵宾”; 4、文莱:今天的互动问题:今年文莱华人团拜会的贵宾是谁; 5、文莱–大年初一要放假; 6、文莱:新春亚洲行:几代华人依然保留着过年习俗; 7、印尼–春节是法定假日;
U-Mag (2010): Agustinus di Titik Nol
November 2010 Rubrik Adam U-MAG Agustinus di Titik Nol Dikenal sebagai backpacker sejati, bertahun-tahun dia berjalan tanpa pernah pulang. Agustinus Wibowo adalah nomaden yang mengumpulkan aneka identitas dari setiap negara yang dia kunjungi. Qaris Tajudin TITIK NOL PERTAMA: Lumajang, Republik Indonesia (112°53’-113°23’ Bujur Timur dan 7°54’-8°23’ Lintang Selatan) Di bawah konstelasi bintang berbentuk singa dan dalam naungan sayap ayam jago (8 Agustus 1981), dia lahir. Bulan kelahirannya diambil untuk salah satu kata dalam namanya: Agustinus Wibowo. Beberapa tahun kemudian, dia mengoleksi prangko luar negeri, jendela sempit yang memungkinkan dia mengintip negeri terjauh. Ketika guru sekolah dasarnya bertanya, “Apa cita-citamu?”, dengan lantang dia berteriak: “Aku pengen jadi turis!” Gurunya mungkin melongo, tapi segera mengatakan bahwa orang tak boleh bercita-cita menjadi turis, karena itu bukan pekerjaan. Agustinus Wibowo lalu mengganti cita-citanya. Dari pendeta, polisi, hingga guru. Sempat juga ingin menjadi ahli bahasa. Tapi semangatnya menjadi turis tidak berhenti. Saat menginjak kelas III SD, dia bertekad menulis novel. Ceritanya tentang sebuah keluarga yang ingin berkeliling dunia, start dari Inggris. Peta dan rute perjalanan sudah disiapkan. Rencananya, setiap halaman bercerita tentang satu kota. Rencananya juga, setiap hari dia menyelesaikan satu halaman. Pada hari kesepuluh dia berhenti. Catatannya lalu hilang. Kelak, catatan perjalanannya (juga [...]
Reader’s Digest Indonesia (2010): Terpukau Oleh Peradaban dan Alam
October 2010 Reader’s Digest Indonesia Memori Destinasi bukan lagi menjadi sesuatu yang penting, tetapi bagaimana proses yang terjadi selama perjalanan itu sendiri. Oleh Agustinus Wibowo Ini adalah perjalanan yang dimulai dari sebuah mimpi. Mimpi untuk menyingkap rahasia negeri Afghan. Mimpi yang membawa saya berjalan ribuan kilometer untuk menemukan rohnya, menikmati kecantikannya, merasakan air mata yang membasahi pipinya….” Begitulah tulisan dalam buku harian kumal yang menemani perjalanan panjang saya dari Beijing hingga ke Afghanistan. Hanya dengan berbekal 300 dolar, menumpang kereta kelas kambing, bus, truk, melintasi gunung-gunung Pakistan utara, bertahan hidup dengan jajanan pasar, menembus keganasan panasnya kota Peshawar dan terguncang-guncang dalam mobil berdebu saat menembus perbatasan. Sampai akhirnya saya berdiri penuh takzim di hadapan reruntuhan patung Buddha Bamiyan, Afghanistan. Surga yang cantik, dengan ranjau bertebaran di mana-mana. Perang dan pertumpahan darah seperti cadar hitam yang menyelubungi tanah Bangsa Afghan, yang diselimuti debu tebal dan dilupakan orang. Tragis memang, karena negara itu sebenarnya sangat indah dan permai. Dan meski begitu berat dan melelahkan, saya terus berjalan mengelilingi Afghanistan, untuk menemukan rahasia dan misteri negeri kuno itu, dan menjalin persaudaraan dengan warga Afghan, yang ternyata menerima saya dengan tangan terbuka, penuh cinta dan persahabatan. Tanpa terasa, dua tahun saya habiskan untuk [...]
Tangan Itu Telah Dingin
Tangan itu telah dingin, wajah itu telah mengembang. Tangan yang sama, tangan yang senantiasa membelaiku, tangan yang mencengkeram ranjang ketika merejang melahirkanku, tangan yang begitu terampil membuat kue tart ulang tahunku, tangan yang memukul dan mengajarku, menempeleng sekaligus membelaiku,…. Wajah yang sama, wajah yang senantiasa tersenyum dalam kesakitan, wajah yang begitu jelita, wajah yang lembut namun tidak lemah. Kutatap matanya yang terpejam, begitu tenang, seakan-akan mata itu masih akan membuka perlahan menyambut matahari bersinar. Tangan itu telah dingin, wajah itu telah mengembang, mata itu tak akan lagi terbuka, selamanya. Tanganku bergetar ketika memasukkan butir-butir mutiara ke tujuh lubang di wajahnya. Kedua mata, tempatku memandang dan mengharap penguatan. Kedua telinga, tempatku membisikkan segala keluh kesah. Kedua lubang hidung, yang teliti mengendusi segala aroma. Bibir yang indah, melantunkan suara emas. Aku tak kuasa. Semua begitu dingin…, dingin yang mati… Takkan lagi tangan itu menjadi hangat. Takkan lagi wajah itu bercahaya. Takkan lagi mata itu terbuka. Takkan lagi mulut itu berkata-kata. Ia masih cantik, ia tetap cantik. Mama telah beristirahat dengan tenang…, tenang sekali… Tanganku bergetar. Air mataku membalut ratapan, mengiring ketokan palu yang merapatkan peti matinya. Selamat beristirahat, mamaku tercinta. Lumajang, 1 Agustus [...]