Recommended

Indonesia Book Fair (2013): Menulis Perjalanan Ke Dalam Diri Sendiri

131109-indonesia-book-fair

http://www.indonesiabookfair.net/2013/11/09/agustinus-wibowo-menulis-perjalanan-ke-dalam-diri-sendiri/

Agustinus Wibowo: Menulis Perjalanan Ke Dalam Diri Sendiri

Agustinus Wibowo (32), seorang backpacker penulis trilogi perjalanan Selimut Debu (2011), Garis Batas (2011), Titik Nol (2013) lahir 08 Agustus 1981 di Lumajang dan besar di sana. Kemudian, kuliah di Institut Teknologi Surabaya dan melanjutkannya di China. Seorang kutu buku yang tertarik pada backpacking ini, setelah berkenalan dengan backpacker perempuan asal Jepang.

Pada tahun 2001, dia pun memulai perjalanannya ke Mongolia. Lalu, melanjutkannya lagi pada tahun 2005, setelah lulus kuliah, dengan  melintasi Tibet, Nepal, ke gurun pasir India, pegunungan di Pakistan Utara. Dia juga sempat bekerja sebagai sukarelawan gempa Kashmir, ke pedalaman Pakistan, berkeliling Afghanistan dengan hitchhiking, lalu ke Iran, Tajikistan, Kirgistan, Kazakhstan, Uzbekistan dan Turkmenistan. Perjalanannya terus berlanjut hingga Mei 2009, ketika akhirnya dia harus pulang ke Lumajang karena Mamanya divonis kanker dan harus menjalani pengobatan.

Pada kesempatan pameran Indonesia Book Fair 2013, Sabtu (09/11) di Panggung Utama Istoran Gelora Bung Karno Senayan, Jakarta ia membagikan pengalamannya dalam menulis buku perjalanan. Ia sendiri jika disebut berbeda dengan penulis perjalanan lain tidak mengiranya dan begitu tahu. Karena konsep yang ia pahami dari travel writing ini dari awal sebelum ia menulis sering membaca buku-buku traveler luar negeri.

Buku-buku traveler yang ia baca bukan hanya deskripsi tempat wisata, budaya dan lain-lainnya tetapi lebih banyak pada interaksi penulis dengan penduduk lokal setempat. Dimana kita mendapatkan konteks atau koneksi antara penulis dan pembaca. Karena awal dari sebelum ia menulis ia sudah merencanakan standar penulisannya akan seperti itu.

“Saya tidak akan memunculkan tempat-tempat sebagai surga, karena tidak ada tempat di dunia ini yang seperti surga. Setiap tempat indah pun pasti ada masalahnya. Yang saya tekankan adalah konteks apakah nanti religius, perjuangan di medan, itu konteksnya berbeda. Jadi ada koneksi dengan masyarakat setempat,” ujarnya.

Ia melanjutkan, kedua, penulisan perjalanannya ada koneksi dengan pembaca. Pembaca dibawa untuk mengalami pengalaman dari orang-orang jauh yang mungkin tidak pernah mereka temui. “Tetapi bagaimana pembaca merasakan bahwa itu adalah cerita hidupnya dia. Yang merupakan tantangan yang lebih membawa koneksi. Membuat pembaca merasakan itu adalah cerita dia juga,” tuturnya.

Tentu dalam melakukan perjalanan ada tantangan dan suka duka yang Agus hadapi. Menurutnya, hidup di jalan memang kehidupan tidak bisa diprediksi . Tidak ada plan. “Tapi pengalaman perjalanan terpenting adalah justru kita dapatkan saat kita tersesat. Pengalaman kita nggak duga. Pertemuan dengan orang-orang yang kita nggak rencanakan itu justru sering kali yang paling berkesan dalam perjalanan,” ujarnya.

Pandangannya soal travel writing saat ini adalah masalah stereotyping. Ada yang menjauhi konteks stereotype dan generealisasi. Maka kekuatan tulisan hilang begitu ada generalisasi. Jika dibandingkan dengan penulisan perjalanan di luar negeri ada bagian yang mengkuratorkan dalam arti mengawasi. Di Indonesia belum ada kurator. Karena penulsian  perjalanan di Indonesia belum populer. “Jadi pembandingnya juga nggak ada. Orang-orang juga belum terbiasa,” ujarnya.

Ia berencana akan membuat komunitas yang dibuka  pada 1 januari 2014. Forum ini adalah wadag untuk belajar menulis perjalanan dibawah bimbingannya. Dimana ia juga akan mengkurasi tulisan-tulisan perjalanan. “Kami akan menerjemahkan karya-karya tulisan travel ang bagus yang kita rekomendasikan,” ujarnya. Ia menekankan kembali bahwa tulisan perjalanan itu bukan promosi wisata, budaya, dan tempat. Tapi tulisan perjalanan yang bagus ada unsur memoarnya. (Ageng Wuri)

About Agustinus Wibowo

Agustinus is an Indonesian travel writer and travel photographer. Agustinus started a “Grand Overland Journey” in 2005 from Beijing and dreamed to reach South Africa totally by land with an optimistic budget of US$2000. His journey has taken him across Himalaya, South Asia, Afghanistan, Iran, and ex-Soviet Central Asian republics. He was stranded and stayed three years in Afghanistan until 2009. He is now a full-time writer and based in Jakarta, Indonesia. agustinus@agustinuswibowo.com Contact: Website | More Posts

Leave a comment

Your email address will not be published.


*