Recommended

Publication

Detik (2013): Traveling ke Afghanistan, Seberapa Aman?

Sri Anindiati Nursastri – detikTravel – Jumat, 11/10/2013 07:42 WIB http://travel.detik.com/read/2013/10/11/074232/2384172/1382/1/traveling-ke-afghanistan-seberapa-aman Jakarta – Bagi sebagian traveler, Afghanistan membangkitkan rasa penasaran. Negeri itu seperti dirundung konflik tak berkesudahan. Padahal alamnya sangat memukau, sejarah dan budayanya kaya. Seberapa aman traveling ke Afghanistan? Bicara soal Afghanistan, yang terlintas di benak Anda pastilah Taliban. Banyak orang menyebut Afghanistan sebagai ‘negeri perang’. Konflik dengan Taliban bahkan bahkan masih berlangsung sampai sekarang. Padahal, Afghanistan punya banyak cerita. Budaya dan sejarahnya memukau traveler dari berbagai belahan dunia. Ada Kabul sebagai ibukota, Bamiyan yang dulu punya patung Buddha terbesar sedunia, juga Herat yang beratmosfer Persia. Soal keindahan alam, Afghanistan jagonya. Ada dataran tinggi Pamir tempat para pendaki menikmati panorama ala Puncak Dunia. Ada pula Band-e Amir National Park, yang punya 5 danau berwarna biru bak safir! Agustinus Wibowo adalah salah satu traveler Indonesia yang pernah berkeliling Asia Tengah. Perjalanan itu ditorehkannya lewat buku-buku berjudul Selimut Debu, Garis Batas, dan Titik Nol. Traveling ke Afghanistan, menurut Agustinus, cenderung aman dan tak selalu berisiko. Afghanistan cukup besar sehingga kondisi kemanannya pun bervariasi. “Daerah-daerah di utara cukup aman. Banyak pendaki gunung dan trekker yang terpukau [...]

October 11, 2013 // 1 Comment

Klikpositif.com(2013): Saya Mencari Hal-hal yang Tak Terduga

http://www.klikpositif.com/news/read/3082/wawancara-agustinus-wibowo-saya-mencari-hal-hal-yang-tak-terduga.html Minggu, 06 Oktober 2013 | 11:02 WIB Wawancara: Agustinus Wibowo, Saya Mencari Hal-hal yang Tak Terduga Bagi saya, perjalan itu seperti cermin. Dengan melakukan perjalan keluar wilayah asal kita, disana kita akan tahu siapa diri kita. Penulis: Ahmad Bil Wahid | Editor: Andika D Khagen Agustinus Wibowo adalah sang petualang. Ia telah mengunjungi negara-negara di Asia Barat dan Asia Tengah. Ia menuju Tibet, menyeberang ke Nepal, turun ke India, dan menembus Pakistan, Afghanistan, Iran, lalu ke Asia Tengah,  Tajikistan, kemudian Kyrgyzstan, Kazakhstan, hingga Uzbekistan, dan Turkmenistan. Baginya, hidup adalah menaklukkan hal-hal yang tak terduga. Ia tidak membayangkan berada di India pada 2008, ketika negara itu diserang bom. Pengalamannya telah menuangkan dalam tiga buah buku, Selimut Debu, Titik Nol dan Garis Batas. Pria kelahiran 8 Agustus 1981—yang tak menamatkan studinya di Institut Sepuluh November Surabaya ini—menceritakan sepenggela pengalamannya kepada jurnalis KLIKPOSITIF, Ahmad Bil Wahid, Sabtu, 5 Oktober 2013. Berikut petikannya.   Apa yang mendorong Anda untuk melakukan perjalan? Awalnya, saya ingin melihat dunia luar, tahun 80an belum ada internet tapi karena hobi menulis saya sudah punya banyak teman pena di berbagai negara. Jadi sejak saya kecil, dorongan untuk melihat dunia luar itu sudah ada. Kenapa memilih hidup dengan bertualang? Bagi [...]

October 6, 2013 // 1 Comment

Inioke (2013): Perjalanan Bukan Masalah Tempat, Tapi Sudut Pandang

Dalam rangkaian Festival Wanita Wirausaha Femina 2013, Agustinus Wibowo, pengarang buku laris Selimut Debu, berbagi tips mengenai Travel Writing di Kelas Inspiratif “Travel Writing” hari Jumat (26/07). Tahukah Anda, bahwa menceritakan suatu perjalanan, bisa menjadi karya seni yang menarik!

October 6, 2013 // 0 Comments

Nova (2013): Hidup Adalah Perjalanan

16 September 2013 Agustinus Wibowo HIDUP ADALAH PERJALANAN   Pria asal Lumajang (Jatim) ini bukan penulis buku perjalanan biasa. Ia tidak menulis tempat eksotis di dunia tapi lebih menyusuri kehidupan masyarakat di negara yang disinggahinya. Hasilnya, adalah buku laris yang menyentuh pembacanya.   Anda dikenal sebagai penulis kisah perjalanan, ya? Iya, saya sudah menulis tiga buku tentang perjalanan yang sudah diterbitkan Gramedia Pustaka Utama. Selimut Debu (2010) menceritakan perjalanan saya di Afghanistan,  Garis Batas (2011) tentang negara-negara Asia Tengah, dan  Titik Nol (2013). Sejak kapan suka jalan-jalan? Sebenarnya saya anak rumahan, takut keluar rumah.  Paling ke luar rumah untuk keperluan sekolah. Semasa kecil tinggal di Lumajang (Jawa Timur), saya lebih senang di rumah. Sampai-sampai orangtua memaksa saya untuk sekadar main ke luar, tapi saya enggak mau. Kalaupun terpaksa pergi, untuk menempuh jarak dekat pun saya memilih naik becak. Saya hobi membaca buku, antara lain buku tentang biografi dan pengetahuan. Bahkan, ketika kelas 1 SD saat umur 6 tahun, saya sudah hafal ibu kota seluruh negara di dunia. Saya tertarik dengan dunia luar, tapi enggak punya keberanian. Bagaimana titik baliknya sampai Anda senang melakukan perjalanan? Saya terpaksa tinggal jauh dari rumah.  Saya kuliah di Tsinghua University, mengambil bidang komputer di Beijing. [...]

September 16, 2013 // 6 Comments

Traveler【旅行家】(2013):视觉

巴彦乌列盖(Bayan Olgii)是蒙古最西部且海拔最高的省份,如果从乌兰巴托前往,需忍受长达70 多个小时、十分颠簸的车程,但仍值得一去。在当地生活的哈萨克族人至今保留着伊斯兰传统生活方式,由于穆斯林在饮酒上的限制,犯罪事件相对较少,因此在当地旅行比在蒙古其他地方安全许多。每年在乌列盖都会举办金鹰节(Golden Eagle Festival),当地数百名猎鹰高手参与角逐,成千上万的国际游客也会前来观赛。节日期间,还会举行哈萨克族的传统服饰狂欢秀。

September 15, 2013 // 0 Comments

National Geographic Traveler Indonesia (2013): Kemeriahan Perkabungan

Portfolio | Foto dan Teks oleh Agustinus Wibowo Di Iran, dalam setahun setidaknya ada sepuluh hari besar religi. Pada hari kesepuluh bulan Muharram, warga Syi’ah memperingati kesyahidan Hussain, cucu Nabi Muhammad—dikenal sebagai Hari Asyura. Para umat di Iran berparade di hari wafatnya Nabi Muhammad. Mereka memukul-mukulkan rantai ke dada sebagai ungkapan kesedihan. Peringatan ini bertepatan dengan hari kesyahidan Hassan, cucu Nabi. Hitam adalah warna yang mendominasi. Lelaki, juga berbaju hitam, berarak menyusuri jalan. Dada dan kepala ditepuk, rantai dipukulkan ke punggung, sesekali terdengar tangis susul-menyusul. Sebuah peringatan kematian. “Tidak ada darah dalam peringatan di Iran. Itu dilarang pemerintah. Kau lihat sendiri, kami memperingati hari besar kami dengan cara beradab,” kata seorang umat dari pinggiran Teheran. Lantunan doa memenuhi angkasa. Menggelegar pula suara tetabuhan band mengiringi para lelaki yang berbaris, berparade sepanjang jalan. Pertempuran di medan Karbala ditampilkan sebagai pertunjukan teater di masjid dan jalanan. Lelaki berbaju zirah memerankan tokoh Hussain yang gagah, menunggang kuda putih menantang Yazid yang lalim. Bait-bait puisi Persia mendayu, diiringi merdunya denting dawai. Drama berlangsung hingga tengah malam. Pada puncaknya, para lakon menggambarkan bagaimana satu demi satu anggota keluarga Hussain meninggal dengan mengenaskan. Mereka menyebut ritual tahunan ini “Festival Hussain.” Sebuah perkabungan yang menjadi [...]

August 19, 2013 // 0 Comments

Femina (2013): Workshop Travel Writing Wanita Wirausaha

    Travel Writing http://wanitawirausaha.femina.co.id/WebForm/contentDetail.aspx?MC=002&SMC=008&AR=22 Dalam rangkaian Festival Wanita Wirausaha Femina 2013, Agustinus Wibowo, pengarang buku laris Selimut Debu, berbagi tips mengenai Travel Writing di Kelas Inspiratif “Travel Writing” hari Jumat (26/07). Tahukah Anda, bahwa menceritakan suatu perjalanan, bisa menjadi karya seni yang menarik! “Banyak orang mengira tulisan perjalanan sebatas kita pergi ke mana, naik apa, dan melihat apa saja di tempat yang kita kunjungi. Sejatinya, travel writing atau tulisan perjalanan merupakan sarana untuk memikat pembaca dengan kisah perjalanan kita sekaligus berbagi pengalaman dengan mereka,”ungkap Agustinus. Sebagai seorang fotografer dan travel writer, Agustinus telah menghabiskan empat tahun untuk menelusuri berbagai tempat yang kurang populer di mata turis. Salah satu karyanya “Selimut Debu” menceritakan kisah perjalanannya selama di Afghanistan. “Satu hal yang perlu diingat oleh para penulis, tulisan perjalanan haruslah bersifat deskriptif, kontemplatif, dan realistis. Kita harus bisa mendeskripsikan perjalanan kita sehingga pembaca juga dapat membayangkan dan ikut merasakan perjalanan yang kita alami,” papar Agustinus. Sedangkan maksud sebuah tulisan itu bersifat kontempelatif adalah tulisan tersebut bisa membangun keterikatan dengan pembaca. Yang terpenting, sebuah tulisan perjalanan harus memiliki manfaat baik bagi penulis maupun bagi pembaca. [...]

July 26, 2013 // 0 Comments

Nabawia (2013): Selimut Debu, Petualangan Mengesankan di Negeri Khaak

Keren. Itu kata saya selesai membaca buku setebal 461 halaman itu. Sejak paragraf Awal Agustinus Wibowo telah mengajak saya untuk berpetualang melintasi negeri pimpinan Hamid Karzai dengan bahasa yang membumi dan tidak menggurui. Berbekal buku An Historical Guide to Afghanistan ia berpetualang melintasi Afghanistan tahun 2006, setelah tahun 2003 ia kesana dan bertemu dengan seorang pencari karpet di kedai teh Bamiyan yang memantik semangatnya untuk berkeliling negeri itu.

July 24, 2013 // 0 Comments

Wings (2013): Titik Nol

July 2013 Wings (The Magazine of Wings Air) Titik Nol Penulis Agustinus Wibowo Titik Nol merupakan buku ketiga yang ditulis oleh Agustinus. Sebelumnya ia juga pernah menuliskan pengalamannya sebagai backpacker dalam buka Selimut Debu (2010) dan Garis Batas (2011). Terpukau pesona kata “jauh”, si musafir menceburkan diri dalam sebuah perjalanan akbar keliling dunia. Menyelundup ke tanah terlarang di Himalaya, mendiami Kashmir yang misterius, hingga menjadi saksi kemelut perang dan pembantaian. Dimulai dari sebuah mimpi, ini adalah perjuangan untuk mencari sebuah makna. Hingga akhirnya setelah mengelana begitu jauh, si musafir pulang, bersujud di samping ranjang ibunya. Justru dari ibunya yang tidak pernah ke mana-mana itulah, dia menemukan satu demi satu makna perjalanan yang selama ini [...]

July 20, 2013 // 0 Comments

[VIDEO] Net TV (2013): Travel Photographer

16 July 2013   Talkshow in Indonesia Morning Show program of Net TV on life as travel photographer (and travel writer), especially in Central Asia and war zones of [...]

July 16, 2013 // 0 Comments

XLife (2013): Titik Nol – Agustinus Wibowo

Juli 2013 “Kamu sudah diperbudak. Masa lalu sudah lewat, tetapi kamu masih disiksa masa lalu. Listen, tak ada kebahagian di sana. Jangan dipikir lagi. Yang lalu biarlah berlalu. Masa lalu adalah penyesalan, masa depan adalah ketakutan.” Ujar salah satu sadhu Nepal yang menohok Agustinus Wibowo dalam perjalanannya karena masih memikirkan dompet. satu-satunya harta miliknya yang dicopet. ‘Titik Nol’, buku karya Agustinus Wibowo yang mengulas makna perjalanan yang telah dilaluinya, menyuguhkan cerita yang berbeda dari buku perjalanan lainnya. Mengawali titik nolnya dari Lumajang, Jawa Timur pada usia 19 tahun, ia melanjutkan kuliah di Universitas terbaik di China. Namun kemudian memutuskan untuk mengarungi Tibet, India, Nepal, hingga Afganistan, dan bukan melamar pekerjaan ataupun melanjutkan pendidikan S2. Dengan gaya penulisannya yang detil, Agustinus menggambarkan petualangannya bertemu dengan orang-orang disepanjang perjalanannya. Mencari cara untuk berbaur dengan penduduk setempat di Tibet agar lebih mudah berpindah tempat dan mendapatkan harga lebih murah dengan dananya yang terbatas, hingga petualangannya bisa lolos dari zona perang tanpa terluka sedikitpun.Nilai perjalanan tidak terletak pada jarak yang ditempuh seseorang, bukan tentang seberapa jauhnya perjalanan, tapi lebih tentang seberapa dalamnya seseorang bisa terkoneksi dengan orang-orang yang membentuk kenyataan di tanah kehidupan. (Liam Li, Oktober 2012) Buku setebal 552 halaman ini menggabungkan dua [...]

July 10, 2013 // 0 Comments

Tempo (2013): Speaking about Poetry and Photography (Makassar International Writers Festival 2013)

http://en.tempo.co/read/news/2013/06/26/114491501/Speaking-about-Poetry-and-Photography Speaking about Poetry and Photography Wednesday, 26 June, 2013 | 22:13 WIB TEMPO.CO, Makassar – Agustinus Wibowo, the writer of three travel books, said, “As promoted by an airline ad, everyone can fly now. Yet not everyone can understand the meaning of a journey.” Agus put forth his statement during a discussion at the Makassar International Writers Festival on June 25, 2013. He was the speaker for the first session on the first day of the festival. He spoke about the relationship between poetry and photography. “Many things can be poetic and touching from a journey, just as long as we can find the meaning,” said the author of the books Titik Nol, Selimut Debu, and Garis Batas. Agus, who has traveled to numerous countries in Central Asia, exhibited some pictures as an example. He said trips that are rushed and target-oriented would not have any meaning. Only journeys that are deeply observed and understood can create poetic portrayals in the mind. One of the photos Agus displayed was a picture of a muscle man, a participant of the Master of Afghanistan. “When a person first arrives in Afghanistan, they will take pictures of the war, opium fields, and others. However, if they [...]

June 26, 2013 // 0 Comments

Tempo (2013): Cerita Penulis dari Timur (Makassar International Writers Festival 2013)

Makassar Rabu, 26 Juni 2013 Koran Tempo Cerita Penulis dari Timur Mereka membawa angin segar kepada dunia sastra. Di antara 50-an penulis yang mengirimkan karyanya ke Makassar International Writers Festival (MIWF) 2013, tersebutlah enam penulis dari Indonesia bagian timur yang menyodorkan hal baru dalam karya-karyanya. “Kesegaran, kebaruan, dengan warna lokal yang khas dalam karyanya,” kata Aslan, koordinator kurator. Mereka adalah Mario F. Lawi (Kupang), Christian Dicky Senda (Kupang), Amanche Franck O.E. Ninu (Kupang), Muhary Wahyu Nurba (Makassar), Mariati Atkah (Makassar), dan Jamil Massa (Gorontalo). Sejalan dengan tema MIWF kali ini, yakni “My City My Literature”, di Fort Rotterdam Makassar, 25-29 Juni 2013, menurut Aslan, mereka bercerita tentang perkembangan kotanya melalui karya-karya sastra yang disajikan. “Saya akan bercerita tentang karya di mana saya sebagai anak pasar,” kata Muhary, yang ditemui di Gedung Kesenian Societeit de Harmonie, Makassar, Senin malam lalu. Sebagian ceritanya akan disajikan dalam bait-bait puisi yang dibacakan langsung oleh penulis dan penyair asal Makassar ini. Perkembangan Kota Makassar juga akan disajikan dalam bentuk potongan-potongan foto yang bertutur tentang sudut-sudut Kota Makassar, yang diabadikan oleh kawan-kawan dari Komunitas Boya-boya. Lalu bagaimana perkembangan sastra di Kupang, Nusa Tenggara Timur? Mario F. Lawi mengatakan geliat sastra mulai bangkit pada 2008, ditandai dengan [...]

June 26, 2013 // 0 Comments

KabarJagad (2013): Pengembaraan Agustinus Wibowo Tak Pernah Berujung

Senin, 24 Juni 2013 12:57 Reporter Lora Satrapi Gaya Hidup Kabarjagad.com Pengembaraan Agustinus Wibowo Tak Pernah Berujung Semua berawal ketika Agustinus menjadi sukarelawan tsunami di Aceh pada Januari 2005. Di daerah yang luluh lantak akibat terjangan gelombang dahsyat tersebut, ia justru melihat semangat warga yang kuat untuk bangkit kembali. Agustinus yang saat itu baru lulus dari jurusan Komputer, bertekad banting stir menjadi seorang jurnalis. Tujuannya hanya satu, bisa mengunjungi tempat-tempat yang tak biasa dikunjungi, untuk menyebarkan cerita-cerita inspiratif. Rencananya jelas, ia akan melakukan perjalanan dari Beijing sampai Afrika Selatan lewat jalan darat. Karena tak mendapat restu orang tua, praktis ia membiayai sendiri perjalanannya tersebut. Perjalanan akbarnya dimulai dari Stasiun Kereta Api Beijing, Cina, pada bulan Juli 2005. Dari sana, ia menanjak ke Tibet, menyeberang ke Nepal, India, menembus ke Pakistan, Afghanistan, Iran, lalu masuk ke negeri-negeri Stan di Asia Tengah, diawali Tajikistan, kemudian Kyrgyzstan, Kazakhstan, hingga Uzbekistan dan Turkmenistan. Sebagai titik awal perjalanan, Tibet mendapat tempat spesial di hati Agustinus. Saat itu, ia masuk ke negeri atap dunia tersebut dengan cara menyelundup karena tak mengantongi izin masuk yang biayanya sangat tinggi. Satu bulan di Tibet dijalaninya dengan penuh ketakutan. Takut ketahuan sebagai orang asing, takut diciduk polisi, takut dipenjara, dan [...]

June 24, 2013 // 0 Comments

DetikTravel (2013): Tentang Etika Fotografi Perjalanan

Penting! Ini Etika Berfoto Saat Traveling •    Oleh: Afif Farhan – detikTravel •    Rabu, 19/06/2013 16:29 WIB Jakarta – Kurang lengkap rasanya, jika Anda tidak foto-foto atau narsis saat traveling ke suatu destinasi. Meski begitu, ada beberapa etika yang harus Anda tahu sebelum menjepretkan kamera. Jangan sampai kasus Borobudur terulang! Berfoto sudah menjadi kegiatan wajib para wisatawan. Objek-objek wisata seperti pantai, gunung, atau atraksi wisata berupa tari-tarian, dapat Anda abadikan sebagai kenang-kenangan di dalam kamera. Tapi ingat, ada etika-etika berfoto saat tarveling yang harus Anda perhatikan. Penulis buku Garis Batas yang sudah berkeliling Asia Tengah, Agustinus Wibowo berbincang dengan detikTravel mengenai etika berfoto saat traveling. Dia pun memberikan banyak petuah dan pengalaman-pengalaman uniknya saat berfoto-foto di suatu destinasi: 1. Cari tahu soal aturan berfoto “Pertama, cari dulu tanda larangan memotret. Kalau tidak ada tandanya, berarti Anda bebas foto-foto di situ,” tutur pria yang biasa disapa Agus ini, Rabu (19/6/2013). Agus menambahkan, hal tersebut baiknya dilakukan di tempat-tempat wisata berupa candi, masjid, atau bangunan bersejarah. Sebabnya, bisa-bisa kena denda atau malah ditangkap. “Pernah saya di Turkmenistan ditangkap karena dianggap mata-mata. Sebab, saya memotret patung-patung emas yang ada di sana. Sampai mau keluar negaranya, kamera saya diperiksa lagi apakah ada foto tersebut [...]

June 19, 2013 // 0 Comments

Jurnal Nasional (2013): Perjalanan untuk Memahami Diri Sendiri

Perjalanan untuk Memahami Diri Sendiri  | Minggu, 16 Jun 2013 Dodiek Adyttya Dwiwanto Sebuah kisah luar biasa dan tidak biasa tentang perjalanan dan petualangan. Judul Buku : Titik Nol, Makna Sebuah Perjalanan Penulis : Agustinus Wibowo Penerbit : Gramedia Pustaka Utama Cetakan : kedua, Maret 2013 Tebal : 556 halaman Inilah catatan perjalanan yang tidak biasa. Biasanya sih, jika kita melihat catatan perjalanan atau petualangan seseorang di surat kabar atau buku, kita akan mendapatkan cerita yang indah atau kisah yang memukau. Enaknya menyantap makanan dan minuman khas setempat. Nikmatnya perjalanan dengan kendaraan unik yang ada di tempat tersebut atau kemudahan menjangkau lokasi wisata. Senangnya mendapatkan keramahtamahan penduduk setempat. Atau cara bagaimana sampai ke tempat itu, berapa biayanya, menginap di mana, makan apa, dan segala macam tetek bengek lainnya. Agustinus Wibowo tidak seperti itu. Titik Nol : Makna Sebuah Perjalanan bukanlah catatan perjalanan dan petualangan yang berisi kisah yang melulu indah. Ceritanya sudah tentu menarik tentang petualangan gila Agustinus dari Cina, India, Nepal, Afghanistan, Pakistan, Kashmir, dan lainnya. Tetapi yang tidak kalah ajaibnya, kisah ini malah dibuka dan diselang-selingi dengan penuturan Agustinus perihal ibundanya yang sakit keras. Pengungkapan soal pribadi terkait relasi dia dengan keluarga, ayah, ibu, dan adiknya. Tentu ini rada [...]

June 16, 2013 // 0 Comments

Gatra (2013): Memaknai Pengembaraan Melintas Peradaban

29 Mei 2013 Gatra  | Buku | Resensi Memaknai Pengembaraan Melintas Peradaban ADITYA KIRANA Titik Nol adalah prekuel dari dua buku perjalanan penulis sebelumnya. Paradoks-paradoks kehidupan yang terekam dalam perjalanan ini menjadi kekuatan dari hakikat keberagaman kultur umat manusia. Perjalanan menurut sebagian orang adalah cerita tentang pergi jauh menembus batas-batas provinsi, negara; serta benua, dan mungkin juga tentang beberapa penaklukan puncak gunung tertinggi, sungai terpanjang, lembah terdalam, samudra terluas, serta wilayah terdingin. Namun, menurut Agustinus, kerap para pengelana dan penjelajah melupakan bahwa setiap yang pergi pasti akan kembali. Titik Nol, ungkapan filosofis yang merupakan pantulan makna terdalam dari sebuah perjalanan, coba dimaknai Agustinus. Baginya, “jauh” adalah kata yang sering menjadi patokan setiap mengawali sebuah perjalanan. Para penjelajah Eropa dalam penaklukan dan menemukan jalur menuju ke Timur, seperti masa Alfonso d’Alburqurque. Juga di abad ke-20, seperti para astronot yang berlomba menjejakkan kaki ke bulan. Kesemuanya hanya terinspirasi oleh satu kata, jauh. Jauh ke tepi batas yang masih bisa dijangkau manusia. Mengawali perjalanannya melewati Urumqi menuju Kashgar, kota yang disebut sebagai pusat kebudayaan Uyghur dan terkenal dengan masjid-masjid kunonya, ia menjelajah melewati banyak wilayah, banyak cerita, dan tentunya banyak petualangan. Ketika masuk di Tibet sebagai pendatang gelap yang menyelundup, [...]

May 29, 2013 // 0 Comments

DetikTravel (2013): Wanita Pushtun

Sebelum Bertemu Cewek Pushtun, Ikuti 4 Tips Ini •    Oleh: Putri Rizqi Hernasari – detikTravel •    Jumat, 24/05/2013 18:52 WIB •    Komentar: 2 Komentar Peshawar – Traveler mana yang tak ingin melihat kecantikan gadis Pushtun dengan mata besar dan hidung mancungnya secara langsung? Jika Anda ingin melihatnya, sebaiknya ikuti dulu tips dari penulis buku Garis Batas, Agustinus Wibowo. Agustinus Wibowo dikenal sebagai penulis yang telah menjelajah ke berbagai negara di dunia. Kisahnya diceritakan lewat buku berjudul Selimut Debu, Garis Batas, dan yang terakhir Titik Nol. Dalam salah satu bukunya, Agus menceritakan tentang petualangannya ke tempat tinggal Suku Pushtun. detikTravel pun sempat berbincang singkat dengannya perihal perjalanannya. Dalam perbincangan Jumat (24/5/2013), pria asal Lumajang ini memberikan tips kepada traveler yang ingin traveling dan bertemu gadis Pushtun: 1. Hindari daerah konflik “Daerah yang dihuni Pushtun terkenal sebagai daerah konflik. Afghanistan sangat tidak direkomendasikan untuk didatangi,” ujar Agus. Afghanistan memang salah satu tempat yang dihuni Suku Pushtun, namun Agus tidak menyarankan turis untuk datang ke sana. Negara tersebut dikenal sebagai negara konflik, jadi demi keamanan, Anda sebaiknya menghindari Afghanistan. Hal ini dilakukan demi keamanan turis. Anda tentu tidak ingin membahayakan diri dengan datang ke daerah perang bukan? 2. Bertemu Suku Pushtun di Peshawar [...]

May 24, 2013 // 0 Comments

MyTrip (2013): Titik Nol, Apakah Makna Perjalanan ini Bagimu?

MyTrip Vol12/2013 Book review   Teks: Mayawati Nur Halim Foto: Hartadi, Dok.Pribadi Agustinus Wibowo   Perjalanan keliling adalah lingkaran sempurna: awal adalah akhir, tiada awal tiada akhir. Aku kembali ke titik nol.   Judul: Titik Nol Penulis: Agustinus Wibowo Penerbit:Gramedia Pustaka Utama Isi: 552 halaman + 40 halaman foto Harga: Rp 98.000   AGUSTINUS WIBOWO Sebelumnya ia telah melahirkan dua buku dengan genre sama yakni Selimut Debu dan Garis Batas. Merupakan kisah petualangannya di Afghanistan dan negeri-negeri Stan di Asia Tengah. Awalnya pemuda Lumajang, Jatim, yang pernah bekerja sebagai jurnalis di Beijing dan Afghanistan ini dikenal publik lewat rubrik “Petualang” di Kompas Cyber Media. Kini ia menetap di Jakarta.   SAFARNAMA NAMANYA Judul bukunya memang Titik Nol, tapi Agus menamai catatan pengembaraannya ini dengan Safarnama. Sebuah istilah dari Bahasa Persia yang artinya “catatan perjalanan”. Safarnama inilah yang menjadi inti buku ini, yang diceritakan pada sang bunda yang tengah meregang nyawa di ranjang rumah sakit di Surabaya. Ada 6 subbagian: •             Senandung Pengembara tentang Tibet. •             Surga Himalaya tentang Nepal. •             Kitab Tanpa Aksara tentang India. •             Mengejar Batas Cakrawala tentang Pakistan. •             Dalam Nama Tuhan masih tentang Pakistan. •             Di Balik Selimut [...]

May 16, 2013 // 0 Comments

Jakartabeat (2013): Jalan Pulang ‘Titik Nol’

29 April 2013 Jalan Pulang ‘Titik Nol’ Agustinus Written by Arman Dhani Pada satu sore yang teduh saya dan beberapa kawan datang ke acara diskusi buku Titik Nol karya Agustinus Wibowo. Jujur saya katakan sebenarnya saya malas datang. Bukan hanya karena saya tak begitu suka jenis buku ini tapi juga saya pikir fenomena travel writer, siapapun itu, adalah fenomena yang kepalang overrated dan begitu memuakan. Namun saya pikir saya harus bertemu dengan Agustinus. Setidaknya saya harus membenarkan tuduhan saya bahwa selamanya genre ini akan terjebak pada skema deskripsi keindahan dan promosi pariwisata belaka. Tapi rupanya saya memang ditakdirkan untuk salah. “Menulis perjalanan adalah usaha untuk menulis tentang manusia dan kemanusiaan. Jika tulisan perjalanan tak bicara tentang manusia. Maka ia adalah tulisan yang mati,” kata Agustinus ketika saya berjumpa dengannya sore itu. Lelaki pendek berkulit putih ini jauh dari bayangan awal saya dari penulis catatan perjalanan yang usai mengarungi jalan yang luas. Saya kira ia akan tinggi besar, brewok yang lebat dan tubuh yang kekar. Tapi penampilan memang seringkali menipu. Tak saya sangka lelaki peranakan Tionghoa di depan saya yang begitu santun dan komikal, telah menaklukan salah satu dataran tinggi paling mematikan di dunia. Kadang untuk mencari ke dalam seseorang harus [...]

April 29, 2013 // 0 Comments

1 4 5 6 7 8 11