[Detik.com] Liburan ke Asia Tengah Aman atau Tidak? Ini Dia Faktanya
Jakarta – Masalah politik dan kriminalitas seakan mengaburkan keindahan wisata di Asia Tengah. Tapi bukan tidak mungkin liburan ke sana. Berikut faktanya.
Lima negara Asia Tengah yang terdiri dari eks-Uni Soviet, yakni Kazakshtan, Kyrgyzstan, Tajikistan, Turkmenistan, Uzbekistan memang dikenal eksotis. Tapi masalah konflik politk dan kriminalitas yang muncul dalam pemberitaan membuat traveler berpikir ulang sebelum berkunjung.
Dari Indonesia, ada penulis sekaligus petualang Agustinus Wibowo yang telah menyibak Asia Tengah dan menuliskan kisahnya dalam buku Garis Batas. Untuk mencari tahu aman tidaknya traveling ke Asia Tengah, detikTravel pun mewawancarai Agustinus Wibowo via telepon pada Rabu malam (26/10/2016).
Secara geopolitik, dua dari lima negara Asia Tengah bertetangga dengan Afghanistan yang rawan konflik dan perang. Secara tidak langsung, ada pengaruh radikalisasi hingga terorisme dari negara Timur Tengah ke Asia Tengah.
“Efek dari Timur Tengah sekarang ini memang sedkit terasa, jadi banyak pejuang dari Tajikistan, Uzbekistan yang bergabung ke ISIS. Bahkan Kyrgyzstan dan Kazakhstan ada. Jadi arus radikalisasi sudah merembet masuk ke Asia Tengah. Yang itu mereka cukup rawan. Tapi kalau secara general untuk traveling ke situ mungkin efeknya kita nggak akan terlalu berasa seperti itu ya,” jelas Agustinus.
Agustinus pun menceritakan tentang konflik yang sempat terjadi di Fergana, Uzbekistan pada tahun 2004 silam. Saat perang terjadi, Uzbekistan benar-benar menutup diri dan mengusir warga asing yang tinggal atau berkunjung untuk menahan penyebaran informasi.
“Basanya kalau terjadi konflik atau event besar mereka akan menutup perbatasan , kita nggak bisa pergi ke situ. Konflik di Fergana, Uzbekistan, 2004, dia tutup perbatasan sampai orang asing di dalam negaranya diusir,” cerita Agustinus.
Namun ketimbang konflik, sebenarnya permasalahan yang ada di Asia Tengah lebih pada soal kriminalitas. Tak sedikit yang suka mabuk-mabukan dan berbuat kriminal, khususnya pada saat malam menjelang.
“Terlepas dari Timur Tengah isu utama bagi traveler untuk traveling di Asia Tengah adalah keamanan, dimana kriminaitas cukup tinggi karena mereka punya unsur minum-minuman keras. Jadi alkohol vodka itu sangat lazim di Asia Tengah, Kyrgyzstan, Kazakhstan dan Uzbekistan juga,” ujar Agustinus.
Oleh sebab itu, Agustinus pun mengimbau traveler yang berwisata di Asia Tengah untuk tidak keluar pada malam hari demi keamanan. Lebih baik berjaga daripada kejadian.
“Ketika alkohol ini mereka sudah mulai mabuk, kriminalitas di jalanan sangat besar ketika hari sudah gelap. Untuk laki-laki maupun perempuan sangat tidak disarankan untuk keluar saat hari mulai gelap, karena risikonya sangat tinggi. Apalagi untuk perempuan,” saran Agustinus.
Selain kriminalitas, isu pelecehan seksual tentu juga menjadi perhatian saat liburan ke Asia Tengah. Namun menurut Agustinus, pelecehan seksual cukup minim di Asia Tengah. Tapi ada baiknya traveler berjaga-jaga.
“Kemudian untuk pelecehan seksual saya bilang lebih minim, tapi untuk menghindari kita bisa pakai cincin di jari. Jadi kalau ada laki-laki ngajak ngobrol, perempuan bisa ngeles dengan bilang ada suami saya, untuk berkelit. Untuk menghindari hal yang nggak diinginkan, cincin di jari itu sangat membantu. Saya dengar-dengar dari teman traveler. Ketika ada laki-laki mulai nggak benar, bilang saja suami saya ada yang nunggu di situ,” ujar Agustinus.
Tapi tidak sampai di situ. Birokrasi dan pihak kepolisian di sejumlah negara Asia Tengah juga sangat curiga dengan pendatang. Jadi kunci utamanya, traveler tidak boleh tampak mecolok atau main jepret foto sembarangan. Harus banyak sabar kalau kata Agustinus.
“Yang lain patut diperhatikan adalah birokrasi. Jadi ke mana pun kita pergi harus bawa paspor, kalau polisi tangkap ada razia kita nggak bawa paspor, itu kita yang salah. Jadi memang ke manapun harus bawa paspor. Tapi untuk negara kayak Kazakhstan, Uzbekistan itu nggak cuma paspor, kita harus registrasi mendaftarkan diri ke polisi kita tinggal di sini. Di Uzbekistan malah lebih parah, setiap kita tinggal di kota harus punya registrasi pada polisi. Kalau kita lupa registrasi kita nggak bisa meninggalkan negara itu, atau kalau ada masalah politik bisa didenda,” cerita Agustinus.
Untuk hal birokrasi dan teknis di Asia Tengah, Agustinus pun menyarakan traveler untuk melakukan riset, riset dan riset terlebih dulu sebelum memulai perjalanan. Itu menjadi modal utama agar traveler terhindar dari masalah di Asia Tengah.
“Ketika kita masuk ke suatu negara kita harus langsung tahu aturannya seperti apa, karena setiap negara beda. Dulu orang Indonesa ke Kyrgyzstan sama Tajikistan harus registrasi, tapi sekarang orang Indonesia sudah boleh tanpa registrasi. Untuk itu kita harus banyak tanya karena peraturannya bisa berubah setiap saat,” tutup Agustinus.
Faktanya, negara Asia Tengah memang bukanlah destinasi wisata yang sudah melek pariwisata. Di balik keindahan alam dan sejarah panjang Jalur Sutra, ada berbagai hal dan isu yang harus dipersiapkan secara matang. (rdy/fay)
Travelling kesana sah-sah saja dan asik asal tau situasi dan bisa menghormati kultur budaya disana. Kalau dampak yang saya rasakan setelah pulang dari Afghanistan kemarin cukup terasa: Imigrasi dan polisi seolah curiga dengan status “pernah pergi ke Afghanistan”, terlebih saya yg beragama Islam langsung dicurigai, pertanyaan negatif selalu ditanyakan, jalan2 keluar negeri menjadi agak sulit, dll.
*Mungkin apa yg terjadi sama saya tak berlaku bagi yg non-muslim.
Bagi saya yang penting Identitas Jelas Kak, tapi ya namanya juga nasib siapa yang tau kak, ngikut alur hidup saja deh.
Agus Prattama, Nasip kita sebagi muslim. Sering dipandang negatif.