Recommended

Garis Batas 24: Cita Rasa Osh

Restoran Laghman Uyghur (AGUSTINUS WIBOWO)

Restoran Laghman Uyghur (AGUSTINUS WIBOWO)

Osh, kota terbesar kedua di Kyrgyzstan, adalah sebuah kejutan luar biasa setelah mengalami beratnya hidup di GBAO-nya Tajikistan. Kota ini, walaupun dikelilingi gunung-gunung, suhunya sangat hangat. Osh adalah kota dalam definisi yang sebenarnya, dengan hiruk pikuk manusia dan segala kesibukannya. Bukan kota-kota di GBAO macam Khorog dan Murghab yang hanya menyimpan kisah sedih pegunungan terpencil.

Arus mobil dan bus kota berseliweran tanpa henti. Jalanan pasar penuh sesak oleh orang-orang yang berbelanja. Gedung-gedung tinggi berbentuk balok berbaris sepanjang jalan. Penduduk Osh adalah percampuran berbagai suku bangsa. Ada orang Kyrgyz yang berwajah Mongoloid. Ada orang Uzbek yang berwajah keturki-turkian. Ada gadis-gadis Korea yang berpakaian modis. Banyak juga orang Rusia dan Tatar yang berkulit putih pucat. Dering ringtone telepon seluler seakan tak pernah putus di tengah riuh rendahnya pasar kota Osh.

Tetapi kejutan yang paling menggembirakan setelah meninggalkan GBAO adalah, saya tidak akan pernah kelaparan di Osh. Dalam bahasa Tajik, Osh memang berarti makanan. Apakah memang ada hubungan antara kata ini dengan melimpahnya makanan lezat di Osh?

Duduk di atas dipan, sambil menghirup panasnya secangkir teh hitam dan menyaksikan mengalirnya sang waktu adalah kebiasaan kakek-kakek Uzbek dan Kyrgyz melewatkan hari mereka di Osh. Sambusa, pastel kecil berbentuk segitiga dan penuh berisi daging kambing, menambah nikmatnya bercengkerama sepanjang hari.Minum dan makan adalah bagian dari kebahagiaan hidup.

Osh adalah persimpangan budaya. Beragam etnik tinggal di sini karena letaknya yang strategis. Di sebelah timur, di belakang barisan pegunungan Tien Shan, adalah kota kuno Kashgar di provinsi Xinjiang (RRC) yang didiami etnis Uyghur, yang pernah punya negeri bernama Uyghuristan. Di sebelah barat adalah lembah Ferghana Uzbekistan, yang terkenal dengan gerakan Muslim militannya. Di sebelah selatan adalah gunung-gunung tinggi milik Tajikistan. Dan di utara adalah Kyrgyzstan yang sebenarnya. Di sini Stan, di sana Stan, Osh dikelilingi negeri-negeri Stan di empat penjuru.

Osh, walaupun termasuk wilayah Kyrgyzstan, tetapi dihuni oleh orang Uzbek. Setelah Kyrgyzstan merdeka dan melewati berbagai pertikaian rasial berdarah, orang-orang Kirghiz semakin banyak yang tinggal di Osh. Komposisi etnis sekarang makin berimbang, walaupun tetap kultur Uzbek masih mendominasi.

Persimpangan inlah yang menjadikan Osh sebagai kota penting sejak berabad-abad yang lalu. Berbagai macam suku bangsa berinteraksi melalu aktivitas perdagangan ketika Jalan Sutra masih menjadi pusat peradaban dunia. Dan gemilang sejarah masa lalu Osh terlihat jelas dari melimpah ruahnya berbagai jenis makanan.

Cita rasa makanan China yang dibawa oleh orang-orang Uyghur menambah variasi masakan Osh, yang sudah kaya karena percampuran budaya kuliner dari Rusia, Kirghiz, Uzbek, Korea dan Tajik. Sepanjang ingatan saya, tidak banyak tempat di Asia Tengah ini  yang orang-orangnya terbiasa memakai sumpit. Bakmi laghman khas Uyghur disajikan selezat porsi di tempat aslinya di Uyghuristan sana, lengkap dengan irisan tomat dan cabe pedas, serta cacahan daging yang empuk dan kuah yang menendang-nendang. Ada juga berbagai macam pangsit dan manty yang seakan menerbangkan saya ke negeri China.

Berawal ketertarikan saya pada bagaimana menu masakan dari China bisa sampai ke sini, saya berkenalan dengan Fakhridin, seorang juru masak Uyghur laghman yang restorannya selalu ramai oleh pengunjung. Fakhriddin adalah pemuda Uzbek yang baru berumur 21 tahun. Restoran ini punya orang tuanya yang tinggal di desa. Bisnis ini sudah turun-temurun, dan keluarga Fakhriddin mampu menunjukkan kelebihannya untuk tetap bertahan di tengah derasnya persaingan antar puluhan restoran yang berbaris sepanjang jalan ini.

Osh, jalur persimpangan budaya (AGUSTINUS WIBOWO)

Osh, jalur persimpangan budaya (AGUSTINUS WIBOWO)

Sentuhan masakan China masuk ke Osh lewat Xinjiang, yang menjadi jalur sibuk perdagangan sutra dunia. Di belahan lain Asia Tengah, selain restoran milik orang Uyghur atau Dungan – keduanya dari dataran China, menu masakan cenderung hambar. Kultur masak-memasak memang lebih kuat di negeri China sana dibandingan dengan bangsa Asia Tengah yang memiliki sejarah mengembara di padang-padang.

Walaupun saya sangat menggemari makanan lezat di restoran Fakhriddin, saya tidak begitu mengidamkan rumah tempat tinggalnya di Osh. Hari itu, ketika malam mulai larut, Fakhriddin mengajak saya menginap di apartemennya tak jauh dari restoran. Di sini Fakhriddin tinggal bersama 8 orang pegawainya. Rata-rata juru masak dan pelayan etnis Uzbek, tetapi ada juga pelayan wanita yang Kirghiz. Tidak masalah. Mereka tinggal bersama berdesak-desakkan.

Rumah ini penuh dengan nyamuk. Semalam suntuk saya tidak bisa tidur karena nyamuk terus mendengung di kuping saya, ditambah lagi asisten juru masak, Rahmatullah, yang menelepon pacarnya sampai tengah malam. Fakhriddin yang juga terganggu sampai melempar sepatu ke arah Rahmatullah. Memang susah tinggal rame-rame macam begini.

Fakhriddin sempat mengajak saya menonton acara berita. Suasana di Kyrgyzstan kali ini sangat mencekam. Ada demonstrasi besar-besaran di Bishkek, ibu kota Kyrgyzstan, yang menuntut presiden Kurmanbek Bakiev turun. Ada orasi-orasi. Ada tarian dan lagu-lagu. Ada lempar-lemparan batu dan tembakan senjata. Hari ini adalah puncak demonstrasi. Fakhriddin, Rahmatullah, dan para pegawai restoran lainnya, tercekat pada kotak televisi, khawatir akan terjadinya kudeta. Tahun 2006 terjadi kudeta yang menurunkan presiden Akayev. Tak sampai setahun sudah ribut-ribut lagi minta ganti presiden.

“Saya tidak tahu bagaimana ini bisa terjadi. Bagi saya, Bakiev yang jadi presiden atau yang lain, sama saja. Tidak ada pengaruhnya apa-apa,” kata Fakhriddin.

Sebagian besar orang, sepengetahuan Fakhriddin, mendukung Bakiev. Tetapi mengapa sampai terjadi demonstrasi sengit yang menjadi berita besar di negeri kecil ini? Tidak tahu. Fakhriddin pun tak mau tahu. Bagi orang kecil macam para koki Uzbek ini, politik hanyalah omong-omong kosong.

Tak banyak pengaruhnya ribut-ribut di Bishkek, jauh di utara sana, dengan kehidupan di Osh sini. Karena Osh, yang dijuluki sebagai ‘ibukota selatan’ Kyrgyzstan, punya denyut nadinya sendiri, punya citarasanya sendiri untuk menikmati mengalirnya kehidupan.

 

(Bersambung)

Serial ini pernah diterbitkan sebagai “Berkelana ke Negeri-Negeri Stan” di Rubrik Petualang, Kompas.com pada tahun 2008, dan diterbitkan ulang sebagai buku perjalanan berjudul “Garis Batas: Perjalanan di Negeri-Negeri Asia Tengah” oleh Gramedia Pustaka Utama pada 2011.

Dimuat di Kompas Cyber Media pada 8 April 2008

2 Comments on Garis Batas 24: Cita Rasa Osh

  1. Setelah banyak menahan nafas selama membaca perjalanan Mas Agus di Tajikistan, akhirnya serasa bisa menghirup udara segar membaca kisah perjalanan di Kyrgyzstan yang dimulai di kota Osh ini.

  2. Setelah banyak menahan nafas membaca perjalanan Mas Agus di Tajikistan, akhirnya serasa menghirup udara segar membaca perjalanan di Kyrgyzstan yang dimulai di kota Osh ini.

Leave a comment

Your email address will not be published.


*